ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 22 November 2023

 

Variasi Gender 

Oleh:

Monica Sri Sunaringsih

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Sampai sekarang, kata ‘gender’ belum tertulis dalam e-Kamus Besar Bahasa Indonesia (e-KBBI). Namun, kata gender dalam ilmu psikologi sejak abad 19th hingga saat ini, telah mengalami perubahan / rekonstruksi makna dan merupakan bagian penting dari identitas diri.  Setelah melalui serangkaian proses yang panjang, gerakan feminis dan queer berhasil memperjuangkan kesetaraan gender (gender equity) untuk semua variasi gender, dari berbagai kelompok interseksionalitas dan marginal dalam sebuah spektrum. ‘Psychology of women’ yang mengkritisi psikologi ‘mainstream’ sebagai ‘womenless psychology’ berhasil menggerakkan feminis untuk memperjuangkan kesetaraan perlakuan antara laki-laki dan perempuan dalam struktur sosial. Pada masa itu, laki-laki mendapatkan kesempatan, pengakuan, dan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan dalam struktur sosial. Queer mengkritisi dikotomi gender dalam masyarakat normative dan mempertanyakan keberadaan berbagai kelompok interseksionalitas dan marginal, termasuk pengakuan terhadap eksistensi dan kesetaraan kelompok LGBT dalam struktur sosial.  Feminis dan queer saling bersinergi dan pada akhirnya dapat menghasilkan teori queer yang memisahkan dan memperjelas perbedaan konstruk jenis kelamin, gender, dan seksualitas, serta dapat memayungi semua variasi gender dan seksualitas dalam sebuah spektrum (Roselli, 2018; Carter, 2014; Mattos, 2015; Maharani & Ediyono, 2023).

I do not wish (women) to have power over men, but over themselves

--Mary Wollstonecraft--

 

Jenis kelamin merupakan sebuah konstruk biogenetika yang secara empiris mengklasifikasikan individu kedalam kategori perempuan dan laki-laki, berdasarkan bentuk organ reproduksi dan struktur kromosom yang telah terbentuk sejak dalam kandungan.  Faktor nature dan nurture, turut berkontribusi terhadap pembentukan identitas gender. Saat ini, Gender dinilai sebagai konstruk sosial yang terbentuk sejak masa kanak-kanak melalui serangkaian proses interaktif dalam kehidupan sehari-hari, dan dipengaruhi oleh bagaimana individu memaknai pengalaman, perasaan, perilaku, dan interaksinya dengan orang lain, di dalam keluarga serta masyarakat. Artinya, gender itu bersifat dinamis, tidak menetap, dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Suku/kelompok masyarakat yang masih memegang nila-nilai tradisional/klasik, pada umumnya memiliki ‘gender stereotype’ yaitu, kriteria atau ekspektasi yang berbeda dan relatif, terhadap laki-laki dan perempuan, terkait dengan representasi penampilan, karakter, tutur kata, dan perilaku. (Department of Gender & Women Studies, Faculty of Social Sciences & Humanities, Allama Iqbal Open University, Islamabad, 2022).

 

Sexuality is who you want to be with. Gender identity is who you want to be in the world.

--Hari Nef--

 

Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa dengan ragam budaya dan tradisi berbeda. Jauh sebelum teori queer popular, suku Bugis telah mengenal keberadaan lima jenis gender dalam budaya dan tradisi mereka; (i) Oronae (laki-laki), (ii) Makunrai (perempuan), (iii) Calalai (perempuan peran dan fungsi laki-laki), (iv) Calabai (laki-laki dengan peran dan fungsi perempuan), dan (v) Bissu (bukan perempuan atau laki-laki, atau perempuan atau laki-laki dalam satu tubuh). Artinya mereka telah memiliki penilaian bahwa jenis kelamin itu bersifat kodrati dan menetap, sedangkan identitas gender bisa berubah. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pandangan normative, patriakis, dan heteroseksual. Normative, dimana lingkungan sosial mengasosiasikan jenis kelamin laki-laki dengan maskulinitas dan perempuan dengan feminitas. Patriakisme menjelaskan kondisi dimana laki-laki memegang kendali dan kekuasaan yang lebih besar atas perempuan, terutama di dalam keluarga (Novarin & Pattipeilhy, 2020).  Beberapa contoh pandangan dan perlakuan terkait gender stereotype, misalnya:  laki-laki itu harus kuat dan berani, perempuan itu harus lembut dan sabar; Wajar kalau laki-laki bersikap tegas dan berani, sedangkan perempuan bersikap patuh dan lembut; Anak laki-laki diberikan robot, mobilan, dan atribut superhero, sedangkan anak perempuan diberikan masakan, boneka, dan atribut princess. Mengapa anak perempuan dikatakan aneh jika bermain mobilan dan tembakan, sedangkan saat dewasa punya peluang untuk menyetir mobil atau menjadi Polisi Wanita.  Mengapa anak laki-laki dikatakan aneh jika bermain anakan, sedangkan mereka juga adalah anak dalam realita dan kelak punya peluang untuk menjadi orangtua.

 

“Girls are weighed down by restrictions, boys with demands - two equally harmful disciplines.”
-- Simone de Beauvoir--

 

Secara eksplisit, dari beberapa penelitian tentang gender di Indonesia dalam rentang tahun 2019 s/d 2023, terlihat bahwa praktik dan polemik tentang gender dalam masyarakat masih diwarnai dengan pro dan kontra (Adjie, 2020; 2023). Untuk mengkritisi perubahan konstruk gender yang terbentuk dari serangkaian kritik perlu kebijakan dan pertimbangan terkait dengan banyak hal diantaranya, sejarah, ragam budaya, dan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi semua individu, tanpa kecuali.  Psikologi sebagai ilmu sosial dalam perkembangannya telah bersikap terbuka terhadap berbagai kritik dan beradaptasi dengan perubahan atau gejolak masyarakat yang dinamis. Artinya, selalu ada peluang untuk mendapatkan atau membangun kritik dan mengalami perubahan atau adaptasi.  Perubahan makna gender dalam konstruk psikologi tidak merubah makna gender dalam konstruk biogenetika artinya, individu sebagai entitas pribadi tanpa kecuali, memiliki kebebasan untuk menentukan pandangan, pilihan dan sikap tentang gender. Indonesia, negara demokrasi yang berlandaskan UUD 1945 menyatakan bangsa Indonesia menjunjung tinggi HAM tanpa kecuali, termasuk variasi gender (Novarin & Pattipeilhy, 2020).  Artinya, setiap warga negara Indonesia, laki-laki atau perempuan dapat menentukan dan mengekspresikan dirinya dalam variasi gender (penampilan, karakter, dan perilaku, lepas dari ‘gender stereotype’ yang normative). Sebagai contoh, terlahir sebagai perempuan tetapi menyukai gaya pakaian pria, suka memanjat, dan menjadi ahli bangunan, terlahir sebagai laki-laki, memiliki ketertarikan terhadap bunga dan tari, dan menjadi ahli merangkai bunga dan penjahit busana Wanita, dsb.

 

When it comes to gender, it can be compared to drink lists. Just like how there are varieties of tea and coffee mix, there are varieties of gender

--Monica Sri Sunaringsih--

 

Psikologi ‘mainstream’ berkembang dari akar budaya barat dimana perubahan konstruk gender pada esensinya tidak mempertimbangkan akar ragam suku dan budaya Indonesia. Bagaimanakah pemaknaan gender di Indonesia? Secara historis, bagaimana konstruk gender terbentuk dalam masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika?  Bagaimana peran dan kontribusi dari berbagai organisasi Psikologi untuk memperjelas pemaknaan gender dalam masyarakat? Bagaimana peranan fakultas jurusan Psikologi, khususnya Unika Atmajaya terhadap kajian ilmu tentang gender? Apakah secara spesifik diperlukan mata kuliah Psikologi Gender?

 

Referensi:

 

Adjie, M. F. P. (2020, June 28). Survey on acceptance in Indonesia gives hopes to LGBT community. The Jakarta Post. Retrieved October 7, 2023, from https://www.thejakartapost.com/news/2020/06/28/survey-on-acceptance-in-indonesia-gives-hopes-to-lubgbt-community.html

Adjie, M. F. P. (2023, July 13). Cancelled in Jakarta, ASEAN LGBT Gathering Relocated for Safety Reasons. Indonesia Expat. Retrieved October 7, 2023, from https://indonesiaexpat.id/news/cancelled-in-jakarta-asean-lgbt-gathering-relocated-for-safety-reasons/

Carter, M. (2014). Gender Socialization and Identity Theory. Social Sciences3(2), 242–263. MDPI AG. Retrieved from http://dx.doi.org/10.3390/socsci3020242

Department of Gender & Women Studies, Faculty of Social Sciences and Humanities, Allama Iqbal Open University. (2022). Social construction of gender. Retrieved from https://online.aiou.edu.pk/LIVE_SITE/SoftBooks/9170.pdf

Mattos, A. (2015). Feminist psychology: Researches, interventions, challenges. In I. Parker (Ed.), Handbook of Critical Psychology (pp. 329-338). Routledge.

Maharani, A. F. P., & Ediyono, S. (2023). Perspektif Feminisme dalam Kesetaraan Gender di Indonesia. Universitas 11 Maret, Surakarta. ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/366866302_Perspektif_Feminisme_Dalam_Kesetaraan_Gender_Di_Indonesia

Roselli, CE. (2018). Neurobiology of gender identity and sexual orientation. J Neuroendocrinol. 30(7): e12562. doi: 10.1111/jne.12562.