ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 22 November 2023

 

Mengatasi Stres: Menemukan Keseimbangan Melalui Seni

 

Oleh:

Liza Nur Cita & Christiany Suwartono

Pusat Studi Masyarakat Berkelanjutan

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Kesehatan mental telah menjadi perhatian utama dalam masyarakat saat ini, dengan stres menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi banyak orang. Tekanan dari tuntutan pekerjaan, hubungan interpersonal, perkembangan teknologi yang cepat, dan perubahan gaya hidup dapat menyebabkan tingkat stres yang merugikan. Ada berbagai dampak negatif yang dapat muncul akibat terpapar stres, di antaranya adalah gangguan tidur, kecemasan, depresi, dan bahkan masalah fisik seperti gangguan pencernaan dan penurunan daya tahan tubuh (Mayo Clinic, n.d.). Khususnya untuk peserta didik, salah satu pemicu stres sering datang dari lingkungan pendidikan (Goodman dan Lorey dalam Hediaty et al., 2023).

 

Fakultas kedokteran diakui sebagai lingkungan yang penuh tekanan yang seringkali berdampak negatif pada kinerja akademis, kesehatan fisik, dan kesejahteraan psikologis mahasiswa. Menurut Neufeld dan Malin (2021), mahasiswa yang mengambil jurusan kedokteran sering menghadapi tingkat stres yang tinggi akibat beban akademis yang berat, jadwal belajar yang padat, kesulitan dalam menjaga keseimbangan untuk berbagai aspek hidup seperti akademis, hubungan sosial, dan kesehatan, hingga tekanan psikologis yang sulit untuk diatasi. Selain itu, beban finansial juga dapat menjadi faktor pemicu stres bagi mahasiswa kedokteran. Oleh karena itu, penelitian yang telah mengaji sumber stres pada mahasiswa kedokteran umumnya mengelompokkannya ke dalam tiga kategori utama: tekanan akademis, masalah sosial, dan masalah keuangan (Vitaliano et al. dalam Melaku et al., 2015).

 

Mahasiswa kedokteran merupakan populasi yang berisiko tinggi mengalami gangguan psikologis berbasis stres dan juga terbukti jarang menggunakan layanan kesehatan mental (Dyrbye; Tija, Givens, & Shea dalam Daughtry, 2018). Sebuah studi yang dilakukan Mosley et al. pada tahun 1994 (dalam Sherina et al., 2004) di kalangan mahasiswa S1 kedokteran di Amerika Serikat menemukan bahwa 23% mengalami depresi dan 57% mengalami stres. Di tiga universitas di Inggris, tingkat stres dari 318 mahasiswa kedokteran tahun keempat diukur menggunakan general health questionnaire. Tingkat stres mereka ditemukan lebih tinggi daripada kelompok lain dalam populasi umum dan prevalensi gangguan emosional diperkirakan mencapai 31,2%, sebuah proporsi yang serupa dengan mahasiswa kedokteran di Amerika Serikat.

 

Berbagai penelitian telah dilakukan di Indonesia yang meninjau tingkat stres mahasiswa fakultas kedokteran. Salah satunya dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi dengan sampel sebanyak 424 responden menggunakan medical student stressor questionnaire (MSSQ). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa mengalami stres tingkat sedang, terutama pada domain hubungan sosial (Hediaty et al., 2023).

 

Lalu bagaimana cara menurunkan tingkat stres? Seni adalah salah satu pilihan yang dapat menurunkan kadar kortisol secara signifikan. Hasil dari sebuah studi pada tahun 2016 oleh Kaimal et al. (2016) menemukan bahwa hanya dengan terlibat dalam aktivitas seni selama 45 menit dapat mengurangi stres individu. Dalam studi tersebut, 39 orang dewasa berpartisipasi dalam sesi pembuatan karya seni selama 45 menit, dengan rentang usia 18 hingga 59 tahun.Tingkat kortisol diukur sebelum dan setelah periode pembuatan karya seni.

 

Sebuah penelitian oleh Daughtry (2018) dapat dijadikan contoh yang cukup baik. Tiga sesi kegiatan seni diadakan di East Carolina University Brody School of Medicine di mana para mahasiswa diberikan instruksi, bahan-bahan, dan tujuan meditasi untuk setiap proyek kreatif. Kemudian para mahasiswa mengisi kuesioner self-report mengenai perasaan sebelum, selama, dan sesudah kegiatan seni. Hasilnya adalah sebagian besar dari sampel merasakan dampak positif yang signifikan terhadap emosi negatif yang sudah ada sebelumnya dan afek positif yang tinggi setelah sesi berakhir. Baik melalui program terapi seni (art therapy) maupun sebagai sebuah hobi, memasukkan kegiatan kreatif ke dalam rutin dapat menjadi cara yang bermanfaat untuk mengurangi tingkat stres bagi mahasiswa kedokteran.

 

Referensi:

 

Daughtry, K. M. (2018). The Effects of art therapy on the well-being of medical students in Eastern North Carolina. The Scholarship. http://hdl.handle.net/10342/6848.

Hediaty, S., Herlambang, & Shafira, N. N. A. (2022). Gambaran tingkat stres mahasiswa kedokteran berdasarkan medical student stressor questionnaire di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi. JOMS, 2(2). https://online-journal.unja.ac.id/joms/article/view/23252/15056

Kaimal, G., Ray, K., & Muniz, J. (2016). Reduction of cortisol levels and participants' responses following art making. Art Therapy, 33(2), 74-80. DOI: 10.1080/07421656.2016.1166832

Melaku, L., Mossie, A., & Negash, A. (2015). Stress among medical Students and its association with substance use and academic performance. Journal of Biomedical Education. https://doi.org/10.1155/2015/149509

Neufeld, A., & Malin, G. (2021). How medical students cope with stress: a cross-sectional look at strategies and their sociodemographic antecedents. BMC Medical Education, 21(1), 299 (2021). DOI: 10.1186/s12909-021-02734-4

Sherina, S., Rampal, L., & Kaneson, N. (2004). Psychological stress among undergraduate medical students. Medical Journal of Malaysia, 59(2). https://e-mjm.org/2004/v59n2/Psychological_Stress.pdf