ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 16 Agustus 2023
Self: Menelisik Keadaan Setelah Diduakan
Oleh:
Siti Maftukha
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Belakangan ini sering sekali muncul berita mengenai kacaunya sebuah hubungan yang disebabkan karena diduakan atau diselingkuhi. Berita terbaru mengenai pasangan suami istri yang baru menikah, namun ternyata sang istri kabur menemui mantannya sehari setelah menggelar pesta pernikahan tanpa sepengetahuan suaminya. Miris, bukan? Perselingkuhan didefinisikan sebagai sebuah pelanggaran norma yang mengatur tingkat keintiman baik secara emosional ataupun fisik (seksual) dengan orang-orang di luar hubungan yang dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki pasangan dan dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan (Moller & Vossler, 2015). Perselingkuhan dapat menghancurkan sebuah hubungan yang bahkan sudah terjalin selama bertahun-tahun. Ketika hal tersebut terjadi, maka akan menimbulkan beberapa pertanyaan seperti should I stay or there is no choice but to pack up and move on?
Keadaan Diri
Diduakan atau diselingkuhi tentunya sangat menyakitkan bahkan dapat menimbulkan trauma yang mendalam. Hal tersebut terjadi karena perselingkuhan dapat menciptakan kebingungan, kemarahan, kecemasan, ketidakpercayaan, sakit hati, perasaan tidak berdaya, insecure, bahkan lebih jauh meragukan diri dan lambat laun menurunkan self-esteem atau harga diri. Turunnya self-esteem ini disebabkan karena individu korban dari perselingkuhan akan lebih sulit untuk mengevaluasi dirinya secara positif karena merasa ditolak dan cenderung mempertanyakan serta mencari validasi akan dirinya melalui orang lain. Keadaan diri menjadi bimbang, kosong, dan tidak tahu arah. Reaksi negatif tersebut sangat wajar dialami oleh individu korban perselingkuhan karena rasa percaya yang diberikan telah dikhianati dan berdampak hilangnya rasa percaya terhadap pasangannya (Ridwan, dkk., 2021).
Proses Pemulihan
Individu korban perselingkuhan tentu akan merasa kesulitan untuk mengambil keputusan setelah mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh pasangannya. Keraguan dan kebingungan adalah hal wajar yang dialami ketika berada dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Mungkin akan timbul ketakutan mengenai kepulihannya ketika individu korban perselingkuhan memutuskan untuk tetap melanjutkan atau mengakhiri hubungannya, Tetapi, disisi lain ia juga harus segera pergi untuk menyelamatkan dirinya dan memprioritaskan baik kesehatan fisik maupun mentalnya. Untuk itu, sebelum mengambil keputusan sulit tersebut, sebaiknya individu korban perselingkuhan merencanakan terlebih dahulu hal-hal yang akan dilakukannya setelah memutuskan hubungan tersebut supaya ia tidak hilang arah untuk yang kedua kalinya setelah peristiwa traumatis yang ia alami.
Moving Forward
Menjadi korban perselingkuhan merupakan hal yang sulit untuk diterima. Perasaan menyesal dan sakit terus dirasakan. Beberapa korban mungkin ingin segera lepas dari perasaan dan emosi negatif yang dirasakannya. Ia ingin segera pulih dan bebas dari beban yang dipikulnya. Tetapi, semakin terburu-buru untuk melupakan, justru rasanya semakin sulit untuk melepaskan. Oleh sebab itu, dalam proses pemulihan tidak perlu untuk menjadi terburu-buru karena yang terpenting adalah korban memvalidasi perasaannya dan sadar akan betapa masih berharga dirinya tersebut. Setelah memutuskan untuk mengakhiri hubungan, maka dibutuhkan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses pemulihan yang akan dijelaskan di bawah ini:
1) Don’t be so harsh on yourself
Dalam hal ini korban perselingkuhan perlu untuk tidak menghakimi dan mengkritik dirinya terlalu jauh ketika perselingkuhan terjadi. Hal tersebut diluar kontrol dan kehendaknya.
2) Tidak perlu terburu-buru
Korban perselingkuhan sebaiknya sadar bahwa proses pemulihan tidak terjadi secepat kedipan mata. Mengalami perasaaan dan emosi negatif adalah hal yang sangat wajar terlebih setelah melewati atau sedang berada di pengalaman yang tidak menyenangkan. Terlalu terburu-buru apalagi memaksakan diri dalam proses pemulihan akan berdampak buruk pada jangka waktu yang panjang.
3) Mencari dukungan emosional
Dukungan emosional tersebut dapat diperoleh dari teman, keluarga, atau seseorang yang korban percayai. Ketika korban merasa tidak mampu untuk bercerita kepada mereka, mungkin diperlukan konseling atau terapi ke seorang profesional seperti psikolog dan/atau psikiater. Jangan takut untuk meminta pertolongan ketika diri belum mampu untuk menolong diri sendiri. It is okay to seek help. Konseling atau terapi dengan seorang profesional juga dapat membantu dalam proses peningkatan self-esteem dan self-love atau rasa cinta terhadap diri yang sedang mengalami penurunan karena pengalaman traumatis tersebut.
Menjadi korban perselingkuhan tentunya sangat menyakitkan. Namun, bukan berarti individu korban perselingkuhan tidak dapat melanjutkan hidupnya dengan lebih baik. Evaluasi diri positif dalam rangka meningkatkan self-esteem diperlukan dalam rangka menuju dan mencapai diri yang jauh lebih baik lagi. Selain itu, meningkatkan self-love atau rasa cinta terhadap diri dapat membantu dalam proses pemulihan pasca menjadi korban perselingkuhan. Diperlukan juga compassion atau welas asih terhadap diri supaya lebih bisa mengelola emosi dengan cara yang lebih baik.
That is not your fault. You are worthy, lovely, and deserve much better in this whole world. Ketika kita memutuskan untuk memilih dan memprioritaskan diri, maka kita telah belajar untuk dapat lebih menyayangi serta menghargai diri sendiri.
Referensi:
Ginanjar, A. S. (2009). Proses Healing Pada Istri Yang Mengalami Perselingkuhan Suami. Makara Human Behavior Studies in Asia, 13(1), 66-76.
Hasian, B. J. & Ariela, J. Peran Attachment terhadap Self-Esteem pada Dewasa Muda Diselingkuhi. Humanitas, 4(3), 267-282.
Indrawati, F., Sani, R., & Ariela, J. (2018). Hubungan antara Harapan dan Kualitas Hubungan pada Dewasa Muda yang sedang Menjalani Hubungan Pacaran.Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology, 5(1), 72-85.
Infidelity. (2023, July). Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/us/basics/infidelity
Moller, N. P., & Vossler, A. (2015). Defining infidelity in research and couple counseling: A qualitative study. Journal of Sex & Marital Therapy, 41, 487-497. https://doi.org/10.1080/0092623X.2014.931314
Ridwan, dkk. (2021). Ketidakpercayaan Istri Pasca Perselingkuhan Suami. Journal of Art, Humanity and Social Studies, 1(4), 108-115.