ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 14 Juli 2023
Mengulik Fenomena Fatherless
Akibat dari Disorganisasi Keluarga
Oleh:
Dea Aryanti, Olivia Magdalena, & Setiawati Intan Savitri
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup seorang diri atau harus berdampingan dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Namun untuk sekarang, kehidupan sosial masyarakat di perkotaan sudah bisa dibilang heterogen, individual, memiliki persiangan yang tinggi, dan juga menjadi pusat dari segala perubahan sehingga rentan untuk mengalami konflik.
Belum lama ini diberitakan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang kurang memiliki peran sosok ayah dalam keluarga, atau biasa disebut fatherless atau juga father hunger. Norma yang umum diterapkan di masyarakat sekarang ini adalah ayah bertugas untuk bekerja atau mencari nafkah, dan ibu yang mengurus permasalahan dalam rumah seperti mengasuh anak. Lalu perilahal lain seperti perceraian dan kematian yang yang dimana hal-hal tersebut menyebabkan anak jarang sekali mendapatkan pengasuhan dari sosok ayah dan menyebabkan terjadinya fenomena fatherless. Padahal, baik ayah ataupun ibu sama-sama memiliki peran yang penting dalam parenting anak dalam keluarga.
Apa itu Fatherless?
Fatherless merupakan kondisi dimana anak memiliki figur orang tua yang lengkap (ayah dan ibu), namun mereka tidak mendapatkan atau kehilangan sosok ayah secara psikologis dalam kehidupan tumbuh kembangnya sehari-hari karena permasalahan tertentu yang terjadi.
Sikap manusia sendiri bukanlah sesuatu yang melekat sejak lahir, namun diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Seorang anak tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga dan sikapnya terbentuk dari interaksi bersama orang-orang disekitarnya. Pembentukan karakter ini diperoleh melalui proses belajar sosial, yang dimana dalam proses ini anak memperoleh informasi tingkah laku dari orang lain. Oleh karena itu keluarga merupakan tempat pertama dimana anak mendapatkan pendidikan informal terutama mengenai pembentukan sikap dan dalam keluarga selalu terdapat seorang pemimpin. Ayah merupakan sosok pemimpin dalam keluarga yang memiliki tugas penting dalam mendidik, mengayomi dan menjaga anggota keluarganya. Ketika anak tidak mendapatkan sosok ayah yang utuh dalam proses tumbuh kembangnya, ini akan menimbulkan fenomena fatherless atau anak tidak merasakan sosok ayah dan tidak dapat belajar dari sosok ayah yang dimilikinya.
Penyebab Fenomena Fatherless Menurut Psikologi Sosial
Di era modern ini, peran atau tugas ayah dalam keluarga pada masyarakat umum dipersempit hanya untuk mencari nafkah dan memberikan izin bagi anak perempuannya yang ingin menikah. Sehingga jarang sekali sosok ayah dalam keluarga bertugas untuk memberikan pengajaran atau didikan melalui pola asuh ke anak-anaknya, dan inilah yang menyebabkan anak tidak dapat merasakan figur ayah seutuhnya dan munculnya fenomena fatherless.
Peran ayah sebenarnya sama pentingnya dengan ibu dalam hal pola asuh atau parenting dalam sebuah keluarga. Penelitian yang dilakukan Allen dan Daly (2007) menjelaskan mengenai peran ayah dalam mengasuh remaja berdampak dalam aspek kognitif anak, terutama pada prestasi akademik, pencapaian karir, dan pencapaian edukasi yang lebih tinggi. Peran ayah dalam pengasuhan juga memiliki dampak dalam emosional anak, yaitu tekanan emosional yang rendah, kepuasan hidup yang tinggi, dan tingkat kecemasan yang cenderung rendah. Selain itu, peran ayah dalam mengasuh anak juga mempengaruhi dampak sosial seperti inisiatif sosial yang dimiliki sang anak, kompetisi sosial, dan anak juga cenderung akan memiliki hubungan sosial yang baik.
Paradigma parenting dari budaya lokal juga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab banyaknya fenomena fatherless. Dimana stereotip laki-laki dalam budaya lokal tidak diharuskan untuk mengurus anak dan bahkan tidak boleh terlibat dalam proses pengasuhan. Dan dalam salah satu penelitan yang dilakukan oleh Sundari & Herdajani (2013) membahas mengenai dampak fatherless yang dapat mempengaruhi kemampuan self-control pada anak.
Disorganisasi Keluarga Penyebab Fatherless
Disorganisasi adalah keadaan dimana menurunnya nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat karena adanya perubahan (Soekanto). Dan keluarga juga mengalami perubahan nilai moral akibat dari modernisasi. Disorganisasi keluarga sendiri adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit yang dikarenakan anggota keluarganya gagal memenuhi kewajiban yang sesuai dengan perannya.
Jika dipandang melalui historinya, modernisasi merupakan sebuah proses perubahan menuju ketipe sistem ekonomi, sosial, dan politik yang lebih maju dari sebelumnya di Eropa Barat dan Amerika Utara mulai dari abad ke-17 hingga abad ke-19. Modernisasi juga bisa diartikan sebagai bentuk perubahan sosial yang bersifat revolusioner dan biasanya terarah (direct changed) dan didasarkan pada perencanaan (intended/planed-changed). Modernisasi bersifat sistematis dan kompleks melalui banyak proses, menjadi perubahan global yang mempu mempengaruhi segala tingkah laku manusia. Modernisasi juga menyebabkan tumbulnya berbagai perubahan pada bidang sikap dan kepribadian, dan keadaan ini terhimpun pada kondep “manusia modern”.
Modernisasi memang menjadi penemuan yang penting dalam perjalanan kapitalisme. Namun menyebabkan disorganisasi dalam masyarakat. Dan penyebabnya adalah karena proses yang begitu cepat dan tidak mengenal istirahat namun masyarakat sendiri tidak pernah mengadakan reorganisasi.
Di zaman modern, disorganisasi keluarga biasanya terjadi karena konflik peran sosial yang dikarenakan perbedaan ras, agama, dan ekonomi sosial. Namun pada hakikatnya, disorganisasi keluarga yang terjadi umumnya karena transisi peralihan menuju masyarakat modern dan kompleks. Namun dikarenakan masyakarat tidak bisa menyesuaikan atau melakukan reorganisasi untuk mengikuti perkembangan situasi yang sedang terjadi sehingga masyarakat mengalami keterlembatan.
Referensi:
Afifah, A. Y. (n.d.). Indonesia Jadi Negara Fatherless Ketiga di Dunia: Ini Peran Penting Ayah dalam Mengawal Tumbuh Kembang Anak! The Asian Parent.
Alfasma, W., Santi, D. E., & Kusumandari, R. (2022). Loneliness dan perilaku agresi pada remaja fatherless. 3(1), 40–50.
Hasanah, U. (n.d.). Pengaruh Disorganisasi Keluarga Terhadap Perilaku Sosial Anak (Studi Di Desa Purwodadi Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus).
Maryam, M. S. (2022). Gambaran Kemampuan Self-Control pada Anak yang Diduga Mengalami Pegasuhan Fatherless. 1(1). https://doi.org/10.54801
Sarwono, S. W., & Meinarno, E. A. (2012). Psikologi Sosial. Salemba Humanika.
Tasya, D. F. (n.d.). Modernisasi Dan Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Urban.