ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 12 Juni 2023

 

Maraknya Kekerasan Seksual Pada Anak:

Keluarga Harus Apa?

 

Oleh:

Mega Widyastuti, Khatrina Bine Matongan, & Caroline Angelica Tobias

Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

 

Anak adalah anugerah Tuhan yang paling indah yang  harus kita jaga dan bimbing karena mereka merupakan titipan dari Tuhan (Al haq et al., 2015). Anak memiliki hak untuk mendapatkan hak-haknya seperti hak atas pendidikan, hak atas tempat tinggal, hak atas kasih sayang, yang harus diberikan oleh orang tua  agar anak tidak mudah dipengaruhi dan tetap terkendali. Saat ini banyak anak yang tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya, banyak anak yang terlantar di jalanan dan menjadi korban kekerasan baik fisik maupun seksual. Kekerasan terhadap anak sangat sering terjadi baik di sekolah, di rumah maupun di tempat umum. Anak  korban kekerasan seksual  mengalami depresi, anak biasanya pendiam, takut keluar rumah, depresi dan tidak banyak bicara. Kekerasan terhadap anak harus segera dihentikan agar tidak ada lagi anak yang menjadi korban. Kita harus membantu anak-anak korban kekerasan seksual dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan melindungi kerahasiaan mereka. Anak  korban pelecehan seksual harus mendapatkan terapi psikologis agar anak tetap semangat menjalani hari esok.

 

Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 Republik Indonesia yang mengatasi atau mencegah segala bentuk kekerasan terhadap anak. Anak harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya, agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal, dan anak harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara optimal agar terlindungi dari kekerasan yang melanggar hukum.

 

Menurut Solihin (2004)  terdapat beberapa cara agar anak dapat terhindar dari kekerasan, salah satunya yaitu dengan membina hubungan baik antara orang tua dan anak, dengan cara: 

 

1.      Mengakui dan menghargai anak

Anak merupakan individu yang sama seperti orang dewasa, mereka memiliki pemikiran dan otorisasi atas dirinya sendiri termasuk keinginan untuk menjalani hidup atas kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, orang tua haruslah menurunkan egonya dengan mengakui dan menghargai hak anak sebagai individu yang utuh namun tidak membiarkannya begitu saja tanpa pendampingan. Dengan mengakui dan menghargai anak, anak tidak akan merasa terkekang dan terhindar dari keinginan untuk mencari orang lain untuk menghargai hidupnya.

 

Mengakui dan menghargai anak meliputi sikap untuk membuat kesepakatan bersama anak dengan tetap menghargai keinginan/minat anak, jika membuat peraturan konsisten dengan peraturan yang dibuat, disiplin dengan aturan yang telah disepakati,memperbaiki kesalahan segera mungkin, tidak segan untuk meminta maaf pada anak, membina hubungan baik dengan anggota keluarga yang lain.

 

2.      Mendengarkan apa yang diinginkan anak

Dengan mendengarkan apa yang diinginkan anak, anak akan merasa dihargai. Sehingga hati anak tidak akan kosong dan tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain.

 

3.      Menceritakan pengalaman kepada anak

Menceritakan pengalaman kepada anak akan memperbanyak interaksi antara anak dan orang tua sehingga hubungan antara keduanya akan semakin dekat.

 

4.      Menunjukkan kasih sayang

Menunjukkan kasih sayang diantaranya dengan sering memeluk dan mencium anak, memuji anak, memberikan nasehat dengan bahasa yang baik kepada anak agar anak tidak merasa direndahkan.

 

5.      Memperkecil gap antara anak dan orang tua

Memperkecil gap antara anak dan orang tua akan membuat anak merasa dicintai.

 

Selain orang tua, anak juga memiliki peran untuk melindungi dirinya sendiri dari kekerasan. Dilansir dari www.perlindungananak.org terdapat sosialisasi dari UNICEF agar orang tua membiasakan anak untuk :

1.      Jangan berinteraksi dengan orang asing

2.      Berpamitan pada keluarga jika ingin pergi kemanapun dengan siapapun

3.      Tidak boleh ada yang melihat/menyentuh tubuh anak

4.      Berani mengatakan tidak untuk hal yang tidak diinginkan

5.      Berani melapor pada orangtua jika ada yang berani menyentuh tubuh pribadinya

6.      Berteriak atau kabur jika merasa terancam

 

Kekerasan terhadap anak bisa terjadi dimanapun dan kapanpun, salah satu penyebabnya adalah karena minimnya interaksi antara orang tua dan anak. Kekerasan terhadap anak serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak, yang tidak dapat dibenarkan baik dalam pespektif hukum Ham maupun hukum agama, maupun dari sisi kemanusiaan. Disamping itu, orang tua harus hati-hati dalam mendidik anak, melindungi anak dan kepentingannya serta memenuhi hak-hak anak. Orang tua merupakan lembaga pertama sebagai dasar dalam kehidupan anak, maka segala perbuatan orang tua sangat menentukan kehidupan anak.  Meningkatkan interaksi antara anak dan orang tua bertujuan agar anak mengetahui batasan-batasan dan akibat-akibat perilaku tertentu serta memininalisir tindak kekerasan.

 

Referensi:

 

Al haq, A. F., Raharjo, S. T., & Wibowo, H. (2015). Kekerasan Seksual Pada Anak Di Indonesia. Prosiding KS: Riset & PKM, 2(1), 31–36. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.13233

Solihin, L. (2004). Tindakan kekerasan pada anak dalam keluarga atam fazli Related papers. Jurnal Pendidikan Penabur, 03, 129–139.

Ajarkan Anak Untuk Melindungi Diri Dari Kekerasan Seksual. Diakses pada 23 Mei 2023, dari www.perlindungananak.org