ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 11 Juni 2023

 

Bak Landak Tak Punya Teman:

Dampak Siklus Trauma dan Agresi

 

Oleh:

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Seorang klien (Ibu Y) menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan kawannya, sebut saja X. Menurutnya, X merupakan kawan yang baik hati, namun belakangan ini ia menunjukan perilaku yang tidak menyenangkan dalam bentuk sindiran, ucapan kasar atau memaki. Tidak semua perilaku tersebut ditujukan pada klien yang menceritakan ulang kisah ini, namun peristiwa tersebut disaksikan oleh Ibu Y. Hingga pada akhirnya ibu Y juga mendapatkan sindiran dari X pada beberapa kesempatan, sehingga ia pun menarik diri dari pertemanan dengan X. Informasi tambahan yang diperoleh dari pihak lain membenarkan bahwa X mengalami kekerasan di masa kanak-kanak dan mengalami penolakan dari lingkungan. Perilaku X yang tidak menyenangkan dalam berbagai bentuk perilaku agresi distilahkan  bahwa X seperti landak yang sedang menyerang sekeliling dengan durinya. Bagaimana dinamika hal tersebut dari sisi Ibu Y dan Ibu X?

 

Perilaku agresi

Dari kisah X yang seperti landak yang menyerang sekitarnya, kita perlu mendefinisikan mengenai agresi. Myers (2021) menyatakan bahwa agresi adalah perilaku fisik atau verbal yang berintensi untuk menyakiti orang lain, termasuk di dalamnya keputusan untuk menyakiti seseorang, menghancurkan properti, berbohong dan semua perilaku yang bertujuan untuk melukai. Agresi termanifestasi dalam dua bentuk yaitu agresi bermusuhan yang bersumber dari emosi seperti marah dan agresi instrumental yang bertujuan untuk menyakiti sebagai alat untuk tujuan lain.

Perilaku agresi memiliki berbagai penyebab mulai dari agresi yang bertujuan mendapatkan penghargaan hingga teori pembelajaran sosial. Saat melakukan agresi, pelaku mendapatkan penghargaan yang dicari. Teori pembelajaran sosial yang dikemukakan Bandura memaparkan bahwa orang tua yang mendisiplinkan anak dengan berteriak, menampar dan memukul  cenderung menghasilkan perilaku agresif pada anak hingga remaja.  Dikaitkan dengan ilustrasi, tidak menutup kemungkinan bahwa kekerasan atau agresi yang dialami oleh X di masa kanak-kanak akan mendorong atau menyebabkan perilaku agresi di masa sekarang.  Pertanyaan berikutnya, bagaimana hal tersebut terjadi?

 

Agresi dan Trauma

Perilaku agresi yang didapatkan oleh seseorang di masa kanak-kanak akan menimbulkan trauma atau dampak. Pengalaman trauma dikarakteristikkan dengan adanya pengalaman actual atau dalan bentuk ancaman akan kematian, luka yang serius atau kekerasan seksual melalui paparan langsung, menyaksikan peristiwa atau mendengar kejadian yang terjadi pada orang yang dikasihi (Abate et al., 2017).  Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa trauma yang terjadi di masa kanak-kanak karena perilaku agresi yang diterima dan dialami juga membuat seorang anak mungkin mengalami trauma dan mengembangkan agresi di masa yang akan datang. Ini yang disebut cycle of violence (Rasche et al., 2016).  Lalu sampai di sini, kita bisa memahami bahwa trauma di masa kanak-kanak X menjadi salah satu faktor pendorong tindakan agresi yang dilakukan oleh X kepada Ibu Y dan kepada orang lain, lalu apa dampak dari agresi? Bagaimana kita menyikapi agresi yang dimunculkan bak landak yang menyerang kesana kemari dengan durinya?

 

Dampak agresi dan Tips Penanganan

Dampak yang paling jelas terlihat dari ilustrasi kasus di atas adalah relasi yang memburuk, dengan Ibu Y menarik diri pertemanan, karena perlakuan yang dialami atau sebagai dampak tidak langsung karena menyaksikan agresi yang dilakukan oleh X pada pihak lain. Selain itu, agresi juga menimbulkan luka secara fisik, psikis dan perasaan diri bagi korban (Febriana & Situmorang, 2019). Bagi pelaku, agresi juga memberikan dampak berupa tindakan menjauhi, membenci perilaku dan ditakuti oleh teman sebaya.

Kita berharap bahwa perilaku agresi tersebut tidak berlarut-larut dan bisa dihentikan. Shorey (2022) menyebutkan beberapa hal yang bisa dilakukan baik sebagai pelaku ataupun sebagai individu yang mengalami/menyaksikan agresi seperti:

 

1.    Bagi pelaku, katarsis menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk memanggil, menghidupkan kembali dan mengekspresikan emosi (Myers, 2021). Menyelesaikan permasalahan dengan konseling menjadi salah satu aternatif yang bisa dijajaki.

 

2.    Bagi pelaku, penting untuk mengembangkan keterampilan sosial sehingga bisa mengelola emosi yang dialami, sehingga tidak diekspresikan dalam perilaku yang meledak-ledak.

 

3.    Mengobservasi dan mengimitasi perilaku dari individu yang dijadikan panutan, misalnya orang tua yang diam, berpikir sejenak, mendengarkan baru berespon. Hal ini bisa dilakukan oleh pelaku dan pihak yang mengalami agresi.

 

4.    Mengubah pemikiran, misalnya dengan menanyakan pada diri apakah saya sudah melakukan tindakan yang rasional? Jika belum, bagaimana caranya agar bisa menjadi lebih rasional?

 

5.    Mencoba teknik mindfulness dan relaksasi misalnya mengatur nafas. Teknik ini bisa digunakan oleh pelaku mau korban.

 

6.    Mengambil perspektif orang lain akan mendorong kita untuk menjadi lebih memahami dan mendorong solusi masalah. Sebagai korban, kita bisa mencoba berempati dan melihat dari perspektif perilaku untuk memahami motivasinya.

 

Pada akhirnya, agresi—karena trauma--tidak akan membawa keuntungan dan lebih banyak hal yang merugikan, seperti rusaknya hubungan X dan Ibu Y.  Namun dengan memahami pengalaman trauma yang mengakibatkan agresi, semoga kita semua lebih bijak dalam meresponi agresi dan tidak terjebak untuk membalasnya.

 

Violence cannot be stopped by violence. It has to be stopped by wisdom.

Only wisdom can stop violence.

-Gurudev Sri Sri Ravi Shankar-

 

Referensi:

 

Abate, A., Marshall, K., Sharp, C., & Venta, A. (2017). Trauma and Aggression: Investigating the Mediating Role of Mentalizing in Female and Male Inpatient Adolescents. Child Psychiatry and Human Development, 48(6), 881–890. https://doi.org/10.1007/s10578-017-0711-6

Febriana, P., & Situmorang, N. Z. (2019). Mengapa remaja agresi. Jurnal Psikologi Terapan Dan Pendidikan, 1(1), 16–21.

Myers, D.G. & Twenge, J.M. (2021). Social Psychology (13th ed). McGraw-Hill.

Rasche, K., Dudeck, M., Otte, S., Klingner, S., Vasic, N., & Streb, J. (2016). Factors influencing the pathway from trauma to aggression: A current review of behavioral studies. Neurology, Psychiatry and Brain Research, 22(2), 75–80.

Shorey, H. (2022, Nov 14). How to deal with anger in relationship. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-freedom-change/202211/how-deal-anger-in-relationships