ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 08 April 2023

 

Tangan Kanan Memberi, Tangan Kiri Instastory:

Antara Selfless dan Selfish

 

Oleh:

Mic Finanto Ario Bangun & Lenny Utama Afriyenti

Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

 

Ramai di media sosial rekaman video seseorang yang memberi kebaikan kepada orang lain sambal direkam dan disebarkan melalui media sosial miliknya. Tidak hanya satu, namun jumlah “orang-orang baik” yang melakukan hal ini cukup banyak, dengan cara yang sama mereka menyebarkan kebaikan melalui akun media sosial dengan tujuan tertentu. Pada satu sisi, kebaikan yang dilakukan dengan menolong orang lain ini membawa efek positif. Menurut pandangan psikologi positif, ketika seseorang dapat memberi bantuan kepada orang lain maka hal ini akan memicu perasaan baik dan meningkatkan kebahagiaan. Dari kacamata viewer, hal ini juga dapat membuat orang yang menonton video tersebut ikut tergerak hatinya untuk melakukan kebaikan yang sama seperti dalam sebuah film Pay It Forward.

 

Selfless

Sebelum lanjut mengapa fenomena tersebut muncul, perlu dipahami satu konsep mengenai perilaku menolong ini. Menurut pakar psikologi sosial, kondisi menolong terkait dengan perilaku altruisme. Batson., et., al (1995) menjelaskan bahwa altruisme merupakan sebuah dorongan pada seseorang agar dapat meningkatkan kesejahteraan orang lain. Pada perilaku altruistik ini, tindakan seorang individu untuk memberikan bantuan pada orang lain bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan perilaku menolongnya ini murni diperuntukkan untuk orang yang ditolong.

 

Namun terkadang, cukup sulit menentukan batas dorongan dari perilaku menolong tersebut, apakah selfless atau selfish (Mashoedi, 2017). Ada beberapa orang yang cenderung menampilkan diri dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial (Durkin, 1995) tetapi ada juga yang menolong dengan tidak mementingkan diri sendiri serta tanpa pamrih.

 

Padanan kata yang cukup tepat dalam bahasa Indonesia untuk menjelaskan selfless adalah tanpa pamrih. Selfless merupakan sebuah tindakan tanpa pamrih yang membantu kita memahami dan terhubung dengan orang lain. Individu yang melakukan tindakan tanpa pamrih ini dapat melakukan kebaikan karena mereka tidak bertindak karena kebutuhan untuk diperhatikan atau untuk meningkatkan harga diri mereka. Mereka tidak mementingkan diri sendiri. Ada semacam pemenuhan pikiran tentang kebutuhan orang lain dibandingkan kebutuhan mereka sendiri. Ketika memberikan pertolongan, mereka tidak mengharapkan keuntungan atau pengakuan pribadi. Mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan agar dapat memengaruhi orang lain untuk berbuat hal serupa.

 

Selfish

Beberapa dari manusia mungkin tidak benar-benar menyukai pamer, namun disisi lain mereka juga sering melakukannya. Dalam sisi psikologi ini disebut flexing, yakni suatu perilaku yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok orang dengan menunjukkan perbuatan baik/menunjukkan kemewahan yang mereka miliki kepada orang lain. Adanya media sosial menambah maraknya perilaku pamer. Dari pamer tersebut bisa jadi ada yang diharapkan. Hal ini dekat dengan selfish.

 

Selfish berarti egois dan mementingkan diri sendiri. Definisi ini bertolak belakang dengan selfless. Individu yang melakukan selfish rawan dengan harga diri yang rendah. Seperti yang disampaikan oleh Adler bahwa ada perasaan inferior yang cukup besar sehingga individu yang demikian melakukan sebuah kebaikan agar diterima oleh lingkungan sosial. Harga diri yang rendah menjadi pemicu selfish.

 

Kesimpulan

Jika seseorang memutuskan untuk melakukan tindakan kebaikan, maka itu harus datang dari dalam diri sendiri. Mereka yang merekam diri dengan memberi makanan kepada tunawisma atau membayarnya kemudian memposting tentang apa yang mereka lakukan untuk orang lain bisa jadi tidak sedang melakukan tindakan tanpa pamrih. Perilaku seperti ini rentan dengan suatu yang sia-sia hanya demi menaikkan harga diri serta validasi dari orang lain. Perlu diidentifikasi apakah perilaku yang dilakukan seperti diatas adalah bertujuan demi diri sendiri atau murni sebuah kebaikan. Berkacalah dengan baik agar menjadi lebih bahagia dengan sebenar-benarnya membantu.

 

Referensi:

 

Batson, C. D., Klein, T. R., Highberger, L., & Shaw, L. L. (1995). Immorality from empathy-induced altruism: When compassion and justice conflict. Journal of personality and social psychology68(6), 1042.

Durkin, K. (1995). Developmental social psychology: From infancy to old age. Blackwell publishing.

Mashoedi, S. F. (2017). Tingkah laku menolong. In Psikologi sosial (pp. 151-180). Salemba Humanika.