ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 07 April 2023

 

Kalah Saing, Popularitas Instagram Menurun?

 

Oleh:

Kornelius Farrel Dwi Putra

Program Studi Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

“Banyak orang menggunakan media sosial untuk berbagi hal-hal biasa atau untuk mengagungkan diri sendiri. Saya mencoba menggunakannya untuk berbagi hal-hal menarik dengan orang-orang”.

-Ashton Kutcher

 

Instagram sebagai Media Sosial Popular

Instagram merupakan sebuah media sosial yang diciptakan berdasarkan teknologi Web 2.3 yang membuat penggunanya mengunggah atau membagikan sebuah konten (Talib & Saat, 2017). Instagram diresmikan pada tanggal 6 Oktober 2010 oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger sebagai pendiri Instagram. Instagram berasal dari kata “Insta” dan “gram” yang berasal dari kata telegram. Dapat disimpulkan bahwa Instagram merupakan gabungan antara Instagram dan telegram. Pada awalnya, Instagram sebagai salah satu aplikasi media sosial yang memiliki fungsi untuk para penggunanya dapat mengirimkan informasi secara instan dan mudah. Mengirimkan informasi tersebut berupa sebuah foto dan video yang diolah secara gratis yang akan dibagikan kepada teman-teman dan pengikut akun Instagram bagi para penggunanya (Arifuddin & Irwansyah, 2019).

 

Selain mengunggah foto atau video, pengguna Instagram juga dapat saling berinteraksi dengan melihat, menyukai, dan mengomentari unggahan yang telah dibagikan oleh pengguna lainnya (Arifuddin & Irwansyah, 2019). Tidak hanya mengunggah dan membagikan foto atau video, pengguna Instagram juga dapat menambahkan hashtag (#) pada unggahannya agar pengguna Instagram lain dapat menemukan hasil unggahan pengguna. Hal tersebut adalah ide awal dari terciptanya Instagram (Sheldon & Bryant, 2016). Lahirnya Instagram sebagai media sosial dengan sistem yang paling baru sejak itu, Instagram menjadikan Instagram sebagai salah satu aplikasi media sosial yang memiliki banyak pengguna hingga saat ini (Arifuddin & Irwansyah, 2019). Berbagai fitur yang disajikan oleh Instagram, membuat Instagram menjadi semakin berkembang. Berdasarkan kelompok usia, pengguna terbanyak aplikasi Instagram berusia 18 - 25 tahun yang berarti Instagram telah memenuhi target pengguna aplikasinya, yaitu dewasa awal (Dixon, 2023). Puncak kepopuleran Instagram terjadi pada tahun 2022 dengan mencapai 2 miliar pengguna aktif di seluruh dunia (Nugroho, 2022; Rizaty, 2022).

 

Jumlah pengguna akun media sosial yang besar tersebut menyebabkan Instagram menjadi salah satu media yang dapat digunakan untuk berbisnis. Misalnya saja dalam memasarkan sebuah produk. Aplikasi Instagram memiliki banyak fitur yang dapat digunakan oleh para penggunanya, seperti mengunggah foto atau video, memberikan komentar, memberikan like, memberikan hashtag (#), dan dapat menggunakan filter yang disediakan dalam Instagram (Arifuddin & Irwansyah, 2019). Fitur – fitur tersebut tentu saja dapat digunakan untuk mengkomunikasikan produk atau jasa kepada khalayak ramai sesama pengguna Instagram dengan mudah, cepat dan gampang diakses orang banyak (Arifuddin & Irwansyah, 2019).

 

Eksistensi Instagram Terancam

Eksistensi Instagram saat ini mulai goyang dengan munculnya media sosial lain yang tidak kalah interaktif contohnya TikTok. Selama masa pandemi, popularitas TikTok semakin naik dan terus berkembang. Menurut Yang, Zhao, dan Ma (2019), popularitas TikTok semakin berkembang karena TikTok menyediakan video pendek sederhana yang dekat dengan realitas dan situasi umum. Tingkat produksi konten yang dibuat secara akurat dan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Para pengguna TikTok juga diberikan kebebasan dalam membuat konten tren saat ini.

 

Eksistensi Instagram terancam dari segi pendapatan yang diperoleh karena terjadi penurunan dari segi pendapatan pada tahun 2019 akhir hingga 2020 awal. Akan tetapi, pengguna Instagram tetap meningkat dari tahun ke tahun hingga tahun 2022 (Iqbal, 2023). Meskipun pengguna Instagram meningkat, dengan berkembangnya TikTok membuat para pengguna media sosial menjadi pasif beraktivitas di Instagram dan hanya ingin menambah jumlah followers saja (Tuffahati, 2022).

 

Untuk mempertahankan eksistensinya, maka Instagram mempelajari beberapa fitur dari TikTok yang ramai dipakai oleh penggunanya. Hal tersebut dilakukan supaya Instagram tidak ditinggalkan oleh masyarakat dan dapat terus bersaing dengan aplikasi media sosial lainnya, seperti TikTok. Munculnya fitur reels misalnya merupakan unggahannya video yang memiliki durasi paling lama tiga menit (Rauwerda, 2022; Gray, 2020; Ghaffary, 2022) yang hari ini merupakan fitur yang banyak digunakan di Tiktok.

 

Dengan melihat dan mempelajari aplikasi TikTok, Instagram terus berkembang melalui pembuatan fitur-fitur terkini. Prinsip pembelajaran yang dilakukan oleh Instagram tersebut dikenal dengan observational learning. Observational learning adalah suatu proses kognitif yang melibatkan sejumlah hal, seperti bahasa, moralitas, pemikiran, dan pengaturan diri dari perilaku seseorang (Schiffman & Wisenblit, 2015). Hal tersebut berarti individu tidak hanya meniru secara otomatis setelah melakukan observasi terhadap lingkungannya, melainkan individu akan memproses secara kognitif dengan menggunakan berbagai pertimbangan dari pengalaman sebelumnya, moral, dan cara pandangnya terhadap sesuatu.

 

Selain belajar dari TikTok, Instagram juga melakukan observational learning dari e-commerce atau online shop lainnya. Dengan Instagram belajar dari e-commerce, motif tersebut bergeser dari self-presentation menjadi social shopping. Motivasi yang membuat orang menggunakan Instagram, yaitu sebagai media untuk berbelanja dari toko-toko yang disediakan oleh Instagram dengan menyediakan fitur shop pada halaman Instagram (Sheldon & Bryant, 2016). Instagram menyebutkan bahwa saat ini ada lebih dari 2 miliar pengguna di dunia yang menggunakan aplikasi ini sebagai sarana untuk belanja online (Iqbal, 2023). Oleh karena itu, Instagram bertransformasi menjadi sebuah aplikasi yang memungkinkan terjadinya social shopping yang menjadi sebuah konsep bahwa pengguna media sosial mendapatkan pengaruh untuk membeli barang karena ada saran dari teman, keluarga, atau selebritas yang mereka ikuti (Yurieff, 2018). Dengan bertransformasi dan memberikan fitur tambahan yang dipelajari dari TikTok membuat pendapatan Instagram kembali terus meningkat dari pertengahan tahun 2020 hingga akhir tahun 2022 (Iqbal, 2023).

 

Hal tersebut memperlihatkan bahwa Instagram yang awalnya untuk membuat para pengguna hanya dapat mengekspresikan diri, mulai digunakan bagi para pengguna untuk berbisnis. Bisnis yang dilakukan tidak hanya berdagang, tetapi juga untuk personal atau company branding, seperti sebuah perusahaan yang memiliki official account untuk promosi atau berjualan.

 

Dengan menyediakan fitur shop dan reels, Instagram juga ingin membentuk perilaku dan menjaga para penggunanya untuk memanfaatkan Instagram sebagai social shopping yang kemudian dirasakan manfaatnya oleh pebisnis maupun konsumen. Instagram menggunakan shaping untuk membuat daya tarik masyarakat akan Instagram tidak berkurang. Shaping adalah suatu metode yang digunakan untuk membentuk dan mengembangkan perilaku yang baru secara bertahap. Instagram menggunakan teknik shaping ini untuk membentuk dan mengembangkan perilaku para penggunanya terhadap banyaknya fitur baru yang disajikan, seperti shop untuk pengguna dapat berjualan (Schiffman & Wisenblit, 2015; Solomon, 2018).

 

Media sosial bisa menjadi salah satu alat atau media yang sangat kuat ketika terus berkembang, berinovasi, peka terhadap kebutuhan pengguna ataupun aplikasi lainnya. Hal yang dilakukan oleh Instagram tersebut sangat berguna untuk menjaga masyarakat untuk tetap menggunakan aplikasi tersebut. Dapat dilihat bahwa Instagram yang sampai saat ini menjadi aplikasi media sosial terpopuler keempat setelah Facebook, YouTube, dan WhatsApp. Namun, Instagram masih lebih banyak penggunanya dibandingkan TikTok, yaitu 2 miliar lebih pengguna (Dixon, 2023; Iqbal, 2023).

 

 

Referensi:

Arifuddin, M. R. & Irwansyah. (2019, April). Dari foto dan video ke toko: Perkembangan instagram dalam perspektif konstruksi sosial. Jurnal Komunikasi dan Kajian Media. 3(1), 37-55.

Dixon, S. (2023, Februari 14). Distribution of instagram users worldwide as of january 2023, by age group. Statista. https://www.statista.com/statistics/325587/instagram-global-age-group/

Ghaffary, S. (2022, March 30). Reels is facebook’s tiktok clone - and its future. Vox. https://www.vox.com/recode/23002679/reels-facebook-tiktok-video

Gray, J. (2020, Augustus 2020). A look inside reels: Can instagram’s new feature beat tiktok?. The Business of Business. https://www.businessofbusiness.com/articles/instagram-reels-tiktok-data-snapchat-influencers/

Iqbal, M. (2023, Februari 8). Instagram revenue and usage statistics (2023). BusinessofApps. https://www.businessofapps.com/data/instagram-statistics/

Nugroho, A. C. (2022, Oktober 27). Pengguna instagram tembus 2 miliar, makin dekati facebook. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20221027/620/1591995/pengguna-instagram-tembus-2-miliar-makin-dekati-facebook#:~:text=soal%20jumlah%20pengguna.-,Instagram%20kini%20memiliki%202%20miliar%20pengguna%20aktif%20bulanan%20di%20seluruh,III%2F2022%20pada%20hari%20Rabu.

Rauwerda, A. (2022, April 2). Meta says pivot to video is working as it shoves reels in front of users. Inputhttps://web.archive.org/web/20220402165531/https://www.inputmag.com/tech/meta-facebook-pivot-to-video-instagram-reels

Rizaty, M. A. (2022, November 28). Indonesia miliki 97,38 juta pengguna instagram pada oktober 2022. DataIndonesia.id. https://dataindonesia.id/digital/detail/indonesia-miliki-9738-juta-pengguna-instagram-pada-oktober-2022

Santrock, J. W. (2019). Life-Span Development (17th ed). New York, NY: McGraw-Hill

Schiffman, L. G. & Wisenblit, J. L. (2015). Consumer behavior (11 ed.). Edinburgh Gate: Pearson Education Limited

Sheldon, P. & Bryant, K. (2016). “Instagram: Motives for its use and relationship to narcissism and contextual age.” Computers in Human Behavior, 58:89–97. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.12.059

Solomon, M. R. (2018). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being (12th ed.). Edinburgh Gate: Pearson Education Limited

Talib, A., Yakimin, Y., & Saat, R. M. (2017). “Social Proof in Social Media Shopping: An Experimental Design Research”. SHS Web of Conferences. https://www.researchgate.net/public ation/313737416_Social_proof_in_s ocial_media_shopping_An_experim ental_design_research

Tuffahati, E. D. (2022, April 12). Menelisik pengaruh perbedaan pengguna antar media sosial. Kognisia.  https://kognisia.co/sosialmedia/

Yang, S., Zhao, Y., & Ma, Y. (2019). Analysis of the reasons and development of short video application – Taking tiktok as an example. 9th International Conference on Information and Social Science. https://doi.org/10.25236/iciss.2019.062

Yurieff, K. (2018). “Instagram Just Made It a Lot Easier to Shop on the App”. CNN. https://edition.cnn.com/2018/09/30/t ech/instagram-shopping/index.html.