ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 08 April 2023
Nasionalisme Pada Kelompok Masyarakat Marginal
oleh:
Erisa Aurellia Mahmud & Ari Widiyanta
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Marginalisasi merupakan sebuah tindakan mengasingkan, meminggirkan atau melemahkan kuasa kelompok minoritas atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan negara dan kelompok dominan (Rabbani, 2020). Kelompok marginalisasi ditolak keterlibatannya dalam kegiatan ekonomi, politik, budaya, sosial, dan agama. Komunitas marginal identik dengan masyarakat miskin (Suparlan, 2014). Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa kelompok masyarakat yang termarginalkan dari segi ekonomi, merupakan masyarakat yang tergolong kategori miskin di mata negara.
Masyarakat yang termasuk miskin dalam pendapatan per kapita pada tahun 2022 menurut menetapkan garis kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan. Mereka yang punya penghasilan atau membelanjakan uang per kapita per bulan di atas garis kemiskinan tersebut, tidak masuk kategori orang miskin. Dalam hal ini masyarakat marginal disebut sebagai sekelompok orang yang terpinggirkan oleh sebuah tatanan ekonomi yang tidak mendukungnya.
Menurut Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara di Jakarta pada hari Senin 11 November 2019 masalah kemiskinan menjadi salah satu penyebab muncul dan tumbuhnya paham radikalisme dan berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Mensos saat membuka Kongres ke XXI Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Gedung Islamic Center Ambon “Selama masih ada kemiskinan di Indonesia, maka selama itu pula paham radikalisme dan terorisme akan tetap tumbuh subur,” saat ini, angka kemiskinan di Indonesia masih di atas 4 persen atau sekitar 30 juta penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sehingga dengan tingginya tingkat ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin menjadi perangsang utama masyarakat kelas bawah dan yang terpinggirkan untuk bergabung dengan kelompok-kelompok tersebut. Angka ketimpangan pengeluaran dua kelompok masyarakat tersebut tercermin dari koefisien gini. Semakin tinggi angka koefisien gini suatu negara, maka semakin tinggi tingkat ketimpangan yang ada.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala BPS Suhariyanto pada Januari 2017 yang menjelaskan setiap gerakan radikalisme maupun terorisme memiliki muara permasalahan. “Kalau kita tarik ke belakang, melihat akar permasalahannya itu banyak sekali. Salah satu faktornya adalah miskin atau timpang sehingga pelaku tidak merasa bagian dari negara ini, merasa tersisihkan," tutur Suhariyanto, dalam konferensi pers (Primadhyta, 2017).
Nasionalisme secara umum adalah pengabdian yang tinggi oleh bangsa terhadap negaranya yang diperlihatkan melalui sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat (Budiyono, 2007). Sasaran nasionalisme ialah penyebaran kesadaran berbangsa atau terbentuknya sebuah nation- state. Nasionalisme melahirkan upaya untuk membentuk bangunan sebuah kebangsaan yaitu upaya yang terencana dan sistematis untuk menanamkan kesadaran bahwa keanekaragaman ras, etnik, agama ataupun budaya, itu semua merupakan dalam satu wadah yaitu bangsa.
Dalam kerangka nasionalisme diperlukan sebuah kebanggaan untuk menampilkan identitasnya sebagai suatu bangsa, yang merupakan proses yang dipelajari dari satu generasi ke generasi berikutnya, namun hal ini tidak ditemukan pada masyarakat marginal, diperoleh informasi bahwa banyak dari mereka yang masih tidak mengenali sejarah indoneisa, dan merasa tidak terlalu bangga dengan prestasi yang telah diperoleh Indonesia di berbagai bidang. Mayoritas marginal tergolong memiliki tingkat nasionalisme yang sedang yaitu masih memiliki sikap ambivalen, yang mana banyak dari masyarakat marginal berada di posisi yang mereka menganggap negara dan bangsa Indonesia itu biasa saja dari negara lain.
Anderson (1999) mengatakan bahwa perasaan cinta yang tinggi terhadap negara dan bangsa sangat penting bagi kelanjutan bangsa ini. Oleh karena itu nasionalisme yang tinggi, atau semangat kebangsaan, merupakan suatu proyek bersama yang senantiasa harus diperjuangkan. Dengan adanya Nasionalisme yang tinngi maka kondisi negara akan menjadi kuat dan tidak mudah diguncang dengan masalah dari dalam maupun dari luar. Tanpa adanya sikap nasionalisme yang tinggi, persatuan negara tidak mungkin terwujud.
Menurut peneliti, jika rasa cinta tanah air tidak diajari dari sekarang kepada para penerus bangsa maka rasa cinta tanah air akan hilang karena adanya pengaruh dari perkembangan teknologi pada zaman modern ini. Sikap nasionalisme yang dimiliki seseorang memiliki ciri-ciri seperti, memiliki rasa cinta tanah air, bangga menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, menempatkan kepentingan bersama daripada kepentingan sendiri, menghargai dan mengakui keanekaragaman bangsa Indonesia, bersedia mempertahankan negara ataupun dapat menjaga nama baik bangsa, menjaga kerukunan, dan menjaga keindahan alam Indonesia.
Referensi:
Anderson, B. (1999). Nasionalisme Kini dan Esok di Jakarta. Jakarta.
Budiyono. 2007. Nilai-Nilai Kepribadian Dan Kejuangaan Bangsa Indonesia.Bandung: Alfabeta.
Primadhyta, S. (2017, Februari 17). CNN Indonesia. Retrieved Desember 6, 2022, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170201135807-92-190542/orang-miskin-dan-menjamurnya-kelompok-radikal-di-indonesia
Rabbani, A. (2020). Pengerrtian Marginalisasi dan Ciri - Ciri Marginalisasi.
Suparlan, P. (2014). Orang Gelandangan di Jakarta. Jakarta: Sinar Harapan.