ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 07 April 2023

 

Kejahatan Soceng Sebuah Fenomena Psikologis

 

Oleh:

Tugimin Supriyadi & Erik Saut H. Hutahaean

 Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

 

Perkembangan sarana dan prasarana komunikasi di negeri kita Republik Indoenesia ini berkembang sedemikian pesatnya. Perkembangan tersebut diikuti juga dengan melakukkan transaksi elektronik yang mempermudah dalam berbagai hal, termasuk melakukkan jual beli baik barang maupun jasa.  Perkembangan itu diakui atau tidak diikuti juga dengan trend baru dunia kejahatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak kejahatan adalah adanya ruang untuk bertindak jahat, ada kesempatan untuk melakukkan kejahatan (Hutahaean, Supriyadi, & Pertiwi, 2019). Kesempatan untuk berbuat jahat tersebut didukung dengan maraknya media sosial yang tak terbendung. Kebiasaan masyarakat netizen menyerbu konten-konten yang menarik dan yang menjadi kontraversi, menjadi sasaran baru dunia kejahatan.

 

Perkembangan media komunikasi tersebut diikuti juga dengan pelayanan perbankan yang mengarahkan pada transaksi digital melalui mobil banking. Mobil banking yang mengharuskan nasabah menggunakan OTP (One Time Password) dan juga user Id   inilah yang diincar para penjahat Soceng. Rata-rata kejahatan soceng mempengaruhi kurbannya dengan membuat wesite palsu.                                                                   

 

Pola hidup dengan cara praktis dalam bertransaksi dengan menggunakan mobil banking bahkan berkembang menjadi gaya hidup. Tidak hanya praktis namun bertransaksi dengan cara bayar menggunakan mobil banking menjadi semacam “gengsi” tersendiri. Maka sudah selayaknya era sekarang orang memilih praktis dalam bertransaksi dengan cara digital.                                                                                                

 

Pola-pola kebiasaan hidup yang baru seperti ini banyak dijadikan peluang untuk mencari dan mendapatkan keuntungan secara jahat. Bisa dalam bentuk pencurian data, penyalinan data, ataupun serangan dengan penyebaran aplikasi jahat (mall-ware). Bisa berupa virus komputer dan juga peranti aplikasi pencuri data untuk bisa mengakses akun. Aplikasi jahat dapat bekerja secara langsung sesuai desain dan tujuan programnya, tanpa  dikendalikan oleh orang yang melepasnya. Desainnya bisa untuk memata-matai data (spyware), penyandera data (hostageware), dan bahkan pencuri data atau thiefware (Hutahaean, Supriyadi, & Pertiwi, 2019).                         

 

Namun demikian yang sangat mengkhawatirkan belakangan ini adalah kejahatan yang sangat meresahkan. Karena bila sudah beraksi, tak tanggung tanggung penjahat Soceng dengan memanfaatkan transaksi banking akan menguras habis uang kita. Oleh karena itu masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai modus kejahatan perbankan. Salah satunya adalah social engineering alias soceng.

 

Melansir laman infopublik.id, kejahatan perbankan soceng adalah memanipulasi psikologis korban untuk melakukan langkah-langkah tertentu sehingga nasabah memberikan data pribadi atau kunci akses pada ‘brankas digital’ atau layanan mobile banking yang mereka miliki. Kejahatan Soceng adalah kejahatan dengan memanfaatkan media during sebagai sarana untuk mengelabuhi kurbanya.  Kemudian bagaimanakah kita menyikapi permasalahan tersebut?

 

Tingkatkan Kewaspadaan

Untuk dapat bertahan tidak termakan oleh rayuan konten-konten yang tidak jelas alias konten palsu, maka para nitizen hendaknya senantiasa meningkatkan kewaspadaan. Hal ini dimaksudkan agar para nitizen khususnya pengguna mobil banking bisa mempertahankan diri untuk tidak memberikan informasi terkait dengan OTP (One Time Password) dan juga user Id.    Website palsu biasanya dengan mudah menipu kurbannya, sehingga para nitizen yang memiliki akun m-banking tanpa sadar menyerahkan OTP nya pada website dan akaun-akun palsu tersebut lantaran iming-iming tertentu.

 

Peristiwa terbaru Terbaru, modus penipuan yang marak terjadi, yakni permintaan untuk meng-install aplikasi yang mengatasnamakan jasa ekspedisi atau kurir pengiriman barang. Cara kerjanya, pelaku berpura-pura sebagai kurir dan mengirimkan file ekstensi APK, disertai foto paket kepada korban. Korban pun diminta untuk mengeklik dan meng-install aplikasi tersebut. Selanjutnya, korban harus menyetujui hak akses (permission) terhadap aplikasi sehingga dari sana data pribadi yang bersifat rahasia dalam handphone korban bisa dicuri oleh pelaku.   Data yang dicuri bisa sangat beragam, data yang bersifat pribadi dan berbagai informasi yang masuk melalui SMS, termasuk data perbankan yang bersifat rahasia seperti OTP (One Time Password) dan data lainnya dapat diambil oleh fraudster (Rafie & Hutauruk, 2023).

 

Menyikapi permasalahan tersebut, tantangan kita-kita sebagai seorang psikolog dan ilmuwan psikologi adalah, membuat sebuah skema bagaimana kita bisa memagari agar masyarakat kita bisa bertahan dan tidak mudah terbujuk dengan rayuan konten-konten iklan yang menyesatkan dan mengarah pada kejahatan soceng.     

                       

Disisi lain Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto, nasabah dan masyarakat agar lebih berhati-hati dengan modus kejahatan perbankan tersebut. Ia juga berharap agar korban dari kejahatan perbankan tidak bertambah. “Nasabah agar selalu waspada terhadap berbagai modus tindak kejahatan social engineering. Kerahasiaan data pribadi dan data transaksi perbankan harus terus dijaga, tidak hanya oleh pihak bank, namun juga oleh nasabah,” ujar Aestika seperti yang dikutip dari infopublik.id pada Desember 2022 lalu.                                                                        

 

Aestika (dalam Isma, 2022) mengungkapkan bahwa BRI pun secara masif terus melakukan himbauan kepada nasabah agar lebih berhati-hati, serta tidak mengunduh, menginstal, maupun mengakses aplikasi tidak resmi. Aestika (dalam Isma, 2022) juga meminta Nasabah meningkatkan kewaspadaan dengan tidak memberikan informasi data pribadi maupun data perbankan yang bersifat rahasia (seperti user id mobile banking, password, PIN, One Time Password/OTP dan sebagainya) kepada pihak mana pun, termasuk yang mengatasnamakan BRI, selanjutnya apabila masyarakat sudah terlanjur meng-install aplikasi yang tidak dikenal tersebut, maka diimbau untuk segera melakukan uninstall aplikasi yang tidak dikenal tersebut.    

           

Pendapat lain dikemukakan oleh Executive Vice President Center of Digital BCA Wani Sabu mengatakan, sebagian besar laporan kejahatan perbankan yang diterima BCA adalah dengan modus social engineering (soceng) atau sekitar 99%. Modus soceng bisa dilakukan dengan beragam cara (Isma, 2022). Misalnya, penjahat berpura-pura sebagai kurir paket yang mengirimkan link resi lewat WhatsApp, atau berpura-pura sebagai petugas customer service bank, mengirim surat undangan pernikahan, hingga meminta upgrade menjadi nasabah prioritas. Lewat modus soceng, penjahat memancing masyarakat untuk mengeluarkan data pribadinya seperti PIN, password, kode OTP, dan data lain yang kemudian dimanfaatkan penjahat untuk membobol rekening nasabah tersebut.

 

Referensi:

 

Rafie, B. T., & Hutauruk, D. M. (Maret 18, 2023). Mengenal Kejahatan Soceng. Kontan. Jakarta.

Hutahaean, E. S. H., Supriyadi, T., & Pertiwi, Y. W. (2019). Psikologi Kriminal. Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

Isma. (Desember 11, 2022). BRI imbau nasabah dan masyarakat agar mewaspadai kejahatan social engineering.  infopublik.id. Ditemukan kembali di https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/693295/bri-imbau-nasabah-dan-masyarakat-agar-mewaspadai-kejahatan-social-engineering