ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 06 Maret 2023

 

Menjadi Remaja Asertif

 

Oleh

Dian Jayantari Putri K. Hedo1 & Nicholas Simarmata2

 1Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

2Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

 

Terdapat beberapa kasus yang dialami remaja terkait asertivitas. Salah satu diantara kasus tersebut adalah fenomena tawuran di kalangan remaja. Tawuran pada remaja dapat dipicu oleh beberapa hal, salah satunya adalah ketidakmampuan remaja dalam bersikap asertif untuk menolak ajakan dari lingkungan sekitarnya dalam melakukan suatu kegiatan. Remaja melakukan tawuran bersama temannya atas dasar menjaga kekompakan dan kebersamaan antar teman yang telah mengajaknya dalam kegiatan tersebut. Remaja merasa enggan jika menolak ajakan temannya dan cenderung bersedia ketika diminta membantu temannya dalam kegiatan tersebut. Menurut data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Provinsi Banten yang dimuat dalam surat kabar Kompas (Kompas, 2022), terdapat 27 kasus tawuran yang terjadi selama bulan Mei hingga November 2022 dan melibatkan 285 orang remaja di Provinsi Banten. Dari beberapa kasus tawuran remaja tersebut, terdapat 4 orang remaja yang menjadi korban meninggal dunia.

 

Individu yang bersikap asertif adalah individu yang tegas berani menyatakan perasaan mereka, meminta apa yang mereka inginkan dan mampu mengatakan “tidak (ada)” tentang suatu hal. Individu tersebut bertindak yang terbaik dan berpihak kepada hak atau kebenaran (Novalia & Dayakisni, 2013). Menjadi asertif mensyaratkan apa hak-hak anda atau apa yang diinginkan dari suatu situasi dan mempertahankannya sekaligus tidak melanggar hak orang lain. Keasertifan adalah keadaan pikiran dan menjalankannya serta mempunyai keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal tertentu. Keasertifan adalah mampu menyatakan bahwa anda tidak memilih untuk mengklaim hak anda di dalam semua situasi karena anda tahu jika anda mau atau perlu melakukannya maka anda dapat melakukannya. Asertif adalah saat individu harus selalu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mampu bersikap terbuka, tegas dalam menyatakan pendapat atau pikiran terhadap orang lain tanpa kehilangan rasa percaya diri (Atkinson, 1997).

 

Ada beberapa karakteristik dari perilaku asertif yaitu (Lioyd, 1991): a) Mampu mengatakan “tidak” dengan sopan dan tegas. Individu tersebut mampu menyatakan “tidak” ketika ada keinginan dari orang lain ataupun pandangannya; b) Mampu mengekspresikan perasaan jujur. Individu tersebut tidak menyangkal perasaan atau keinginannya terhadap orang lain, bersikap realistis, tidak melebih-lebihkan atau mengecilkan sesuatu hal; c) Individu tersebut akan berbicara sesuai kenyataan dan jujur kepada orang lain; dan d) Mampu mengekspresikan kesukaan dan prioritas. Individu tersebut tidak menangguhkan sesuatu untuk bergaul dengan siapapun dan akan menyatakan prioritas atau kesukaannya tanpa ada perasaan tertekan.

 

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan di beberapa wilayah di Indonesia, dapat diketahui bahwa tawuran merupakan kejadian yang cukup banyak dilakukan oleh remaja pada saat ini (KPAI, 2022). Beberapa kasus tawuran yang terjadi bahkan melibatkan adanya korban meninggal dari kalangan remaja. Hal ini menimbulkan ironi yang perlu mendapat perhatian dan kajian yang lebih menyeluruh dan mendalam. Pada dasarnya kegiatan tawuran merupakan suatu bentuk kegiatan interaksi manusia yang bersifat saling merugikan antara pihak yang terlibat, dimana beberapa pihak tersebut bertujuan untuk saling menyakiti secara fisik yang dilakukan dengan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu tertentu (Alberthus et al., 2022). Tawuran adalah kegiatan yang menuntut adanya kesediaan beberapa orang atau pihak dalam bersama-sama melakukan tindakan tersebut. Tawuran dapat terjadi dengan adanya ajakan dan persuasi yang dilakukan oleh individu satu kepada individu lainnya secara komunal. Adanya unsur kebersamaan dan pemufakatan yang bersifat negatif pada kegiatan tawuran berkaitan dengan keadaan dan dinamika yang sedang terjadi pada diri remaja pada umumnya.

 

Pada fase usia remaja, terdapat keinginan yang kuat pada diri remaja untuk melakukan konformitas dengan teman atau sebayanya. Lingkungan sekitar memberikan pengaruh yang besar pada diri remaja. Remaja cenderung mudah meniru dan ikut melakukan hal-hal yang juga dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Remaja juga cenderung mudah menerima ajakan dan rayuan dari teman dan sebayanya (Hidayat & Nurhayati, 2019). Mereka cenderung berfokus pada pentingnya menjaga kebersamaan dan melakukan identifikasi diri dengan lingkungan dan teman sebaya. Remaja juga sedang berada pada fase pembentukan identitas diri. Pada fase ini remaja belum memiliki diri dan identitas diri yang stabil (Erikson, 1994). Remaja cenderung belum memiliki pendirian teguh dan belum mampu mempertahankan prinsip dengan percaya diri. Remaja juga rentan tidak mampu menolak pengaruh dan keterlibatan lingkungan terhadap dirinya (Lansford & Banati, 2018).

 

Berbagai karakteristik remaja tersebut membuat remaja menjadi rentan terpapar pada berbagai pengaruh dan ajakan oleh lingkungan sekitarnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang negatif, salah satunya adalah tawuran. Remaja dapat terlarut dalam pengaruh yang diberikan oleh sebayanya yang mengajak remaja untuk melakukan tawuran. Remaja dapat melakukan tawuran dengan dasar ingin mempertahankan solidaritas dengan kelompok sebayanya dan juga dapat dilakukan dengan dasar tidak dapat menolak ajakan dari kelompoknya (Putri et al., 2022). Dalam hal ini berarti remaja belum mampu bersikap asertif. Remaja perlu memiliki kemampuan untuk bersikap asertif agar mampu menghadapi dan mengatasi konflik yang dapat muncul ketika melakukan berbagai tugas perkembangan hidup pada fase usia remaja, sehingga remaja tidak melarikan diri ke hal-hal yang bersifat negatif atau merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya (Widjaja & Wulan, 1998).

 

Remaja yang tidak berani menyatakan perasaan dan keinginan mereka serta tidak mampu menolak ajakan atau tawaran yang diberikan lingkungan sekitar kepada mereka, cenderung dapat terjebak dalam keterlibatan pada kegiatan yang bersifat negatif seperti tawuran (Putri et al., 2022). Dapat dikatakan bahwa remaja perlu memiliki sikap asertif agar dapat melakukan komunikasi verbal dan nonverbal yang efektif dengan kelompok sebayanya ketika menerima tawaran untuk ikut melakukan tawuran. Dengan bersikap asertif remaja dapat mempertahankan prinsipnya dan berpihak pada kebenaran, seperti yang menjadi hakikat dari sikap asertif. Remaja juga dapat terhindar dari keterlibatan yang tidak perlu dan tidak diinginkannya terkait kegaitan-kegiatan yang bersifat negatif seperti yang dilakukan oleh lingkungan dan teman sebayanya (Mantzouranis et al., 2019).

 

Asertivitas di dalam diri remaja berperan dalam meningkatkan kualitas kehidupan sosial yang dimiliki oleh remaja, mengasah kemampuan personal dan kemampuan komunikasi efektif remaja dengan lingkungan sekitar, serta mengurangi konflik yang terjadi pada interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan sebayanya. Hal ini dapat membantu remaja dalam membangun hubungan sosial yang berkualitas dan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang efektif. Asertivitas pada diri remaja juga melatih remaja untuk mampu menyadari dan mempertahankan kebenaran dalam berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya (Parmaksız, 2019). Dengan demikian remaja dapat berfokus pada kegiatan positif yang dapat membangun pengalaman kehidupan yang positif serta menghindari paparan dan keterlibatan dengan berbagai kegiatan yang bersifat negatif dan merugikan diri remaja.

 

Referensi:

 

Alberthus, B. Y., Metekohy, L. M., & Bakker, R. (2022). Peran Kepolisian dalam Menyelesaikan Tawuran antar Warga sebagai Upaya Mewujudkan Perilaku Warga Negara yang Baik. Jurnal Kewarganegaraan, 6(1), 1804–1809. https://journal.upy.ac.id/index.php/pkn/article/view/2830

Atkinson, J. M. (1997). Pengantar psikologi. Interaksara.

Erikson, E. H. (1994). Identity and the Life Cycle. W. W. Norton & Company.

Hidayat, N., & Nurhayati, S. R. (2019). The Effect of Social Support and Hope on Resilience in Adolescents. Humaniora, 10(3), 219–225. https://doi.org/10.21512/humaniora.v10i3.5852

Kompas. (2022, November). Komnas Anak: 285 Orang Anak Terlibat Tawuran di Banten, 4 Meninggal Dunia. Kompas. https://regional.kompas.com/read/2022/11/13/121109278/komnas-anak-285-orang-anak-terlibat-tawuran-di-banten-4-meninggal-dunia

KPAI. (2022). Catatan Pelanggaran Hak Anak Tahun 2021 dan Proyeksi Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2022.

Lansford, J. E., & Banati, P. (2018). Handbook of Adolescent Development Research and Its Impact on Global Policy. Oxford University Press.

Lioyd, S. (1991). Mengembangkan perilaku asertif yang positif. Binarupa aksara.

Mantzouranis, G., Baier, V., Holzer, L., Urben, S., & Villard, E. (2019). Clinical significance of assertive community treatment among adolescents. Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology, 54(4), 445–453. https://doi.org/10.1007/s00127-018-1613-z

Novalia, & Dayakisni, T. (2013). Perilaku asertif dan kecenderungan menjadi korban bullying. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(1), 169–175.

Parmaksız, İ. (2019). Relationship of Phubbing, a Behavioral Problem, with Assertiveness and Passiveness: A Study on Adolescents. International Online Journal of Educational Sciences, 11(3), 34–45. https://doi.org/10.15345/iojes.2019.03.003

Putri, R. A., Kristiningrum, W., & Nilawati, I. (2022). Promosi Kesehatan untuk Meningkatkan Perilaku Asertif sebagai Upaya Mengurangi Kecenderungan Kenakalan Remaja. Indonesian Journal of Community Empowerment, 4(1), 1–11. https://doi.org/https://doi.org/10.35473/ijce.v4i1.1626

Widjaja, P. D. C., & Wulan, R. (1998). Hubungan antara Asertivitas dan Kematangan dengan Kecenderungan Neurotik pada Remaja. Jurnal Psikologi, 2, 56–62.