ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 04 Februari 2023
Empati Dan Tahapan Design Thinking: Penerapan Dalam Optimalisasi Proses Vaksinasi Pada Lansia
Oleh:
Amy Mardhatillah
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Saat in terdapat berbagai cara dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan, salah satunya adalah menggunakan pendekatan design thinking. Pada pendekatan ini, explorasi ide, pengembangan pemikiran yang kreatif, membangun prototipe bersama pengalaman dan umpan balik dari pengguna dilakukan untuk menciptakan kreativitas dan inovasi lebih baik terhadap produk dan penyelesaian masalah yang dihadapi (Razzouk, and Shute, 2012).
Design thinking memiliki alur proses yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat menghasilkan pendekatan identifikasi dan pemecahan masalah terstruktur (Razzouk, and Shute, 2012). Alur proses ini dapat dimodifikasi sesuai dengan permasalah dan persyaratan solusi. Langkah awal dari proses design thinking ini adalah dengan mengidentifikasi kebutuhan manusia melalu fase empati (Leverenz, 2014).
Empati sebagai salah satu tahapan dalam pendekatan design thinking dapat digunakan untuk membuat user journey, salah satunya dalam implementasi vaksinasi COVID-19 yang efektif di seluruh Indonesia. User journey ini dapat digunakan untuk program komunikasi yang sukses, dimana kita dapat menggunakan informasi yang dikumpulkan pada fase empati design thinking untuk memahami berbagai pemangku kepentingan dan analisis sentiment pada segmen yang menjadi target, mengetahui kesulitan mereka, dan memperoleh keuntungan di setiap titik kontak program vaksinasi dengan masyarakat yang akan divaksin. Oleh karena itu, pesan yang sesuai dengan strategi penyampaian yang relevan dapat diimplementasikan untuk setiap personal dari user journey berdasarkan hasil analisis pada tahap empati ini.
Fase empati pada tahapan design thinking ini dapat dilakukan dengan mewawancarai pelanggan tersegmentasi yang akan menjadi populasi target vaksinasi seperti lansia. Mengkaji data sekunder tentang permasalahan yang ada dalam mendorong partisipasi lansia untuk mendapatkan vaksinasi, serta mengumpulkan informasi tentang komunikasi terkait program vaksinasi. Dari proses tersebut, kita dapat memahami bahwa kekhawatiran terbesar di kalangan lansia untuk mendapatkan vaksinasi adalah mereka tidak memiliki akses ke internet dan hambatan teknologi lainnya dalam mendaftarkan diri untuk vaksinasi. Selain itu, bagi sebagian lansia yang sangat religius, hoaks terkait agama dan fanatisme tidak tertangani dengan baik. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk tidak mendapatkan vaksinasi. Sulitnya menjangkau tempat vaksinasi juga menjadi kendala bagi lansia. Berdasarkan data yang kami temukan pada tahap empati, program komunikasi sebelum, selama, dan sesudah vaksinasi diperlukan khususnya untuk lansia.
Tujuan pertama dari fase empati ini adalah memahami kebutuhan pelanggan dan memprioritaskan apa yang diinginkan pelanggan (Lockwood, 2009). Kedua adalah memberikan wawasan mendalam tentang apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari solusi yang diharapkan (Leverenz, 2014). Ini akan memastikan Anda memiliki terjemahan yang lebih baik dari sistem atau solusi saat ini dan solusi yang diharapkan. Adapun tugas tertentu yang dapat dilakukan pada fase empati menurut Lockwood (2009) adalah:
1. Terlibat dan berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan.
2. Menggunakan metode inovatif untuk mengumpulkan informasi dengan melakukan wawancara, membuat kuesioner, bertukar pikiran dengan tim, dan menyarankan solusi alternatif untuk memahami kebutuhan. Tidak lupa untuk mencatat pengamatan agar dapat menjawab apa yang dibutuhkan, bagaimana solusi yang diinginkan, dan mengapa solusi tersebut dibutuhkan. Jawaban dari ketiga pertanyaan ini akan membantu kita memahami kebutuhan dengan lebih baik, karena, dalam kebanyakan proses, Anda akan mengikuti pedoman tertentu selama tahap ini.
3. Mengadopsi metode yang tepat untuk mengumpulkan informasi. Hal ini juga akan membantu kita dalam mengidentifikasi jenis pemangku kepentingan. Jika mereka konservatif, berikan kuesioner, lakukan wawancara empat mata dengan semua pemangku kepentingan sehingga Anda dapat mengidentifikasi masalah tertentu. Anda kemudian dapat mengkategorikan masalah ini menjadi masalah khusus dan masalah umum. Pastikan bahwa semua pemangku kepentingan terlibat pada tahap ini secara positif. Ini akan memungkinkan Anda untuk mengumpulkan informasi yang maksimal dan konkret tentang masalah yang dihadapi para pemangku kepentingan. Cobalah mengalami masalah sehingga Anda dapat memahami keseluruhan sistem dan dampak individual dari masalah tersebut. Ingatlah untuk selalu mendokumentasikan sehingga Anda dapat beralih ke tahap berikutnya dengan lancar.
Dengan mengimplementasikan tahap empati dari pendekatan design thinking khususnya terkait optimalisasi proses implementasi vaksinasi lansia, penerimaan lansia terhadap vaksinasi dan kinerja vaksinasi dapat terus meningkat dengan memastikan pemahaman terhadap masalah dan persepsi lansia terhadap program vaksinasi serta membuat keputusan dan mencarikan solusi terhadap permasalahan yang muncul dan memastikan solusi yang diberikan mengakomodir kesulitan-kesulitan yang dirasakan pada pengumpulan informasi di tahap empati di pendekatan design thinking.
Referensi:
Leverenz, C.S., (2014). Design thinking and the wicked problems of teaching writing. Computers and Composition, 33, 1-12. Doi: 10.1016/j.compcom.2014.07.
Lockwood, T., (ed.) (2009). Design Thinking: Integrating Innovation,Customer Experience and Brand Value. 3rd edition. New York: Allworth Press.
Razzouk, R., and Shute, V., (2012). What is Design Thinking and Why is it Important? in Review of Education Research, 82(3), 330-348.