ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 03 Februari 2023

 

Psikologi Sufi : Meneropong Penyakit Sombong dan Iri Hati

Oleh:

Sidiq Rahmadi

Magister Psikologi Sains, Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Latar Belakang

Pandemi Covid telah mengubah kehidupan manusia, perubahan yang terlihat adalah pergeseran perilaku yang menghabiskan banyak waktu untuk teknologi. Sebagian besar kehidupan yang dijalani dihabiskan di dunia maya meski sebenarnya mereka hidup di dunia nyata. Data ditujukan ke seluler.id (2023) Husni menyebutkan per Oktober 2022 ada 260 juta pengguna data aktif di Indonesia. Kompas (2022) Direktur Pemberdayaan Informatika, Bonifasius Wahyu Pudjianto menyatakan bahwa rata-rata setiap pengguna mengakses internet selama 8 jam 36 menit sehari. Wajar di era teknologi ini untuk menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial. Karena banyak manfaat yang bisa diambil baik dari segi pengetahuan, ekonomi, meningkatkan relasi dll. Tentunya selain manfaat juga banyak masalah yang muncul dengan hadirnya teknologi terutama masalah psikologis.

 

Melihat informasi yang disajikan dimedia sosial banyak mengandung nilai materialistis. Konten-konten yang kebanyakan viral belakang ini adalah yang mengandung kesedihan dan pamernya kekayaan. Yang baru saja viral ialah konten yang berisi ibu disuruh mandi lumpur demi viral dan mendapatkan pemasukan. Selain itu ada remaja dibawah umur sedang patah hati dan dibuat lelucon. Disisi lain konten yang banyak penontonnya ialah konten-konten yang menampilkan harta kekayaan, menunjukkan isi rekening, menyebutkan outfit yang dipakai, pamer mobil mewah dll.  Tulisan ini tentunya tidak mau mempermasalahkan maupun membenarkan tetapi ingin mengajak pembaca agar selektif dan tepat dalam menangkap informasi dan mengontrol emosi  demi menjaga Kesehatan mental.

 

Psikologi Sufi

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yakni psychology yang merupakan gabungan dari kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Olehnya itu, secara harfiah dapat dipahami bahwa psikologi adalah ilmu jiwa (Saleh, 2018). Sedangkan

 

Menurut bahasa, tasawuf berasal dari kata sufi, sedangkan kata sufi sendiri dikatakan berasal dari kata shafa (kesucian) dan shafwa (pilihan). Menurut berbagai pendapat (dalam Valiudin, 1993) seorang sufi adalah orang yang suci hatinya dan bersih dalam perbuatannya. Sementara itu Abu al Hasan al-Nuri (dalam sajari, 2015), misalnya mengatakan bahwa tasawuf bukanlah bentuk dan juga bukan ilmu, melainkan akhlak.

 

Psikologi sufi dapat diartikan secara tersirat sebagai suatu ilmu psikologi yang mempusatkan studi mengenai tiga konsep utama, yaitu hati, jiwa, dan ruh (Frager, 2014). Sementara menurut Wahyudi (2018) Psikologi dan Tasawuf adalah  suatu ilmu yang membahas tentang kejiwaan manusia mempunyai tugas memberi solusi dan mengatasi problematika manusia dalam menjalani kehidupan. Pemaparan diatas dapat diambil pengertian yaitu suatu ilmu yang berkaitan dengan kejiwaan dalam islam yang berdampak pada akhlak atau perilaku kita. Psikologi sufi dapat digunakan untuk meneropong penyakit jiwa di dalam diri dengan tujuan agar kita dapat berinstropeksi diri guna mempunyai akhlak yang baik.

 

Sombong dan Iri Hati perspektif Psikologi Sufi

Saat ini manusia lebih terbebani pada aspek fisik daripada mental. Misalnya kakinya sakit atau badannya mulai terasa sedikit demam, langsung panik untuk mengobatinya, tetapi Saat hati dihinggapi rasa iri dan sombong orang tetap santai dan bahkan membenarkan perasaan tersebut.

 

Media Sosial telah meberikan beragam informasi yang didalamnya tentunya dapat memberi stimulus yang dapat munculnya rasa sombong dan iri hati. Perasaan itu bisa mucul tergantung pribadi manusia masing-masing dalam memaknai setiap informasi yang diterimanya.

 

Imam al-Ghazali (1994) mengatakan, sombong adalah sifat dan perilaku manusia yang cenderung memuji, mengagungkan, melebih-lebihkan, dan menganggap diri lebih unggul dari orang lain. Disini kita melihat bagaimana seseorang yang sombong akan merasa dirinya lebih unggul dari orang lain, sehingga menganggap orang lain lebih rendah. Sombong disini bisa terkait ilmu, amal, keturunan, paras yang baik, harta, dll. Hadis yang diriwayatkan Muslim dalam Taufikurrahman (2018) menyatakan bahwa sombong akan menjadi penghalang manusia untuk masuk surga. Dalam kajian Psikologi barat kajian ini dinamakan Arrogant yang menurut Smith dan Van Dijk (2008) mempunyai dimensi memikirkan diri sendiri atau kemalangan orang lain dengan keangkuhan dan kesenangan yang berlebihan.

 

Sedangkan iri hati Menurut Mutawalli yakni keinginan meghilangkan nikmat yang dimiliki seseorang meskipun seseorang tersebut tidak mendapatkan sesuatu apapun (Shihab, 2007). Perasaan iri hati menimbulkan rasa kalah dengan orang lain, rendah diri dan tidak percaya diri. Iri Hati dalam istilah psikologi modern disebut Smith dan Kim (2007) dengan envy, yaitu perasaan tidak senang dan seringkali disertai rasa tersiksa hati yang ditandai dengan adanya perasaan inferior, memusuhi serta membenci keadaan seseorang.

 

Smith (2013) menyebut bahwa kedua istilah tersebut merupakan sisi gelap sifat manusia. Karena disebabkan beberapa hal: yakni, mendapatkan kegembiraan justru pada saat orang atau kelompok lain mengalami kesengsaraan (Syahid dkk, 2021).

 

Penyakit diatas adalah penyakit batin yang karenanya akan mengakbatkan seseorang memiliki perilaku yang buruk jika dituruti. Perlunya kita meneropong dalam diri agar kita dapat melakukan Muhasabah (perenungan). Menurut Ibnu Qoyim perenungan merupakan awal dan kunci kebaikan sekaligus cara yang baik untuk menumbuhkan hati (Badri, 2018). Perenuangn yang dimaksud ialah bagaimana kita mencari kebaikan pada diri orang lain dan mencari kekurangan diri sendiri sehingga kita dapat mengevaluasi kesalahan, mengurai problematika , sekaligus mencari solusinya. Media sosial adalah ladang untuk kita menanam kebaikan dan memanen kebaikan pula.

 

Referensi:

 

Achmad, Syahid,. Al Ghozali.Dandis Safanah, Lavirni Salma Febriyani,  Luthfiah Mar’atus Sholehah, Mahdi Munip. 2021.  Meilendy Khotimah. Mengenal Schadenfreude & Glücksschmerz. Haja Mandiri: Ciputat

Ayunda Pininta . 2022. Berapa Lama Orang Indonesia Menggunakan Internet Setiap Hari?". https://www.kompas.com/edu/read/2022/05/31/103951971/berapa lama-orang-indonesia-menggunakan-internet-setiap-hari?page=all.

Al-Ghazali, Imam. 1994. Tentang Bahaya Takabbur,terj. Ny. Kholilah Marhijanto. Surabaya: Tiga Dua

Badri, Malik. 2018. Contemplation: An Islamic Psychospiritual Study, London: International Institute of Islamic Though

Fahusni, Febrian. 2023. Data Statista: Pengguna Media Sosial Di Indonesia Naik Tiap Tahun. Selular.ID.  https://selular.id/2023/01/data-statista-pengguna-media-sosial-di-indonesia-naik-tiap-tahun/

Frager, R. (2014). Psikologi Sufi: Untuk Transformasi Hati, Jiwa, dan Ruh, terj. Hasmiyah Rauf. Zaman

Sajari, Dimyati. 2015. Keontikan Ajaran. Tasawuf. Jurnal Dialog Volume 38 No 2

Saleh, Adnan Achiruddin. 2018. Pengantar Psikologi. Penerbit Aksara Timur: Makasar

Shihab, M. Quraish. 2007.  Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera Hati, 2007

Smith, R. H. & Kim, S. H. (2007). Comprehending envy. Psychological Bulletin, 133, 46-64

Smith, R. W., van Dijk, W. W. (2018). Schadenfreude and glucksschmerz. Emotion Review, 10(4), 293–304. https:// doi.org/10.1177/17540739187

Taufikurrahman. 2020. Somboang Dalam Al-Qur’an Sebuah Kajian Tematik . Tafsere Volume 8 Nomor 1

Valiudin, Mir. 1993 Tasawuf dalam Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus

Wahyudi, M. Agus. 2018. Psikologi: Tasawuf Sebagai Terapi. Esoterik : Jurnal Akhlak dan Tasawuf Volume 04 Nomor 02 https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/esoterik/article/view/3582