ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 03 Februari 2023

 

Servant Leadership

 

Oleh:

Laila Meiliyandrie Indah Wardani12, Feny Cholisoh2, Helsa Rizmi Ayu2, & Indra Kusumah1

1Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

2Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta

 

Kepemimpinan yang melayani atau servant leadership merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada kepuasan orang lain dalam hal ini adalah bawahan, organisasi, lembaga maupun masyarakat yang dipimpinnya. Dalam konteks ke-Indonesiaan, kepemimpinan yang melayani sering sekali terlihat pada pemimpin-pemimpin komunitas sosial maupun organisasi nirlaba seperti LSM, para pemuka agama (Marianti, 2011), serta pengurus kemasyarakatan (RT, RW, dan lainnya), kepala institusi pendidikan (Kewo & Salam, 2017) maupun siapapun yang memiliki jiwa altruisme tinggi (Jit, Sharma, & Kawatra, 2017).

 

Dalam skala internasional, praktik aplikasi servant leadership diadopsi oleh CEO perusahaan minuman ringan seperti Coca Cola Company. Muhtar Kent merupakan sosok di balik suksesnya Coca Cola Company bertahan di tengah gempuran persaingan bisnis. Ia memperlakukan pekerjanya sebagai mitra dengan menjunjung tinggi penghormatan dan martabat para pekerjanya. Muhtar memposisikan para pekerjanya sebagai istrinya yang harus dilayani dan diberi penghormatan dan hak untuk mengembangkan potensi (The CEO Forum, 2017). Muhtar menambahkan bahwa selain strategi dan adaptif terhadap perubahan, hal yang penting sebagai seorang pemimpin adalah hubungannya dengan orang lain (The CEO Forum, 2017).

 

Hubungan dengan orang lain baginya penting untuk terus mendapat masukan mengenai produk yang dimilikinya. Seorang pemimpin menurutnya tidak baik ketika terisolasi dalam dokumen-dokumen tanpa melihat realita mitranya di lapangan. Sebagai CEO perusahaan minuman, Muhtar Kent sering mengunjungi para pekerjanya, para mitranya seperti took-toko yang menjual produknya. Ia mengajaknya makan bersama, berdiskusi dan meminta masukan terkait produk yang dihasilkannya (The CEO Forum, 2017).

 

Untuk menjadi seorang servant leadership, seseorang harus memiliki motivasi untuk melayani, artinya adanya perkembangan potensi dari pengikut atau bawahan tidak harus menjadi tujuan organisasi melainkan tumbuh dengan kesadarannya sendiri. Karena yang terpenting adalah servant leadership, mewadahi kebutuhan-kebutuhan tiap pengikut atau bawahannya. Selain itu, pemimpin juga harus memiliki motivasi untuk membuat organisasi atau lembaga yang dipimpinnya bertahan. Kemudian memiliki motivasi untuk mengekspresikan jati diri. Hal lainnya adalah memiliki motivasi untuk melakukan hal-hal sesuai norma dalam organisasi yang menghasilkan perilaku pengikut atau bawahan yang juga tepat. Poin penting lainnya bagi seseorang yang ingin mengimplementasikan servant leadership adalah ia harus memiliki keinginan untuk melakukan cara-cara yang luar biasa demi keberhasilan organisasi dan kinerja jangka panjang.

 

Namun itu saja tidak cukup, seorang yang ingin menerapkan kepemimpinan ini, ia harus juga memiliki motivasi untuk melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan artinya berbagi kepemimpinan dan tanggung jawab organisasi dengan pengikut atau bawahan. Selain itu, dalam aplikasinya seorang pemimpin yang melayani harus memiliki motivasi untuk mencari tahu makna atau arti dari pekerjaannya. Dimana melalui hal tersebut dapat meningkatkan nilai dan budaya organisasi dengan memunculkan adanya panggilan hati. Motivasi untuk mencapai tujuan dari organisasi juga harus dimiliki seseorang yang ingin menjadi pemimpin yang melayani, mereka tidak memiliki orientasi pada diri sendiri. Sehingga fokus kinerjanya adalah tercapainya tujuan dari organisasi (Rachmawati & Lantu, 2014).

 

Servant leadership merupakan gaya kepemimpinan yang unik karena menjadikan altruisme sebagai komponen utamanya dalam proses kepemimpinan. Servant leadership mempercayai bahwa pemimpin harus mengedepankan pengikutnya atau bawahannya, berbagi kontrol dengan bawahan atau pengikutnya serta memberikan kesempatan bagi pengikut atau bawahannya untuk bertumbuh dan berkembang sesuai potensinya (Northouse, 2013). Gaya servant leadership merupakan satu-satunya pendekatan kepemimpinan yang membingkai sebuah kepemimpinan dengan prinsip kepedulian terhadap orang lain.

 

Selain itu, servant leadership tidak menggunakan faktor pengaruh atau kekuasaan dalam kepemimpinannya. Hampir semua teori kepemimpinan menggunakan faktor pengaruh sebagai faktor yang positif dalam proses kepemimpinannya. Tetapi servant leadership melakukan sebaliknya bahwa seorang pemimpin tidak boleh bersikap mendominasi, mengarahkan, dan bersifat mengontrol atau mengendalikan. Melainkan seorang pemimpin harusnya berbagi kendali dan pengaruh (Mutia & Muthamia, 2016). Kelebihan lainnya adalah servant leadership berhasil meng-handle kebutuhan pengikut atau bawahan dan menciptakan iklim organisasi yang adil terhadap karyawan atau bawahan (Brewer, 2010).

 

Meskipun servant leadership memiliki banyak kelebihan tetapi pendekatan ini juga memiliki keterbatasan. Kelemahan pertama adalah terletak pada judulnya yaitu “servant leadership” dimana hal tersebut terlihat kontradiktif, khayalan, dan aneh (Northouse, 2013). Selain itu, meskipun servant leadership menggabungkan pengaruh tetapi mekanisme bagaimana pengaruh berfungsi sebagai bagian dari kepemimpinan ini tidak sepenuhnya dijelaskan dalam pendekatan ini. Hal lainnya yang terlihat sebagai kelemahan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatannya yang cenderung soft tidak sesuai untuk lingkungan yang kompetitif dan pemimpin yang menerapkan kepemimpinan ini cenderung tertinggal dari pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang lain (Nayab, 2011).

 

Referensi:

 

Brewer, C. (2010). Servant leadership: a review of literature. Journal of workforce Education and Development, 4(2), 2-8.

Jit, R., Sharma, C.S., & Kawatra, M. (2017). Healing a broken spirit: Role of servant leadership. The Journal for Decision Makers, 42(2); 80–94

Marianti, M. M. (2011). Nilai-nilai kristiani dalam kepemimpinan pelayanan. Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Unpar, 15(1), 97-113.

Mutia, P. M., & Muthamia, S. (2016). The dichotomy of servant leadership and Its practicality on the African Continent. International Educative Research Foundation and Publisher. Vol:-4 No-05, 135.

Nayab, N (2011), Servant leadership theory - strengths and weaknesses (Online). Available: http://www.brighthub.com/office/home/articles/73511.aspx

Northouse, P. (2013). Leadership, theory and Practice, 6th Edition. London: Sage Publications.

Rachmawati, A. W., & Lantu, D, C. (2014). Servant leadership theory development & measurement. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 115(2014), 387 – 393.

The Ceo Forum. (2017). Chairman of the board of directors the coca cola company. Ditemu Kembali di: https://theceoforumgroup.com/wp-content/uploads/2017/09/september-2017-ceo-forum-magazine.pdf.