ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 02 Januari 2023

 

Menjadi Kreatif Melalui Keberagaman Budaya Indonesia

 

Oleh:

Stephanie Y Indrasari & Eko A Meinarno

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

 

Pendahuluan

Siapa bilang bahwa pidato ilmiah dan kejadian kemajuan teknologi tidak menggugah terbangunnya bahan kajian baru? Sukarni Catur Utami mencatat dalam disertasinya yang berjudul Creavity and education: a study of the relationships between measures of creative thinking and a number of educational variables in Indonesian primary and Junior Secondary School (Utami, 1977), bahwa pidato Guilford tahun 1950 tentang kreativitas perlu dikembangkan melalui pendidikan dan berhasilnya Uni Soviet (US) membuat satelit pertama di dunia adalah pemicu utama kepedulian terhadap konsep kreativitas.

 

Lantas mengapa kreativitas menjadi penting? Peluncuran satelit dari US mengguncang karena kemampuan pikir meningkat tajam setelah perang dunia kedua. Sejak itu perkembangan teknologi dan perubahan sosial menjadi sangat cepat. Saat ini perkembangan teknologi yang membuat situasi kondisinya (bisa) menjadi tidak terduga/terprediksi, baru/berbeda, dinamis (mudah berubah), dan kompleks. menghadapi keadaan ini maka menjadi pribadi kreatif ternyata merupakan salah satu keterampilan yang sangat dibutuhkan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi tantangan abad 21 (OECD, 2008).

 

Dengan menjadi kreatif, seseorang akan mampu menghasilkan ide unik atau gagasan orisinil, hingga memunculkan solusi baru yang (mungkin) belum terpikirkan oleh orang lain yang bermanfaat dan bermakna. Kemanfaatan dan dampaknya dapat terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dan lingkungan (Kemdikbud, 2020).

 

Bagaimana Seseorang Tumbuh menjadi Pribadi yang Kreatif?

Kreativitas tumbuh secara dinamis sejalan dengan tahapan perkembangannya (Hui, He, & Wong dalam Kaufman & Sternberg, 2019). Bahkan pada anak usia dini, mereka bisa mengekspresikan diri melalui lagu ciptaannya sendiri yang di dalamnya mengandung cuplikan puisi favoritnya. Anak usia SD sudah mulai menunjukkan ketertarikan dan keingintahuannya untuk mendalami bidang tertentu seperti paleontology, sesuatu yang mungkin tidak banyak diketahui banyak orang. Melalui permainan dan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan anak-anak, mereka bisa mencipta gagasan atau produk kreatif yang bermanfaat untuk diri mereka sendiri (Mulyati & Sukmawjjaya, 2013). Mereka mulai bereksperimen dengan gagasan sebagai ungkapan dirinya, seperti belajar menciptakan aransemen musik, syair, bahkan lagu dan karya seni lainnya. Mereka juga sudah berani mencoba untuk menggabungkan beragam ide, yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh banyak orang. Hal-hal inilah yang membuktikan betapa kreativitas berkembang sejalan dengan tahapan usia seseorang.

 

Tumbuh kembang kreativitas ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar diri seseorang (Beghetto & Kaufman, 2014). Lebih lanjut dijelaskan juga, faktor dari dalam diri seseorang yang memengaruhi kemampuan kreativitasnya meliputi 1) kemampuan kognitif seperti berpikir divergen (Kim, 2005) dan menghasilkan alternatif/possibility thinking (Craft, 2010); 2) motivasi terhadap tugas tertentu (Hennessey & Amabile, 2010 dalam Kaufman & Sternberg, 2019); dan kepribadian seperti keterbukaan pada pengalaman baru (Feist, 2010). Sementara, faktor dari luar diri dalam hal ini lingkungan di mana seseorang bertumbuh, meliputi bagaimana interaksi yang terjadi antara individu dengan orang-orang signifikan seperti orangtua, guru, pengasuh, teman, dll. turut berkontribusi pada tinggi rendahnya daya kreativitas seseorang. Sebagai contoh, Meinarno menjelaskan bagaimana dosen mendorong mahasiswa meningkatkan tugas dari kuliah yang dikerjakan menjadi karya yang memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) (Meinarno, 2019).

 

Membangun Generasi Indonesia yang Kreatif

Kreativitas ternyata berhubungan dengan keterpaparan seseorang dengan keberagaman budaya. Semakin banyak pengalaman berinteraksi dengan budaya yang berbeda, seseorang memiliki kreativitas yang lebih tinggi dalam hal kelancaran dan keluwesan menciptakan gagasan, demikian pula dalam orisinalitas ide yang dihasilkannya (Chang, Hsu, Shih & Chen, 2014). Lebih lanjut, temuan studi Cushen dan Wiley (2011) menunjukkan bahwa keterampilan berbahasa dalam dua bahasa (bilingual) yang biasa muncul pada keluarga dengan latar belakang budaya berbeda, ternyata dapat meningkatkan kreativitas individu. Baik keterpaparan budaya yang beragam dan kemungkinan untuk memahami bahasa yang berbeda-beda, dapat dengan mudah ditemui pada keluarga Indonesia.

 

Kekayaan budaya di Indonesia sangat memberikan manfaat untuk perkembangan kreativitas seseorang. Boyd & Richerson (1995) mengemukakan bahwa keberagaman budaya dapat meningkatkan seseorang untuk mempelajari bagaimana suatu generasi menyelesaikan sebuah masalah. Kegagalan dan keberhasilan terlaksananya suatu ide, gagasan ataupun solusi pada sebuah generasi dari budaya tertentu akan mampu menghasilkan pemaknaan baru sebagai upaya adaptif pada generasi berikutnya.

 

Orangtua, guru dan orang signifikan yang berada di sekitar anak, dapat membangun terbentuknya kreativitas. Manfaatkan keberagaman budaya Indonesia sebagai modal utamanya. Berikut ini hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreativitas anak:

 

1.  Kenalkan keberagaman dan kekayaan budaya pada anak.

Keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada di Indonesia dapat menjadi modal yang baik untuk mengembangkan kreativitas anak. Mulailah dari hal-hal sederhana yang disukai anak. Sebagai contoh, produk khas suatu daerah (seperti batik, kain tenun, dll.), makanan khas daerah, tarian daerah, dan masih banyak lagi yang bisa ditelusuri sesuai minat anak dan orang tua atau guru.

 

2.  Jadilah model bagi anak.

Anak harus dapat melihat bahwa orangtua dan gurunya juga merupakan pribadi kreatif. Artinya, orangtua dan guru juga dapat menunjukkan bagaimana mengapresiasi perbedaan gagasan, terbuka pada hal-hal baru, memiliki rasa ingin tahu yang besar, peka terhadap masalah dan bisa menghasilkan solusi. 

 

3.  Berikan kesempatan anak untuk mengekspresikan pendapat.

Tidak semua tercipta dengan indah atau unik, tetapi yang terpenting adalah biarkan anak berani mengemukakan pendapat.

 

4.  Hargai pendapat dan karya anak.

Setelah anak berani mengemukakan pendapat dan menciptakan produk kreatifnya, ortu dan guru perlu memberi penghargaan dan apresiasi atas apapun yang dihasilkannya. Kelancaran dan keluwesan ide kreatif menjadi poin penting, terutama pada anak yang lebih muda. Yang perlu diingat adalah ide yang berkualitas tidak terjadi secara instan, namun membutuhkan proses yang panjang.

 

5.  Berikan masukan atas gagasan ataupun produk kreatif anak.

Orangtua dan guru diharapkan tidak terlalu cepat menilai baik/buruknya suatu gagasan atau produk yang dihasilkan anak, tapi cobalah untuk memberikan komentar dan masukan yang membangun. Dengan adanya respon positif ini akan membuat anak belajar untuk meningkatkan kualitas dari hasil karya atau gagasan yang diciptakannya.

 

Penutup

Peluang anak atau individu menjadi kreatif dapat dibentuk oleh keluarga, khususnya oleh orang tua. Membangun kreativitas menjadi diperlukan karena adanya tantangan bagi anak di masa depan. Kelak mereka menjadi individu dewasa yang siap menghadapi masalah baru dengan cara pikir yang luwes sehingga mudah membangun alternatif solusi.

 

Referensi

 

Beghetto, R.A., & Kaufman, J.C. (2014). Classroom contexts for creativity. High Ability Studies, 25, 53-69.

Boyd, R., & Richerson, P. J. (1995). Why does culture increase adaptability? Ethology & Sociobiology, 16(2), 125–143. https://doi.org/10.1016/0162-3095(94)00073-G

Chang, J., Hsu, C., Shih, N., & Chen. H. (2014). Multicultural Families and Creative Children. Journal of Cross-Cultural Psychology, 45 (8), 1288-1296.

Cushen, P.J., & Wiley, J. (2011). Aha! Voila! Eureka! Bilingualism and insightful problem solfing. Learning and Individual Differences, 21, 458-462. DOI:10.1016/j.lindif.2011.02.007

 

Feist, G. J. (2010). The function of personality in creativity: The nature and nurture of the creative personality. In J. C. Kaufman & R. J. Sternberg (Eds.), The Cambridge handbook of creativity (pp. 113–130). Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/CBO9780511763205.009

Kaufman, J., & Sternberg, R. (Eds.). (2019). The Cambridge Handbook of Creativity (2nd ed., Cambridge Handbooks in Psychology). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/9781316979839

Kemdikbud. (2020). Kajian Pengembangan Profil Pelajar Pancasila. https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/unduhan/Kajian_PPP.pdf

Kim, K.H. (2005). Can only intelligent people be creative? Journal of Secondary Gifted Education, 16, 57-66.

OECD. 2008. 21st Century Skills: How can you prepare students for the new Global Economy?

Meinarno, EA. (2019). Ketika Kreativitas dan Kerja Sama Berbuah Hak Kekayaan Intelektual. Buletin KPIN Vol.5 No. 11 Juni 2019. https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/419-ketika-kreativitas-dan-kerja-sama-berbuah-hak-kekayaan-intelektual

Mulyati, S., Sukmawijaya, A.A. 2013. Meningkatkan kreativitas pada anak. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan 2(2), 124–129.

Russ, S.W., Hoffmann, J.D., & Kaufman, J.C. 2021. The Cambridge handbook of lifespan development of creativity. New York: Cambridge University Press.

Utami, SC. (1977). Creavity and education: a study of the relationships between measures of creative thinking and a number of educational variables in Indonesian primary and Junior Secondary School. Disertasi Doktoral Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan.