ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 02 Januari 2023

 

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di Indonesia: Rendah atau Tinggi?

 

Oleh:

Krishervina Rani Lidiawati & Trisha Aurelia

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

Kemampuan berpikir kritis menjadi hal yang penting bagi perkembangan kognitif para siswa. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu siswa untuk beradaptasi pada perkembangan jaman yang sangat pesat ini. Dengan banyaknya inovasi dan informasi baru, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi. Berdasarkan data hasil dari Programne for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 yang menyatakan peringkat skor literasi Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara dengan skor 382. PISA menyatakan siswa di Indonesia hanya dapat mencapai level 1 dan level 2 dari 6 level soal. Maka PISA menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir siswa di Indonesia tergolong sangat rendah. Namun demikian, menunjukkan bahwa hasil studi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika mencapai 379 dengan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-rata OECD yakni 489.

 

Berdasarkan data PISA 2018 diatas menunjukkan bahwa Indonesia berada pada kuadran low performance dengan high equity. Oleh karena itu, sesungguhnya Indonesia masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena memiliki kapasitas dan potensi yang belum dikembangkan. Menurut Azizah, Sulianto, dan Cintang (2018), kemampuan berpikir kritis sendiri adalah proses kognitif dalam menganalisis masalah yang dihadapi secara sistematis dan spesifik, juga dengan cermat dan teliti. Kemampuan berpikir kritis juga merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji informasi untuk merencanakan cara untuk memecahkan masalah. Menurut Khasanah dan Ayu (2020), kemampuan berpikir kritis dapat diukur melalui indikator-indikator berikut:

 

1.         Dapat merumuskan pokok permasalahan.

2.         Dapat mengelola fakta yang ada untuk menyelesaikan suatu masalah.

3.         Dapat membuat argumen dengan logis, relevan, dan akurat.

4.         Dapat membuat strategi penyelesaian masalah dengan beberapa alternatif.

5.         Dapat mempertimbangkan resiko dari suatu keputusan.

 

Kemampuan berpikir kritis tentu akan berdampak pada perkembangan kognitif siswa dan kemampuan adaptasi siswa. Maka kemampuan berpikir kritis yang rendah pada siswa di Indonesia menjadi masalah yang penting dan harus segera diatasi. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai sehingga menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia menjadi rendah (Dari & Ahmad, 2020). Model pembelajaran memiliki dampak yang besar pada pola pikir siswa. Model pembelajaran membantu siswa untuk melatih perkembangan kognitifnya terutama kemampuan berpikir kritis. Sehingga dengan model pembelajaran yang kurang sesuai akan menyebabkan perkembangan kognitif siswa kurang maksimal.

 

Untuk mengatasi masalah ini, Sartono (dalam Dari & Ahmad, 2020) mengatakan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat dan sesuai materi pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Dengan model pembelajaran yang tepat, rasa senang dalam diri siswa terhadap pembelajaran akan tumbuh dan akhirnya mendorong siswa untuk berpikir kritis dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal.  

 

Menurut Hallatu, Prasetyo, dan Haidar (2017), model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga siswa akan memiliki pengalaman langsung dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu discovery learning. Menurut Setianingrum dan Wardani (2018) (dalam Dari & Ahmad, 2020) model discovery learning adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dengan aktif, dimana siswa mencari dan menemukan sendiri konsep materi pembelajaran. Dengan cara ini siswa akan lebih mudah menangkap materi ke dalam ingatannya. Model discovery learning memperkuat konsep diri dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat menggunakan kemampuannya untuk menemukan hasil akhir (Dari & Ahmad, 2020).

 

Model pembelajaran kedua yang bisa digunakan adalah problem-based learning. Menurut Arends (dalam Hallatu, et al, 2017) model pembelajaran problem-based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa menyelesaikan suatu permasalahan dengan menyusun pengetahuannya. Problem-based learning dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, juga mengembangkan kepercayaan diri dan kemandirian siswa. Hal ini karena metode ini berfokus untuk mendorong rasa keingintahuan siswa terhadap materi pembelajaran (Dewi, 2020). Teori Vygotsky menjelaskan mengenai tentang hubungan sosial yang dilakukan bersama teman sebaya untuk menimbulkan suatu konsep baru Teori Vygotsky ini mendukung model pembelajaran problem-based learning karena siswa diminta mengaitkan inforrmasi dengan pemikiran yang telah didapat dari pembelajaran ke dalam hubungan sosial siswa (Santrock, 2018). Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran ini yaitu untuk menyediakan masalah dalam pembelajaran yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari siswa. Dengan adanya permasalahan yang disediakan, siswa dapat mengasah kemampuan analisis dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan mengolah informasi yang sudah dipelajari. Kemudian siswa juga akan diminta untuk melakukan evaluasi terhadap keefektifan strategi penyelesaian masalah yang sudah dibuat. Dalam proses ini, siswa akan mengalami perkembangan kemampuan berpikir kritis.

 

Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa di Indonesia masih memiliki potensi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis berdasarkan data PISA pada tahun 2018. Kemampuan berpikir kritis adalah proses kognitif siswa dalam menganalisa dan menyelesaikan suatu masalah. Salah satu yang dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia adalah model pembelajaran yang telah disesuaikan terhadap materi pembelajaran di sekolah. Model pembelajaran yang disarankan adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered). Maka ada dua model pembelajaran yang disarankan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu discovery learning dan problem-based learning. Keduanya dianggap dapat melatih kemampuan berpikir siswa karena keduanya melibat aktifkan siswa dalam pembelajaran. Juga keduanya menuntut siswa untuk mengaplikasikan, menganalisa, mengintegrasi, dan mengevaluasi masalah. Dalam proses ini, kemampuan berpikir kritis siswa perlu untuk dilatih terus-menerus.

 

Referensi:

 

Azizah, M., Sulianto, J., & Cintang, N. (2018). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian Pendidikan, 35(1), 61–70. https://doi.org/https://doi.org/10.15294/jpp.v35i1.13529

Dari, F. W., & Ahmad, S. (2020). Model Discovery Learning Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SD. Jurnal Pendidikan Tambusai, 4(2), 1469–1479. https://doi.org/https://doi.org/10.31004/jptam.v4i2.612

Dewi, D. T. (2020). Penerapan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan Ekonomi Undiksha, 12(1), 1. https://doi.org/10.23887/jjpe.v12i1.25317

Hallatu, Y. A. (2017). PENGARUH model problem based learning TERHADAP KOMPETENSI Pengetahuan Dan Ketrampilan berpikir kritis Siswa Madrasah aliyah BPD Iha Tentang Konflik. The Indonesian Journal of Social Studies, 1(1), 11. https://doi.org/10.26740/ijss.v1n1.p11-22

Khasanah, B. A., & Ayu, I. D. (2018). Kemampuan Berpikir kritis siswa melalui PENERAPAN model Pembelajaran brain based learning. Eksponen, 7(2), 46–53. https://doi.org/10.47637/eksponen.v7i2.148

Santrock, J. W. (2018). Educational Psychology, 6Th Edition. McGraw-Hill.