ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 01 Januari 2023

 

Tantangan Merancang dan Mengimplementasikan Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM)

 

Oleh:

Justinus Budi Santoso

Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

 

Merdeka Belajar–Kampus Merdeka (MBKM) adalah kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek). Kebijakan MBKM adalah perwujudan dari mandat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 (2020) yang memberikan hak bagi mahasiswa untuk memilih menjalani pembelajaran di luar program studi (prodi) masing-masing. Dengan adanya kebijakan MBKM, prodi-prodi di Indonesia perlu merancang bentuk-bentuk pembelajaran yang sesuai dengan kebijakan MBKM (program MBKM).

 

Dalam kenyataannya, merancang dan mengimplementasikan program MBKM di tingkat Pendidikan Tinggi tidak selalu lancar dan mudah. Penelitian di beberapa institusi telah menemukan keberhasilan menyosialisasikan program MBKM (Ulum, 2021), maupun dampak positif program MBKM (Beng et al., 2022). Walaupun demikian, terdapat pula temuan bahwa sosialisasi dan implementasi program MBKM sudah berjalan, tetapi masih belum optimal (Amin et al., 2021; Suwartono et al., 2021). Melihat adanya potensi hambatan dalam merancang dan mengimplementasikan program MBKM, maka tantangan-tantangan yang mungkin timbul dalam proses tersebut perlu diketahui terlebih dahulu. Artikel ini akan mencoba membahas beberapa tantangan yang berkaitan dengan aspek-aspek dalam sebuah prodi.

 

Aspek pertama yang penting dalam merancang program MBKM adalah kurikulum sebagai jantung dari sebuah prodi. Mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dalam sebuah kurikulum diharapkan dapat memenuhi peran tertentu di masyarakat setelah lulus. Untuk mencapai peran tersebut, dalam sebuah kurikulum dirumuskan sejumlah capaian pembelajaran (CP) yang perlu dicapai dari proses pembelajaran. Dengan adanya MBKM, maka CP dalam kurikulum harus bisa dicapai melalui berbagai bentuk pembelajaran, termasuk bentuk pembelajaran di luar kelas. Demikian pula materi atau bahan ajar yang disampaikan dalam kurikulum perlu relevan dengan berbagai bentuk pembelajaran. Kurikulum yang dirancang dengan perspektif pembelajaran yang sangat terstruktur di dalam kelas bisa jadi akan memberikan tantangan lebih untuk merancang program MBKM yang sesuai. Dengan demikian, prodi perlu menelaah kembali isi kurikulumnya dan menilai kesesuaian kurikulum tersebut dengan bentuk-bentuk pembelajaran MBKM. Akan lebih baik lagi jika kurikulum prodi sejak awal sudah dirancang untuk mengakomodasi berbagai bentuk pembelajaran, termasuk yang tercakup dalam MBKM. Hal ini sebenarnya sangat mungkin dilakukan mengingat kurikulum sebuah prodi umumnya direvisi setiap beberapa tahun.

 

Aspek berikutnya adalah tanggapan pihak internal prodi, terutama mahasiswa, staf pendidik, dan tenaga kependidikan. Pemahaman, persepsi kesiapan, dan minat terhadap MBKM terkadang masih bervariasi dalam satu prodi, sebagaimana ditemukan dalam survei oleh Suwartono et al. (2021). Respon yang muncul bervariasi, dari sangat paham hingga kurang paham, sangat siap dan berminat hingga kurang siap dan berminat. Adanya pihak yang belum menyambut positif MBKM tentu dapat berdampak dalam kelancaran implementasi MBKM di sebuah prodi.

 

Sebagai suatu bentuk pembelajaran yang baru, dapat dipahami jika sikap terhadap MBKM belum tentu sama dari satu individu ke individu lainnya. MBKM mengandung bentuk-bentuk pembelajaran yang menggunakan prinsip experiential learning, yaitu belajar dari pengalaman di dunia nyata (Kolb, 2015). Bentuk pembelajaran demikian berbeda dengan pembelajaran yang selama ini umum digunakan, yaitu perkuliahan di ruang kelas. Perubahan ini membutuhkan usaha dari pihak pendidik (dosen), untuk menyesuaikan rencana pembelajaran dari CP, materi, hingga tugas dan penilaian. Demikian pula siswa perlu menyesuaikan cara mereka belajar dan mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka.

 

Aspek ketiga adalah kebijakan dan sistem yang berlaku di sebuah prodi, khususnya yang terkait administrasi akademik. Sistem administrasi akademik yang ada perlu mengakomodasi pelaksanaan bentuk-bentuk pembelajaran MBKM bersamaan dengan bentuk pembelajaran reguler. Dalam sistem administrasi akademik perlu ada ruang untuk menampung dan mengolah berbagai informasi seperti program MBKM yang berjalan, pesertanya (mahasiswa dan dosen), penyetaraan program MBKM ke mata kuliah atau CP dalam kurikulum, dan data lain yang penting. Di luar sistem administrasi akademik, sistem lain juga perlu mendukung implementasi MBKM. Sebagai contoh, sistem keuangan perlu mengakomodasi pembayaran biaya kuliah yang berbeda antara peserta dan non-peserta MBKM. Prodi perlu memastikan administrasi akademik berjalan baik agar mahasiswa peserta program MBKM mendapatkan pengakuan yang sesuai dengan pembelajaran yang telah dilalui. Sistem administrasi yang komprehensif juga akan membantu staf untuk melakukan pengelolaan data dengan efisien.

 

Aspek terakhir adalah sumber daya yang dimiliki oleh prodi. Sumber daya prodi yang berperan penting dalam program MBKM di antaranya adalah kompetensi staf, jejaring kerjasama dengan pihak eksternal untuk mewadahi program MBKM, fasilitas pembelajaran yang yang dapat diakses dari luar kampus, dan pendanaan yang memadai. Keterbatasan sumber daya tertentu menjadi tantangan bagi prodi untuk ditingkatkan demi kelancaran program MBKM.

 

Dari tulisan singkat ini sudah terlihat bahwa berbagai tantangan dapat dihadapi prodi dalam merancang dan mengimplementasikan program MBKM. Walaupun demikian, adanya laporan mengenai keberhasilan program MBKM di sejumlah institusi membuat kita masih bisa bersikap optimis. Dengan keterbatasan yang ada, sejumlah prodi di Indonesia masih sanggup mewujudkan kebijakan MBKM. Namun, isu-isu dalam tulisan ini terasa masih perlu untuk dibahas demi peningkatan di masa mendatang. Terakhir, perlu diketahui bahwa tulisan ini tidak dapat membahas semua tantangan yang muncul di lapangan. Evaluasi dan refleksi masih tetap perlu dilakukan untuk mengenal lebih jauh tantangan dan peluang bagi program MBKM di Indonesia.

 

 

Referensi:

 

Amin, K. F., Muliadi, Rahman, A. A. (2021). Implementasi Program MBKM Berbasis IKU-7 (Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMI). Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(2).

Beng, J. T., Keni, Solikhah, N., Idulfilastri, R. M., Dewi, F. I. R., Mirabella, Perlita, N., Tiatri, S. (2022). Dampak Implementasi MBKM Pada Kognitif Mahasiswa Universitas X: Rekomendasi Peningkatan MBKM di PTS. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 6(1), 148-156.

Kolb, D. A. (2015). Experiential learning: Experience as the source of learning and development (2nd ed.). Pearson Education, Inc.

Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 3 Tahun 2020 (2020). https://usd.ac.id/lembaga/lpmai/wp-content/uploads/2021/04/Permendikbud-Nomor-3-Tahun-2020.pdf

Suwartono, C., Herabadi, A. G., Adishesa, M. S., Rocky, Santoso, J. B., Claresta, A., Jusuf, V. N., Luis, S., Halim, J. T. A., & Patricia, E. (2021, 28 Desember). Kesiapan Civitas Akademika Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dalam Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka [Pemaparan Penelitian]. Seminar Nasional Program Penelitian Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan Pengabdian Masyarakat Berbasis Hasil Penelitian dan Purwarupa Perguruan Tinggi Swasta, Jakarta, Indonesia.

Ulum, M.B. (2021). Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Esa Unggul. Jurnal Abdimas, 8(2), 145-151.