ISSN 2477-1686
Vol. 9 No. 01 Januari 2023
Ciri dan Cara Menjadi Sahabat di Hati Banyak Orang
Oleh:
Irma Himmatul Aliyyah & Raden Ahmad Idham
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Perlu menyadari apakah kita adalah seorang sahabat
Sering kali kita ke-geer-an, merasa menjadi seseorang yang merasa memberikan bantuan dan atau motivasi, lalu kita menganggap bahwa kita adalah sahabat yang akan ada di hati banyak orang. Alih-alih menjadi teman yang dapat dipercaya dan diandalkan, jangan-jangan, kita justru adalah salah satu sumber ketidaknyamanan di lingkungan pertemanan kita. Jangan-jangan, teman-teman justru menyimpan iri hati, sehingga merasa insecure berteman dengan kita. Sebaliknya, bisa jadi, kita sering merasa frustasi, karena kita jarang dianggap sahabat oleh teman-teman di lingkungan belajar, bermain, atau bekerja kita. Kita kesepian, tidak punya sahabat bahkan teman untuk diajak bercerita. Mari kita cek, bagaimana sih ciri-ciri orang yang memiliki kualitas persahabatan yang tinggi. Lalu, mari kita bahas singkat bagaimana cara meningkatkan diri agar menjadi seorang sahabat. Dengan mengetahui hal ini, kita bisa tahu sikap dan perilaku apa saja yang harus kita tingkatkan agar kita “beneran” jadi sahabat yang ada di hati banyak orang.
Ciri dan cara meningkatkan kemampuan menjadi sahabat di hati banyak orang
Berikut ini merupakan beberapa ciri sekaligus cara agar dapat menjadi sahabat di hati banyak orang menurut Berndt (1996):
1. Sering memberi banyak bantuan tanpa berharap imbalan apapun. Kita mengenal kalimat ini dengan istilah ketulusan. Berharap bahwa bantuan kita akan membuat si “dia” mendekat sesuai harapan kita, adalah bentuk ketidaktulusan. Apalagi berharap bahwa bantuan yang kita berikan akan membuat kita dikenal lebih baik dan lebih keren dari teman-teman, justru malah membuat kita jadi dominan dan saingan, bahkan mungkin sumber insecurity-nya mereka.
So, agar beneran menjadi sahabat di hati banyak orang, berikan dan “korbankan” sebanyak mungkin apa yang kita miliki untuk membantu secara tulus, tanpa pernah mengingatnya. Berlatihlah sesering mungkin untuk memberi banyak bantuan, kemudian lupakan bahwa kita pernah membantu. JIka kemampuan kita terbatas, mulailah membantu dari hal-hal kecil atau perhatian-perhatian kecil kepada lingkukngan pertemanan kita. Jika kita diberikan kemampuan lebih, bantulah lebih banyak. Orang yang memberikan lebih, bahkan hingga mengorbankan kepentingan dirinya sendiri, akan dikenang sangat lama oleh orang lain. Cari dan perhatikan orang-orang yang kita anggap sangat berjasa bagi hidup kita, biasanya orang-orang tersebut adalah orang yang pernah atau banyak mengorbankan kepentingan dirinya untuk diri kita. Orang tua kita, para pahlawan, para nabi, tokoh-tokoh yang inspiratif bagi kita, adalah orang-orang yang pada dasarnya banyak berkorban untuk kebaikan bersama, tanpa berharap imbalan. Mereka lekat di hati kita. Tapi ingat kembali, pegorbanan yang kita berikan, bukan untuk menarik perhatian, bukan untuk memuluskan tujuan kita, apalagi ada intensi ingin dikenang. Berilah bantuan tanpa pernah berharap imbalan.
2. Memiliki kedekatan secara emosional. Biasanya dicirikan dengan berbagai kesamaan (Berndt & Keefe, 1995). Kesamaan nilai-nilai hidup, kesamaan tujuan hidup, kesamaan minat, kesamaan hobi, kesamaan pengalaman hidup, dsb. Cara melatih kemampuan membangun kesamaan adalah dengan (1) mencari tahu apa kesukaannya, minat, hobi, tujuan hidup, nilai hidupnya, gaya hidupnya, pengalaman hidupnya, dan hal-hal terkait karakteristiknya. Bagi mahasiswa psikologi, yang paling ampuh untuk mengetahui gambaran seseorang adalah mengenali kepribadiannya. (2) Berkomunikasilah sesuai dengan karakteristik orang tersebut. mendengar aktif adalah kunci utamanya. Berlatihlah untuk membicarakan topik-topik yang menjadi minat, value, tujuan, kebiasaan, hobi, dan pengalaman hidup lawan bicara kita. Berlatihlah menahan diri, untuk membicarakan “diri kita” atau sudut pandang kita. Dengar dan tanggapi apa yang disampaikan, sesuai perspektifnya lawan bicara kita.
3. Rendahnya konflik dan persaingan. Kita dibesarkan dalam budaya belajar yang menuntut kita jadi juara sejak kecil. Menjadi juara kelas adalah kebanggaan orang tua dan guru. Belajar menjadi menang, jauh lebih sering diajarkan daripada sama-sama menang. Sikap dan perilaku menang sendirian mengakibatkan banyak konflik yang menurunkan kualitas persahabatan (Berndt, Hawkins, & Jiao 1999). Cara melatih diri agar bisa mengatasi konflik bukan dengan cara mengalah dan memberikan begitu saja apa yang diharapkan oleh teman kita, akan tetapi dengan cara berani hadapi dan atasi konflik yang terjadi. Yups, butuh keberanian yang tinggi. Alih-alih mengalah atau justru dominan secara egois, konflik yang terjadi harus dikelola. Jika tidak bisa disama-samakan, gunakan perbedaan yang ada menjadi penguat atas kelemahan satu sama lain. Misalnya, meminta teman yang banyak berbicara untuk mengajarkan kita yang pendiam dan malas bicara untuk menyampaikan dengan lugas.
Menjadi sahabat yang ada di hati banyak orang itu bukan sekedar given, bukan pula terjadi begitu saja tanpa proses belajar terus menerus. Kita harus menyengaja dan berlatih terus menerus membuat diri terampil memberi bantuan tanpa imbalan dan lebih sering berkorban, berlatih membangun kesamaan untuk menciptakan intimacy yang mendalam, serta berlatih mengatasi konflik dan memberdayakan perbedaan. Mari kita menjadi sahabat yang beneran ada di hati banyak orang. Selamat hari persahabatan internasional
Referensi:
Berndt, T.J., & Keefe, K. (1995). Friends' influence on adolescents' adjustment to school. Child Development, 66, 1312–1329.
Berndt, T.J., Hawkins, J.A., & Jiao, Z. (1999). Influences of friends and friendships on adjustment to junior high school. Merrill-Palmer Quarterly, 45, 13–41.
Berndt, T.J. (1996). Exploring the effects of friendship quality on social development. In Bukowski, W.M., Newcomb, A.F., Hartup, W.W. (Eds.), The company they keep: Friendship in childhood and adolescence (pp. 346–365). Cambridge, England: Cambridge University Press.