ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 23 Desember 2022

Stroke: Kualitas Hidup Pasien Stroke dan Bagaimana Meningkatkannya

 

Oleh:

Aprelia Putri Paskahlin, Prisma Febriana, Bhineska Juniar Dwi Suprapti, & Gisela Bellinson Kase

Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

 

Stroke merupakan salah satu penyakit mematikan di Indonesia, setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Penyakit ini terjadi karena ada pembuluh darah di dalam otak tersumbat atau pecah (Kemenkes,2018). Setiap tahunnya, sekitar terdapat 550.000 pasien baru penyakit stroke di Indonesia (Kebijakan kesehatan Indonesia, 2019). Hal ini dapat dilihat dari prevalensi stroke tertinggi berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur  15 tahun (Riskesdas, 2018) ditemukan bahwa penyakit stroke cenderung terjadi karena rentang usia yang semakin bertambah dimana menurut (Riskesdas, 2018) kelompok umur yang memiliki prevalensi tertinggi adalah umur 75 (50,2%) diikuti oleh umur 65-74 (54,3%).

 

Pasien yang menderita penyakit stroke akan menderita gangguan motorik berkelanjutan yang menyebabkan sulit bergerak, masalah pada tungkai tubuh yang mengganggu pergerakan tubuh, dan masalah dalam kognitif yang dapat menyebabkan kepuasan hidup pasien stroke menjadi rendah (Mahmoud & Elaziz, 2016). Pasien yang menderita stroke juga akan mengalami dampak fisik lainnya seperti dysphagia yaitu kesulitan menelan makanan dan minuman (Kim, Park, Park & Kim, 2020). Selain itu, menurut Carod-Artal (2012), pasien yang menderita penyakit stroke dapat mengalami gangguan pasca stroke seperti diabetes melitus, menderita gangguan tidur, disfungsi seksual, disfungsi kognitif seperti demensia vaskular, dan dysarthria yakni gangguan bicara dengan tidak jelas. Pasien yang menderita stroke juga akan mengalami masalah dalam penglihatan seperti visual neglect yang merupakan kegagalan pemrosesan informasi dari sisi kiri bidang visual normal akibat kerusakan otak bagian kanan serta aphasia yaitu kesulitan dalam penggunaan dan pemahaman kata-kata (Sarafino & Smith, 2011).

 

Menurut Kim (2016), pasien yang menderita stroke juga dapat mengalami dampak psikologis seperti post-stroke depression (PSD) yang ditandai dengan adanya perasaan depresi tetapi dengan rasa bersalah dan ide bunuh diri yang jarang terjadi. Selain itu, terdapat post-stroke anxiety (PSA) yang ditandai dengan adanya rasa cemas atau khawatir yang berlebihan dan terdapat kesulitan dalam mengatasi kecemasan tersebut, serta post-stroke emotional incontinence (PSEI) yaitu peningkatan frekuensi episode menangis dan tertawa yang tidak terkontrol. Pasien dengan penyakit stroke juga dapat mengalami post-stroke anger proneness (PSAP) yang merupakan peningkatan perilaku agresif baik verbal maupun nonverbal, dan post-stroke fatigue yakni perasaan kelelahan awal yang berkembang selama proses mental berlangsung diikuti dengan kelesuan, berkurangnya energi, dan enggan untuk melakukan sesuatu  (Kim, 2016). Lebih jauh menurut Taylor (2015), pasien penderita stroke juga dapat mengalami alexithymia yakni penurunan kemampuan pengidentifikasian dan penggambaran perasaan dan emosi pribadi yang dirasakan oleh diri sendiri. Dampak psikologis ini akan memengaruhi beberapa aspek dalam hidup pasien, seperti menurunnya kualitas hidup pasien dan berkurangnya interaksi sosial (Carod-Artal, 2012). Pasien yang menderita stroke juga dapat mengalami dampak lainnya seperti inefisiensi dalam penggunaan layanan rehabilitasi dan meningkatnya kematian (Kim, 2016). Untuk itu dibutuhkan intervensi untuk menangani penyakit stroke. Salah satu metode intervensi dalam menangani penyakit stroke adalah dengan Metode Position, Instruction, and Puzzle.

 

Metode PIP (Position, Instruction, Puzzle) (Pratiwi dkk., 2022) merupakan upaya peningkatan kualitas hidup pasien stroke yang mengandung suatu model sistem informasi keperawatan yang dapat digunakan oleh keluarga pasien stroke sebagai pendoman keluarga agar kualitas hidup pasien dan keluarga pasien stroke menjadi berkualitas. Metode PIP (Position, Instruction, Puzzle) dilakukan oleh keluarga pasien stroke atau caregiver di rumah. Adapun metode PIP memiliki 3 bagian didalamnya, (1) metode Position, tenaga kesehatan dapat mengajarkan kepada keluarga pasien terkait latihan fisik seperti mengambil latihan ROM (Range of Motion). ROM adalah kemampuan pasien untuk melakukan lingkup gerakan secara lengkap, hal ini dilakukan untuk melihat apakah bagian motorik pasien dapat sembuh tanpa cacat permanen (Kopelovich, n.d.). (2) metode Instruction, tenaga kesehatan mengajarkan keluarga pasien mengenai latihan verbal/bicara yaitu dengan terapi wicara yang dapat diberikan pada pasien yang menderita gangguan komunikasi, gangguan menelan atau gangguan yang berhubungan dengan mulut. (3) metode Puzzle yaitu pasien diajarkan untuk melatih fisik dan memori sekaligus, dengan cara melakukan permainan seperti bermain puzzle. Puzzle dapat meningkatkan keterampilan kognitif pada pasien yang memiliki gangguan kognitif ringan dan dengan menyusun puzzle dapat membantu pasien stroke yang menderita gangguan motorik kasar. Menurut Anita dkk., 2018, penggunaan metode Position pada PIP lewat latihan ROM dapat mengurangi resiko atrofi resiko otot pada pasien stroke jika dilakukan secara rutin. Lalu penggunaan metode Instruction, menurut Astriani dkk., 2019, terapi verbal ini dapat mengurangi gejala afasia motorik pada pasien stroke jika dilakukan secara teratur. Kemudian menurut Stiawan dkk., 2018, penggunaan metode Puzzle dalam Intervensi PIP yaitu permainan yang mengasah otak seperti brain gym dapat membantu mengembalikan memori jangka pendek pada pasien stroke.

 

Prevalensi pasien yang menderita penyakit stroke yang dilakukan oleh (Riskesdas, 2018) menunjukan individu dari kelompok usia mana pun membuktikan penyakit stroke dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, perlunya mengetahui secara rinci & tepat terkait gejala lanjutan, dampak apa saja yang dapat memengaruhi kehidupan & bagaimana cara intervensi terhadap dampak tersebut. Salah satu dampak dari individu yang menderita penyakit stroke yaitu dampak psikologis yang dapat memengaruhi aspek hidup pasien dan membuat kualitas hidup pasien menurun, untuk itu intervensi yang dapat dilakukan dukungan menggunakan metode PIP. Metode ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan model informasi keperawatan yang dapat digunakan oleh keluarga pasien di rumah sebagai pedoman agar kehidupan keluarga dan pasien dapat lebih berkualitas. Dengan menggunakan metode diharapkan dapat membantu keluarga maupun pasien penyakit stroke agar dapat meningkatkan kualitas hidup.
Referensi:

 

Carod-Artal, F. J. (2012). Determining quality of life in stroke survivors. Expert Review of Pharmacoeconomics and Outcomes Research, 12(2), 199–211. https://doi.org/10.1586/erp.11.104

Febria S. S (2019). Social support with Anxiety of Stroke Patients in Hospitals Stroke National Bukittinggi. (Journal Pembangunan Nagari Vol. 4 No. 1 Edisi Juni 2019 : 1-16). https://ejournal.sumbarprov.go.id/index.php/jpn/article/download/147/59/

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). labda ta.litba. Manajemen Data. Retrieved November 21, 2022, from http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018, Juni). Apa itu Stroke ? - Direktorat P2PTM. Direktorat P2PTM. Retrieved November 21, 2022, from https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/apa-itu-stroke

Kim, D. Y., Park, H. S., Park, S. W., & Kim, J. H. (2020). The impact of dysphagia on quality of life in stroke patients. Medicine (United States), 99(34), 1–6. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000021795

Kim, J. S. (2016). Post-stroke mood and emotional disturbances:Pharmacological therapy based on mechanisms. Journal of Stroke, 18(3), 244–255. https://doi.org/10.5853/jos.2016.01144

Mahler, L. A., & Ramig, L. O. (2012). Intensive treatment of dysarthria secondary to stroke. Clinical Linguistics and Phonetics, 26(8), 681–694. https://doi.org/10.3109/02699206.2012.696173

Mahmoud, S., & Elaziz, N. A. A. (2016). Impact of Stroke on life satisfaction and psychological adjustment among Stroke patients during rehabilitation. Life Science Journal, 13(3), 7–17. https://doi.org/10.7537/marslsj13031602.Key

Putri I. P, Eka M, Nurfitriani, Ade L, Anissa F, Ananda E Y (2022). Metode Position, Instruction, Puzzle (PIP) Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Stroke. JCES (Journal of Character Education Society) http://journal.ummat.ac.id/index.php/JCES/article/view/7433/pdf

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology: biopsychosocial interactions (7th Ed.). John Wiley & Sons, Inc.

Taylor, S. E. (2015). Health Psychology (9th Ed.). McGraw-Hill Education.

Yoshiya, M., & Gen, K. (2013). Neuroimaging studies of alexithymia: physical, affective,and social perspectives. BioPsychoSocial Medicine, 7(8), 1–12. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/1751-0759-7-8