ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 23 Desember 2022
Haruskah Yang Booming Jadi Warning?
Fenomena Prank Dan Popularitas
Oleh:
Abdul Khalim, Khalisa Fahira, & Laila Meliyandrie Indah Wardani
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Prank sekarang semakin banyak di Indonesia. Terdapat pencarian dengan judul “Prank” lebih dari 130.000.000. Tentu jumlah ini sangat fastastis. Lalu dalam satu tahun terakhir, unggahan tentang prank kerap kali berada di puncak popularitas dan paling banyak dicari. Prank telah menduduki trend teratas (Rahma, 2019).
Lantas, apa itu Prank?
Prank dari bahasa Inggris yang berarti gurauan. Dalam artian lebih khusus dalam kamus bahasa Indonesia, memiliki maksud seperti mengibuli atau menjahili seseorang. Sesuai dengan pengertian tersebut, apalagi dengan melihat dari tayangan prank selama ini yang isinya kebanyakan mengerjai orang. Maraknya tayangan prank pada awalnya untuk menghibur penonton. Namun, tayangan prank saat ini bukannya menghibur malah terkesan sengaja “mengerjai” si korban. Biasanya tayangan prank berisi salah satu pihak menjadi korban dan pihak lain yang tertawa senang atas peristiwa tidak menyenangkan yang dialami korban. Meskipun banyak menuai pro dan kontra, hal tersebut sekarang menjadi konten baru para youtubers Indonesia untuk meningkatkan popularitas. Namun, sebuah tayangan prank akhir-akhir banyak yang menjadikan sesuatu booming atau viral menjadi sebuah konten demi sebuah popularitas hingga berakhir dengan para youtubers yang harus berurusan dengan pihak kepolisian karena kontennya.
Semua orang ingin popular dan menjadi pusat perhatian bagi orang lain. Kebutuhan untuk dihargai tersebut ada pada setiap orang, dari segi fisik, sikap dan perilaku setiap individu berbeda. Sesuai teori Hierarki Maslow, manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang bertingkat, dari tingkatan terendah sampai pada tingkatan tertinggi. Tingkatan tersebut seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan rasa untuk memiliki, dihargai, dan aktualisasi diri (Abbas, 2020).
Baru-baru ini Baim dan Paula dalam kanal youtubenya membuat tayangan prank tentang KDRT yang dialami Paula dan melaporkannya ke kepolisian. Padahal saat ini sedang viral kasus KDRT yang dialami oleh Lesti. Apakah demi popularitas?
Maslow berpendapat bahwa manusia mengembangkan dirinya sendiri berdasarkan kekuatan dari dalam dan dalam upaya mengembangkan dirinya memerlukan tahapan kebutuhan yang disebut hierarki kebutuhan. Hierarki kebutuhan tersebut jika sudah terpenuhi selanjutnya akan ada pemenuhan kebutuhan pada tingkat berikutnya. Kebutuhan akan berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang tergantung terpenuhi atau tidak kebutuhannya (Kurniawati & Maemonah, 2021).
Kebutuhan harga diri akan menunjukkan keinginan seseorang pada perasaaan percaya diri. Biasanya keinginan dari dalam diri seperti prestasi, independen, dan kekuatan ataupun keinginan eksternal seperti perhatian, gengsi, reputasi, dan lainnya. Jika keinginan agar dihargai berlebihan, terkadang akan menimbulkan perilaku konsumtif. Hal ini sesuai kasus Baim dan Paula dimana keinginan mereka untuk viral, menjadi pusat perhatian dan mendapatkan edsense merupakan kebutuhan akan harga diri. Mereka membuat konten prank sesuai topik yang sedang viral yang terkesan jadi mengambil kesempatan sehingga di nilai konsumtif dan terkesan kurang baik di mata masyarakat.
Referensi :
Abbas, J. (2020). Service Quality in Higher Education Institutions: Qualitative Evidence from the Students' Perspectives using Maslow Hierarchy of Needs. International Journal of Quality and Service Sciences, 12(3), 371–384. https://doi.org/10.11 08/IJQSS-02-2020-0016
Kurniawati, U. M., & Maemonah. (2021). Analisis Hierarki Kebutuhan Maslow Dalam Pembelajaran Daring Anak Usia Dasar: Analisis Jurnal Sinta 2 Sampai 6. Jurnal Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juni 2021, pp. 51-65.
Rahma, M. (2019). Video Prank, dari Booming hingga jadi Warning. Diakses dari https://m.kumparan.com/amp/wartabromo/video-prank-dari-booming-hingga-di-warning-1r9xMIz9vPt