ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 19 Oktober 2022
Teman Di Balik Cermin
Oleh
Maria Jane Tienoviani Simanjuntak
Prodi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
“Look around you at the people you spend the most time with and realize that your life can’t rise any higher than your friendships.” – Mandy Hale
Pernahkah Anda merasa kehidupan persahabatan Anda terasa tidak menyenangkan lagi, tidak suportif, dan terasa hambar, seolah ada hal yang hilang ketika Anda berada dalam suatu hubungan persahabatan?
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu tidak bisa dipisahkan dari hubungan dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya manusia saling membutuhkan satu sama lain yang kemudian dapat berubah menjadi close relationship. Close relationship merupakan hubungan yang penting, terdapat saling ketergantungan, dan berlangsung dalam waktu yang lama (Weiten et al., 2018). Hubungan ini terbentuk dalam berbagai jenis seperti hubungan keluarga, persahabatan, hingga pernikahan.
Menariknya, daya tarik antar satu individu dengan individu lain sangat unik dan beragam. Daya tarik antar individu ini biasanya dipengaruhi oleh kedekatan (proximity) (Sprecher & Treger, 2015). Kedekatan mengacu pada kedekatan geografis, pemukiman, dan bentuk lain dari kedekatan spasial. Tentu saja, kedekatan bukanlah masalah dalam interaksi dunia maya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari seseorang menjadi tertarik kemudian berkenalan dengan seseorang yang tinggal, bekerja, berbelanja, atau bermain di sekitarnya. Efek kedekatan mungkin tampak jelas, tetapi perlu disadari bahwa persahabatan dan minat cinta Anda seringkali dibentuk oleh bagan tempat duduk, ketersediaan apartemen, penugasan shift, dan lokasi kantor. Selain proximity, daya tarik juga dipengaruhi oleh familiarity. Umumnya, semakin familiar atau akrab seseorang, semakin Anda akan menyukainya. Rasa suka yang lebih besar meningkatkan kemungkinan bahwa Anda akan memulai percakapan dan, mungkin akan mengembangkan hubungan dengan orang tersebut. Hal terakhir yang dapat memengaruhi daya tarik seseorang adalah physical attractiveness. Komponen fisik ini memainkan peranan yang cukup besar dalam kehidupan pertemanan (Finkel & Eastwick, 2014). Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar individu, terutama laki-laki lebih tertarik untuk berteman dengan orang-orang yang memiliki ciri-ciri fisik yang sama dengan mereka (Fehr sebagaimana dikutip dalam Weiten et al., 2018).
Ketika ketertarikan individu terhadap individu lainnya sudah terbentuk maka akan memunculkan rasa untuk ingin saling mengenal satu sama lain. Hal-hal yang memengaruhi proses tersebut yaitu reciprocal liking dan similarity (Weiten et al., 2018). Ketika satu individu saling merasa suka dengan individu lain, biasanya akan semakin banyak juga hal-hal yang saling mirip di antara keduanya. Hal ini kemudian membuat mereka membentuk konsep persahabatan. Persahabatan merupakan sebuah hubungan sukarela antara dua orang atau lebih yang relatif bertahan lama, di mana mereka yang terlibat cenderung memperhatikan pemenuhan kebutuhan dan kepentingan orang lain serta memuaskan keinginan mereka sendiri. Persahabatan sering berkembang melalui pengalaman bersama di mana orang-orang yang terlibat mengalami proses belajar bahwa hubungan mereka satu sama lain saling memuaskan. Salah satu penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh Argyle dan Henderson (1984) kepada siswa di Inggris, Italia, Jepang, dan Hong Kong mengidentifikasi berbagai perilaku yang biasa dilakukan seseorang dalam suatu hubungan persahabatan yaitu berbagi kabar baik, memberikan dukungan emosional, membantu saat dibutuhkan, membuat satu sama lain bahagia saat bersama, saling percaya dan curhat satu sama lain, dan selalu ada untuk satu sama lain.
Penelitian lain dilakukan oleh Hall (2012) kepada 307 mahasiswa di Amerika untuk mencari tahu ekspektasi ideal yang diharapkan dalam sebuah persahabatan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat enam standar persahabatan. Pertama, symmetrical reciprocity yang berkaitan dengan rasa saling setia dan percaya sebagai karakteristik utama terjalinnya hubungan sosial. Kedua, agency yang berkaitan dengan manfaat yang diberkan oleh teman kepada diri kita, misalnya seperti popularitas, uang, dsb. Ketiga, enjoyment yang berkaitan dengan pentingnya dapat bersenang-senang bersama dengan teman-teman. Keempat, instrumental aid yang berkaitan dengan ukungan langsung yang diberikan teman misalnya, nasihat, bahu untuk menangis. Kelima, similarity in terms yang berkaitan dengan kesamaan dalam hal sikap, disposisi, dan kegiatan yang disukai adalah penting. Keenam, communion yang melibatkan keintiman dan self-disclosure. Maka dapat disimpulkan bahwa seorang sahabat yang baik adalah seseorang yang dapat memberikan dukungan secara emosi dan sosial bagi kedua belah pihak.
Proses persahabatan yang berlangsung bertahap dan dalam kurun waktu yang lama ini pun tidak akan lepas dari konflik. Konflik antar sahabat dapat muncul karena pada dasarnya masing-masing individu memiliki nilai dan prinsip yang berbeda. Jika masing-masing individu mau mengusahakan proses rekonsiliasi konflik, maka persahabatan akan dapat terus berjalan. Kepuasan hubungan dalam persahabatan juga dapat memengaruhi kebahagiaan seorang individu, sehingga proses rekonsiliasi konflik perlu diusahakan oleh kedua belah pihak. Apabila dalam prosesn tersebut Anda kemudian merasa diremehkan, dimanfaatkan, ataupun dihina, maka Anda perlu menyadari bahwa persahabatan ini sudah berubah menjadi tidak sehat (toxic).
Millington (2019) memaparkan beberapa tanda yang seringkali muncul jika persahabatan Anda mulai mengarah pada toxic friendship, yaitu: (1) Mereka meminta untuk Anda untuk update tentang kehidupan tetapi menghabiskan seluruh waktu berbicara tentang diri mereka sendiri dan tidak menunjukkan minat terkait pengalaman Anda; (2) Mereka cenderung suka melakukan psycho drama yang intens dan Anda terus ditarik ke dalamnya sehingga membuat energi Anda terkuras dan frustrasi; (3) Menunjukkan sedikit simpati untuk masalah Anda dan cenderung membajak masalah sebagai masalah mereka sendiri serta terus menjelaskan bahwa mereka mengalami hal yang sama hanya satu juta kali lebih buruk dibandingkan Anda; (4) Hanya melihat Anda dengan cara pandang mereka, jika sesuai maka mereka akan memperhatikan Anda, jika tidak sesuai mereka akan mengabaikan Anda; (5) Ada lelucon yang sedang diceritakan dan Anda adalah pemeran utamanya. Bahkan ketika Anda tidak tertawa atau menjelaskan bahwa Anda tidak menganggapnya lucu, mereka tetap membuat lelucon itu dengan mengorbankan Anda di depan orang lain; (6) Mereka merendahkan Anda, termasuk pilihan pasangan, acara TV, hobi, atau pakaian Anda; (7) Kadang-kadang bisa sangat halus: 'Kamu suka itu? Betulkah? OK…’, membuat Anda bertanya-tanya apakah Anda salah atau keliru. Jika ini konstan dalam persahabatan Anda, mereka merusak pengambilan keputusan Anda dan menurunkan kepercayaan diri Anda; (8) Mereka merendahkan teman-teman Anda yang lain, sehingga menyulitkan Anda untuk bersosialisasi dan membuat Anda merasa sangat canggung; (9) Mereka mendiskreditkan kebahagiaan Anda dengan membuat Anda meragukan diri sendiri; dan (10) Alih-alih mendukung perubahan baru yang baik, perubahan karier, atau hubungan, mereka mendorong Anda untuk memberontak, menipu, mengambil cuti, tidak mengikat diri, dan hanya bahagia dengan apa yang Anda miliki. Misalnya: 'Dulu kamu sangat menyenangkan/tidak membosankan,' dll. Apabila tanda-tanda itu secara konsisten muncul dalam persahabatan Anda maka Anda perlu menyadari bahwa hubungan ini sudah tidak lagi saling mendukung, namun saling menjatuhkan.
Berkaitan dengan toxic friendship, maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyikapinya. Pertama, ajak bicara dari hati ke hati tentang semua keresahan yang Anda rasakan. Hal ini berguna untuk mengembalikan rasa saling percaya dan saling menghargai satu sama lain. Kedua, buat kesepakatan baru terkait batasan personal dalam menjalin persahabatan sesuai dengan proses pembicaraan sebelumnya. Ketiga, jika tidak dapat menemukan titik tengah, maka batasi kontak Anda dengan mereka. Hal ini perlu dilakukan supaya masing-masing dari Anda dapat menenangkan hati dan berpikir lebih bijaksana. Keempat, relakan dan maafkan sahabat Anda untuk semua hal buruk yang telah dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja. Akhirnya, fokus lah Kembali pada hal-hal baik yang Anda miliki dan nikmati proses pendewasaan menuju kebijaksanaan ini.
REFERENSI:
Argyle, M., & Henderson, M. (1984). The rules of friendship. Journal of Social and Personal Relationships, 1(2), 211–237. https://doi.org/10.1177/0265407584012005
Finkel, E. J., & Eastwick, P. W. (2014). Interpersonal attraction: In search of a theoretical Rosetta Stone. In APA handbook of personality and social psychology, Volume 3: Interpersonal relations. (pp. 179–210). American Psychological Association. https://doi.org/10.1037/14344-007
Hall, J. A. (2012). Friendship standards: The dimensions of ideal expectations. Journal of Social and Personal Relationships, 29(7), 884–907. https://doi.org/10.1177/0265407512448274
Millington, C. (2019). The friendship formula. Head of Zeus Ltd. www.headofzeus.com
Sprecher, S., & Treger, S. (2015). The benefits of turn-taking reciprocal self-disclosure in get-acquainted interactions. Personal Relationships, 22(3), 460–475. https://doi.org/10.1111/pere.12090
Weiten, W., Dunn, Dana., & Hammer, E. Y. (2018). Psychology applied to modern life : adjustment in the 21st century (12E ed.). Cengage Learning.