ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 19 Oktober 2022
Sudahkah Anda Menjadi Role Model Yang Baik?
Oleh:
Lutfia Yunizar Rissane, Odilia Rovara, & Fatma Nur Aqmarina
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
“Ing ngarso sung tulodho”, “Ing Madyo mangun karso”, “Tut wuri handayani”
(Ki Hajar Dewantara)
Tokoh Idola
Apakah kamu mengetahui ilmuwan Stephen Hawking? Kecerdasannya mengantarkan ia menjadi ilmuwan yang terkenal dengan berbagai penemuan luar biasa, salah satunya adalah Teori Big Bang. Terdapat peran seorang guru matematika di balik penemuannya, yakni Dikran Tahta, yang membuatnya ‘jatuh cinta’ pada ilmu pengetahuan hingga akhirnya melahirkan berbagai penemuan hebat. Stephen sangat mengagumi cara guru tersebut mengajar sampai menjadikannya role model untuk menjadi guru besar. Tidak hanya terjadi pada Stephen Hawking, beberapa ilmuwan atau tokoh terkenal lain atau mungkin kita menjadikan sesorang sebagai idola dalam hidup.
Definisi Tokoh Idola
Sebagian besar orang mempunyai tokoh idola, yaitu penyebutan kepada seseorang yang memiliki pengaruh penting dalam kehidupan bermasyarakat, dan memiliki prestasi gemilang yang patut dicontoh. Tokoh idola biasanya dijadikan sebagai motivasi atau referensi seseorang dalam mengambil langkah untuk menentukan masa depan.
Otak dan Perilaku Meniru
Otak manusia terbagi dalam 3 bagian utama, yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), serta batang otak yang membentuk manusia menjadi makhluk yang memiliki kemampuan heart, head, dan handyang tinggi. Bentuk otak bergirus (tonjolan) dan sulcus (lekukan) sehingga permukaan otak semakin luas yang memungkinkan adanya jumlah sel saraf atau neurons yang banyak. Jumlah rata-rata neuron relatif sama untuk manusia yaitu sekitar 100 milyar sepanjang usianya.
Pada tahun 1992 ditemukan sejenis neuron dalam otak yang secara teoritis dapat dikatakan sebagai penyebab utama mengapa seseorang bisa belajar dengan mengamati dan meniru orang lain, dijelaskan oleh tim ahli saraf Giacomo Rizzolatti (Cattaneo, 2009). Sel otak ini disebut Mirror Neuron atau Neuron Cermin, jumlahnya sekitar 30% dari keseluruhan neuron dan sudah aktif sejak bayi lahir, terdapat di bagian premotor cortex, supplementary motor area, primary somatosensory cortex dan inferior parietal cortex.
Goleman (2007) menjelaskan, neuron cermin dipantulkan melalui mata kemudian ditangkap oleh orbito frontal cortex yaitu spindle cell yang kaya akan reseptor untuk dopamin, serotonin dan vasopressin serta berada pada persimpangan bagian paling atas pusat emosi dan bagian bawah otak berpikir; secaralangsung menghubungkan neuron-neuron di tiga area utama, yaitu otak cortex (otak berfikir), limbic (otak emosi) dan otak reptile (otak naluri dan minat) dalam mata rantai yang kuat sehingga memfasilitasi koordinasi pikiran, perasaan dan tindakan. Tursih, et al. (2018) menjelaskan bahwa Mirror Neuronmerupakan kumpulan neuron spesifik yang akan teraktivasi ketika melakukan observasi maupun ketikamelakukan aktivitas motorik, khususnya pada area inferior parietal lobule (IPL) dan korteks premotor ventral.
Teori Sosial Bandura
Menurut teori Bandura, ada tiga faktor yang berperan penting dalam pembelajaran yaitu, perilaku atau behavior (B), personal (P) dan environmental (E). Ketiga faktor ini seperti segitiga yang saling terhubung dan tidak bisa ditinggalkan satu sama lain. Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986), menyajikan kerangka teoretis untuk menganalisis pikiran dan tingkah laku manusia.
Bila dikaitkan dengan Teori Kognitif Sosial Bandura, sama seperti pendekatan teori belajar terhadap kepribadian, maka teori belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan yang terjadi melalui perantaraan orang lain. Sambil mengamati tingkah laku, seseorang belajar mengimitasi kemudian menjadikan orang lain model bagi dirinya, seperti pada contoh Stephen. Miller dan Dollard (1941) dalam buku nya yang berjudul Social Learning and Imitation, menulis mengenai peranan penting proses imitatif dalam perkembangan kepribadian, selanjutnya Bandura memperluas tentang belajar meniru melalui beberapa observasi.
Proses observational learning
Dalam pemodelan, terdapat empat proses yang dilalui yaitu atensional, retensional, pembentukan perilaku dan motivasional. Jika semuanya terlaksana maka proses pembelajaran semakin efektif (Hergenhan & Olson,1997).
a. Atensional
Individu perlu memberikan atensi ke setiap tingkah laku model yang ditiru, semakin fokus maka proses pembelajaran akan semakin efektif.
b. Retensional
Untuk mereproduksi tindakan model, seseorang harus mengodekan informasi dan menyimpannya dalam memori sehingga informasi itu bisa diambil kembali.
c. Behavior Formation
Proses penanaman perilaku menentukan sejauh mana apa yang telah dipelajari diubah menjadi tindakan atau kinerja. Dalam mereproduksi perilaku model, perlu banyak latihan, umpan balik dan bimbingan.
d. Motivasional
Tindakan motivasi ini dianggap penting sebagai penguatan dari luar sehingga berpengaruh ke diri individu.
Tinjauan Kasus Berdasarkan Teori Belajar Sosial Bandura dan Neurosains
Dari kasus di atas, atensi Stephen Hawking pada guru matematikanya sangat besar. Semua yang ia lihat dan dengar dalam pembelajaran guru tersebut menjadi tindakan dan kinerja melalui proses retensional. Pengajaran yang menyenangkan membuat Stephen menggemari pelajaran Matematika. Bahkan saking mengidolakan gurunya ini, Stephen termotivasi untuk menjadi guru besar. Hingga akhirnya kita tahu bahwa Stephen Hawking bisa menjadi guru besar di Universitas Cambridge.
Keteladanan merupakan metode yang penting dalam proses pembentukan sikap karakter peserta didik karena dalam implementasinya, baik langsung maupun tidak langsung pasti terjadi singgungan antara kepribadian guru dengan peserta didik. Dalam metode ini terdapat unsur saling mengamati, meniru ataumencontoh dan saling mengikuti antara satu dengan yang lain dalam suatu interaksi sosial, sama dengan karakteristik dasar dari mirror neurons. Namun yang tidak kalah penting yaitu membuat apa yang direspon oleh mirror neurons, dilihat, ditirukan dan dilakukan oleh peserta didik adalah sesuatu yang baik danbermanfaat bagi kehidupan mereka, bukan sesuatu yang buruk yang merusak potensi hidup peserta didik.
Dengan demikian, pendidik dan orang tua harus benar-benar menjadi role model yang baik bagi anak-anak atau siswanya. Segala hal yang ditampilkan orang tua atau pendidik itulah yang akhirnya akan ditiru oleh anak-anak atau siswa. Kebiasaan buruk yang ditunjukkan menyebabkan pembentukan kebiasaan yang buruk juga pada anak atau siswa.
Lalu, sudahkah Anda menjadi role model yang baik untuk orang di sekitar Anda?
Referensi:
Bandura, A. 1986. Social Foudation of Thought and Action. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Cattaneo, L. & Rizzolatti, G. 2009. The Mirror Neuron System. Arch Neurol. 66(5): 557-560. PIMD: 19433654. DOI: 10.1001/archeurol.2009.41
Hergenhan, B.R., & Olson, M.H. 1997. An Introduction to theories of learning. Englewood Cliff, N.J.: Prentice-Hall, Inc.
Miller, N. E., & Dollard, J. (1941). Social Learning and Imitation. New Haven: Yale U. Press.
Tursih, H., Dwiparwati T., Arsyag S. 2018. Mirror Neuron dalam Pendidkan Islam. Belajea: Jurnal Pendidikan Islam. 3 (2): 144. IAIN Curup – Bengkulu.
Goleman, D. 2007. Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.