ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 18 September 2022

Virtual Reality Sebagai Pembelajaran Masa Depan

 

Oleh:

Rocky

Fakultas Psikolog, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Virtual Reality atau dapat disingkat VR merupakan sebuah teknologi yang sudah cukup lama, namun kembali muncul ketika Facebook mulai memperkenalkan istilah metaverse (Rodriguez, 2021). Teknologi VR memungkinkan seseorang untuk merasakan sensasi visual, auditory, dan bahkan sentuhan dalam dunia artificial. Teknologi VR yang digunakan di kepala sebetulnya sudah mulai dikembangkan pada tahun 1961 dan lebih banyak digunakan sebagai permainan video game (Poetker, 2019). Lalu pada tahun 1997 teknologi VR mulai dikembangkan untuk pasien post-traumatic stress syndrome (PTSD). Seiring perkembangannya VR menjadi semakin mudah dimiliki sejak tahun 2010 karena mulai dijual perangkat VR yang lebih terjangkau daripada pendahulunya. Kemudahan ini tentunya membuka peluang kepada semua pihak untuk ikut menggunakan VR, khususnya dalam dunia Pendidikan.

 

Ide pemanfaatan VR untuk pembelajaran sebetulnya sudah muncul sejak tahun 1993 (Pantelidis, 1993). Ide pada saat itu tidak terlalu berbeda dengan saat ini, di mana siswa dapat menggunakan perangkat elektronik yang disebut headset VR, yaitu kacamata berisi layar dan audio. Menggunakan alat ini siswa dapat melihat dan mendengar di dalam dunia virtual. Hal ini memungkinkan siswa melihat objek 3 dimensi. Perbedaan dengan teknologi yang saat ini sudah muncul adalah adanya perangkat stik kontroler, di mana siswa dapat berinteraksi dan memanipulasi langsung objek-objek yang ada layaknya hidup dalam dunia buatan. Teknologi VR ini memberikan kelebihan-kelebihan tersendiri yang memungkinkan siswa dapat merasakan suatu kejadian yang mungkin sangat sulit direplikasi di dalam kelas. Misalkan siswa mempelajari perilaku manusia ketika menghadapi bencana alam, dengan perangkat VR maka siswa dapat mengobservasi langsung, seolah-olah mereka ikut terlibat di dalam peristiwa tersebut.

 

Cooper dan Thong (Cooper et al., 2019) menyebutkan kelebihan penggunaan VR pada dunia pembelajaran, di mana terdapat 4 elemen penting yang dapat dihadirkan dalam dunia VR yaitu:

 

-   Experiencing. Di dalam dunia virtual seseorang dapat memberikan respon secara fisik (walau masih terbatas pada Gerakan tubuh) dan emosi (berteriak atau tertawa). Hal ini dapat menjadi pengalaman yang menyerupai dunia nyata (immersive) dan tentunya penting dalam dunia pendidikan. Penting karena siswa dapat belajar dengan merespon langsung stimuli-stimuli pembelajaran.  

 

-     Engagement. Jika dibandingkan dengan media pembelajaran digital lain seperti video, audio, atau situs internet), dunia VR yang cukup menyerupai dunia nyata akan meningkatkan keinginan untuk terus belajar.  

 

-      Equitability. Tampilan setiap orang dalam dunia virtual kurang lebih akan sama sehinggi akan membentuk keadilan untuk setiap pembelajar. Misalkan siswa dengan disabilitas tidak bisa berjalan, maka di dunia VR mereka tetap dapat berjalan di dunia virtual.

 

-       EverywhereVR dapat diakses dari mana saja selama terhubung dengan jaringan internet, sehingga pembelajar dapat belajar dari mana saja. 

 

Walaupun memiliki banyak kelebihan, ada beberapa hal yang masih perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan teknologi VR dalam dunia pendidikan. Tantangan menggunakan VR seperti resistensi pendidik dan investasi pembuatan program/modul pembelajaran masih perlu diperhatikan khususnya oleh institusi yang ingin menggunakan teknologi ini. Resistensi dapat muncul dikalangan pendidik jika mereka tidak familiar dengan teknologi VR. Virtual reality mungkin akan dipandang sebagai hal yang sangat futuristik, dan persiapannya akan membutuhkan kemampuan menggunakan teknologi tersebut. Selain itu pembuatan program/aplikasi/modul pembelajaran berbasis VR mungkin akan terdengar sangat mahal. Hal ini tidak mengherankan mengingat sumber daya untuk membuat hal ini mungkin setara dengan pembuatan permainan video. 

 

Untuk mengantisipasi tantangan-tantangan yang ada, maka institusi dapat melakukan langkah-langkah persiapan seperti berikut:

 

-       Menyiapkan staf pengajar yang akan menggunakan VR. Staf pengajar inilah yang akan menggunakan VR untuk pertama kalinya di kelas. Sebaiknya mereka adalah tim yang terdiri dari berbagai pengajar, dari yang merasa dirinya paling fasih dengan teknologi dan tidak. Tujuannya adalah untuk menjadi agen perubahan di institusi pendidikan, dan menunjukkan bahwa VR sebetulnya dapat digunakan dalam pembelajaran. Mereka dapat memulai pekerjaannya dengan menyiapkan proposal pengadaan VR dan contoh-contoh pemanfaatannya di kelas.

 

-     Menyiapkan modul pembelajaran VR. Sebelum membeli berbagai macam perangkat VR. Sebaiknya tim mulai membuat modul pembelajaran yang memanfaatkan VR. Hal ini bisa dimulai dari materi pembelajaran apa yang selama ini mungkin sulit diajarkan, dan dapat dibantu jika siswa dihadapkan secara lansung dengan situasi nyata. Sebagai contoh kemampuan observasi siswa akan lebih mudah diasah di dalam dunia virtual dibangingkan 1 kelas bersama pendidik harus terjun langsung ke lapangan. Modul ini kemudian ditulis dalam bentuk skenario, apa saja yang akan dilihat, didengar, dan dirasakan oleh siswa selama berada di dunia virtual.

 

-       Membuat aplikasi. Pembuatan aplikasi dapat diberikan kepada pihak ketika. Berbekal modul pembelajaran berupa skenario, maka pihak ketiga dapat membuatkan aplikasi dimana dunia virtual yang dibangun akan sesuai dengan skenario yang diharapkan. Proses ini mungkin membutuhkan waktu agak lama karena akan ada proses penyempurnaan untuk memenuhi keinginan pendidik oleh pembuat aplikasi.

 

-     Pembelian perangkat. Jika aplikasi sudah selesai, maka pembelian perangkat dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Implementasi pengajaran berbasis VR dapat dilakukan oleh tim. Selanjutnya lewat evaluasi akhir semester, maka modul-modul lainnya dapat dibuat sesuai dengan materi ajar atau kurikulum yang berlaku.

 

Penggunaan VR di dunia pembelajaran tentunya akan membuat setiap pihak bersemangat. Memberikan stimulus pembelajaran dalam dunia virtual akan lebih mudah dalam konteks tertentu, dan memberikan pengalaman berharga bagi siswa. Sayangnya pemanfaatan ini sering kali terhambat oleh berbagai kendala. Pihak institusi sebaiknya lebih berani untuk mengambil inisitatif, khususnya dalam peningkatan kualitas pengajaran. Selain meningkatkan kualitas, daya jual institusi tentunya akan lebih meningkat karena lebih berani menggunakan teknologi yang akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masa depan. Jika beberapa tahun lalu kita dapat bermain dalam dunia virtual, lalu hari ini belajar di dunia virtual, tidak dapat dipungkiri akan ada hari kita akan bekerja di dalam dunia virtual.

 

 

Referensi:

 

Cooper, G., Park, H., Nasr, Z., Thong, L. P., & Johnson, R. (2019). Using virtual reality in the classroom: preservice teachers’ perceptions of its use as a teaching and learning tool. Educational Media International56(1), 1–13. https://doi.org/10.1080/09523987.2019.1583461

 

Pantelidis, V. S. (1993). Virtual Reality in the Classroom. Educational Technology33(4), 23–27. http://www.jstor.org/stable/44428033

 

Poetker, B. (2019). The Very Real History of Virtual Reality (+A Look Ahead). https://www.g2.com/articles/history-of-virtual-reality

 

Rodriguez, S. (2021). Facebook takes a step toward building the metaverse, opens virtual world app to everyone in U.S. CNBC. https://www.cnbc.com/2021/12/09/facebook-opens-horizon-worlds-vr-metaverse-app-.html