ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 17 September 2022

Plagiarisme Dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia

 

Oleh:

Dewi Syukriah

Fakultas Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI

 

Di dalam dunia Pendidikan, tindakan plagiarisme sangatlah tidak terpuji. Tindakan plagiarisme adalah tindakan curang dalam dunia akademis. Sehingga mahasiswa sudah sering diedukasi untuk menghindari tindakan tersebut. Namun banyak kasus yang terjadi mengenai plagiarisme di Indonesia baik yang terungkap maupun tidak terungkap. Dengan adanya teknologi internet sangatlah mudah bagi seseorang untuk mengakses karya dari orang lain dengan cepat. Tindakan plagiat bisa dilakukan secara sadar dan bisa juga tanpa sadar sehingga diperlukan pemahaman secara mendalam untuk benar-benar menghindarinya serta memahami faktor-faktor penyebab terjadinya plagiarisme.

 

Salah satu contoh tindakan plagiarisme yang dilakukan oleh beberapa orang dan cukup menghebohkan Indonesia, seperti dilansir dari www.kumparan.com adalah  Mochammad Zuliansyah yang merupakan alumnus Program Doktoral STEI angkatan 2003, menerima konsekuensi berupa tidak berlakunya ijazah serta disertasi miliknya, akibat terbukti melakukan plagiarisme dalam disertasi karyanya. Disertasi itu berjudul "3D topological relations for 3D spatial Analysis". Disertasi tersebut merupakan plagiasi dari paper berjudul "On 3D Topological Relationships" yang dikarang oleh Siyka Zlatanova. Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh pihak komite Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE), ketika disertasi karya Zuliansyah diikutsertakan dalam The IEEE International Conference on Cybernetics and Intelligent Systems di Chengdu, Cina, pada akhir September 2008 lalu. Sementara paper Siyka, pernah dipresentasikan dalam The 11th International Workshop on Database and Expert System application, DEXA 2000. Plagiarisme yang dilakukan oleh Zuliansyah, masuk dalam kategori plagiasi level 1 atau paling berat. 

 

Adapula kasus Anak Agung Banyu Perwita, profesor Universitas Katolik Parahyangan, dituding menjiplak dalam artikelnya yang dimuat di harian nasional, The Jakarta Post. Harian itu menilai tulisan Banyu telah menjiplak sebuah jurnal ilmiah di Australia yang ditulis Carl Ungerer. Rapat senat universitas yang berlangsung enam jam akhirnya memutuskan untuk mencopot seluruh jabatan guru besar bidang hubungan internasional Universitas Parahyangan itu, seperti yang dilansir dari www.nasional.tempo.com.

 

Jika melihat dari contoh-contoh tersebut diatas, mungkin akan muncul dalam benak kita apa yang dimaksud dengan plagiarisme dan mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apalagi jika ditelusuri,  kebanyakan para pelaku plagiarisme yang disebutkan di atas adalah berlatar belakang Pendidikan tinggi yang notabene diasumsikan sebagai seorang individu yang memiliki kapasitas intelektual yang cukup mumpuni.

 

Plagiarisme berasal dari kata Latin “plagiarius” yang berarti “penculik”, yang menculik anak. Aronson (2007) menyatakan bahwa kata plagiarisme masuk ke dalam kamus bahasa Inggris Oxford pada tahun 1621 dan plagiarisme telah didefinisikan oleh Encyclopedia Britannica sebagai “tindakan mengambil tulisan orang lain dan memberikannya sebagai milik sendiri.” Ini adalah tindakan pemalsuan, pembajakan, dan penipuan dan dinyatakan sebagai kejahatan serius akademisi (Jawad 2013) .  Ini juga merupakan pelanggaran undang-undang hak cipta. Kejujuran dalam praktik ilmiah dan dalam publikasi sangat diperlukan. The World Association of Medical Editors (WAME) pada tahun 2016 mendefinisikan plagiarisme sebagai “… penggunaan ide atau kata-kata orang lain yang diterbitkan dan tidak diterbitkan (atau kekayaan intelektual lainnya) tanpa atribusi atau izin dan menampilkannya sebagai baru dan asli daripada berasal dari sumber yang sudah ada. ”

 

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa plagiarisme adalah tindakan dimana seseorang mencantumkan kata, kalimat, ide, paragraf hingga pendapat orang lain tanpa mencantumkan sumber aslinya. Segala bentuk apapun yang diperoleh dari sumber lain maka sumber ini wajib dicantumkan di dalam karya, sehingga setiap orang dapat terhindar dari tindakan plagiarisme. Banyak sanksi yang akan menanti jika terbukti melakukan plagiarisme, misalnya terancam DO (drop out), ijazah tidak diakui, resiko jabatan akademik yang diraih akan diberhentikan saat itu juga secara tidak hormat, dll. 

 

Walaupun Indonesia memiliki hukum yang tegas terhadap tindakan plagiarisme, namun masih banyak oknum-oknum pelaku plagiarisme yang masih terbebas dari hukuman. Tidak dapat dipungkiri, terjadinya plagiarisme dalam dunia Pendidikan di Indonesia layaknya seperti lingkaran setan, idealnya setiap orang menghendaki originalitas dalam berkarya, namun  banyak faktor  yang dapat memicu terjadinya plagiarisme seperti yang dikemukakan oleh  Debnath (2016)  yang merangkum setidaknya ada 8 alasan mengapa plagiarisme dilakukan, yaitu (1) Informasi yang tersedia dengan mudah, terlebih lagi dengan adanya internet. (2) tekanan publikasi dari tuntutan akademik, baik bagi dosen atau mahasiswa yang sedang mengejar target akademik. (3) Kurang percaya diri dan kurang terampil menulis, sering kali terjadi pada penulis pemula. (4) Menulis artikel terburu-buru dan di bawah tekanan. (5) Kurangnya pemahaman dan kesadaran mengenai plagiarisme. (6) Kurangnya kesadaran bahwa sekalipun orang lain memberikan teks orisinal tetap tidak diperkenankan melakukan usaha penyalinan tanpa menyebutkan sumber orisinal. (7) Beberapa penulis meyakini bahwa tidak masalah menulis ulang konsep/data/teks yang mereka miliki (self plagiarisme) dan publikasikan sebelumnya tanpa melakukan penulisan sumber (self-citation), asalkan tidak menyalin karya orang lain. (8) Telah terbiasa melakukan plagiarisme, dipermudah dengan adanya komputer dan internet, serta pernah melakukan plagiarisme di masa lalu atau belum pernah tertangkap hingga sekarang. Sebuah penelitian kualitatif turut mendukung 2 dari 8 alasan yang dijelaskan oleh Debnath (2016), penelitian ini menemukan bahwa dua faktor yang menyebabkan mahasiswa di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang melakukan plagiarisme, yaitu karena kemudahan akses informasi dan tuntutan tugas kuliah dengan waktu yang terbatas (Zalnur, 2012).

 

Plagiarisme tidak hanya diakibatkan oleh perilaku dari pelaku. Kurangnya kontrol yang ketat terhadap penulisan karya ilmiah oleh otoritas pendidikan juga memungkinkan suburnya plagiarisme di Indonesia. Pada institusi pendidikan, dosen dan mahasiswa dapat menjadi pelaku plagiarisme, para pemimpin institusi pendidikan harus membuat aturan tegas untuk mengurangi kecenderungan melakukan plagiarisme. Plagiarisme dapat pula terjadi dikarenakan pengelolaan jurnal yang buruk. Editor dan reviewer sebagai pihak otoritas jurnal hendaknya secara konsisten menerapkan standar yang ketat pada naskah, dimulai dengan melakukan uji plagiarisme, melakukan pengecekan awal naskah yang masuk, melakukan proses review (double blind review: penulis dan review sama-sama tidak saling tahu identitas masing-masing, single blind review: penulis tidak tahu siapa reviewer-nya, atau open review: kedua pihak saling tahu), dan mengomunikasikan secara aktif proses pengelolaan naskah kepada penulis.

 

Pelaku plagiarisme tidak dapat disalahkan 100%, sesuai dengan kata pepatah “ ala bisa karena biasa” dengan kata lain, maraknya plagiarisme di dalam dunia akademik dikarenakan banyaknya beban dalam dunia pendidikan di Indonesia, contohnya seorang dosen yang setiap semester harus membuat buku, atau modul atau menerbitkan artikel yang dipublikasikan dalam jurnal internasional, ditambah lagi dengan kewajiban mengajar, membimbing mahasiswa, dan tugas akademik lainnya yang sangat menyita waktu, tenaga dan pikiran,  sehingga mengakibatkan waktu yang sangat minim dan tidak cukup untuk mendalami materi penelitian ataupun untuk mencari referensi serta teori terkait dengan penelitian yang akan dilakukan; maka terjadilah tindakan plagiarisme sebagai jalan keluar yang tercepat, ditambah dengan adanya kemudahan mengakses melalui media internet yang juga mendukung terjadinya hal tersebut.  Diharapkan dengan adanya koordinasi yang baik antara masing-masing pihak, seperti berkurangnya beban kerja dosen setiap semester, ataupun penindakan yang tegas sesuai hukum yang berlaku terhadap para pelaku plagiarisme, tindakan plagiarisme akan semakin berkurang di masa yang akan dating. Sejatinya penulisan karya ilmiah akan jauh lebih bermakna dan berguna jika dilakukan secara jujur dan juga menggunakan ide dari diri sendiri tanpa merugikan pihak lain. 

 

 

Referensi :
 
Aronson, J. K. (2007). Plagiarism – Please Don’t Copy. British Journal of Clinical Pharmacology, 64, 403-405.

 

Debnath, J. (2016). Plagiarism: A silent epidemic in scientific writing – Reasons, recognition and remedies. Plagiarisme dalam menulis.  Buletin Psikologi 41 Medical Journal Armed Forces India, 72(2), 164–167. doi: 10.1016/j.mjafi.2016.03.010

 

Jawad, F. (2013).  Plagiarism and integrity in research. Journal of Pakistan Medical Association63,1446–7. 

 

Pechnick, J. A. (2001).  A short guide to writing about biology. 4th ed. New York: Addison Wesley Longman.

 

World Association of Medical Editors. Publication Ethics Policies for Medical Journals. [Last accessed on 2016 Oct 14]. Available from: “http://www.ameorg/resources/publication-ethics-policies-for-medical-journals.” http://www.wameorg/resources/publication-ethics-policies-for-medical-journals .

 

Zalnur, M. (2012). Plagiarisme di kalangan mahasiswa dalam membuat tugas-tugas perkuliahan pada Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. AL-Ta’Lim, 19(1), 55–66. doi: 10.15548/jt.v19i1.6

 

https://kumparan.com/kumparannews/4-akademisi-tanah-air-yang-terjerat-kasus-plagiarisme/full (diakses pada 13 Juli 2022)

 

https://nasional.tempo.co/read/555420/8-kasus-plagiat-yang-menghebohkan-indonesia?page_num=3(diakses pada 13 Juli 2022)