ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 17 September 2022

Meraih Kebahagiaan: Mari Bersyukur, Kurangi Insecure

 

Fitroh Fauziyah Sholihah & Fuad Nashori

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya,  ,,Universitas Islam Indonesia

 

“Gratitude is a powerful catalyst for happiness. It’s the spark that lights a fire of joy in your soul.”  AmyCollette

 

Saat ini, era digital semakin memudahkan kita untuk mengetahui aktivitas kehidupan orang lain hanya dengan melihat update story atau postingan di akun media sosial. Salah satunya adalah Instagram. Instagram membuat setiap pemilik akunnya bebas untuk membagikan aktivitas di akun pribadinya dan dapat dilihat oleh orang lain. Kebanyakan orang biasanya membagikan aktivitas yang menyenangkan yang mereka syukuri seperti saat berlibur, mendapatkan prestasi, makan makanan yang disukai, kemesraan dengan pasangan, dan lainnya. Namun, tidak sedikit juga orang membagikan aktivitas yang kurang menyenangkan seperti mengungkapkan perasaan marah, galau, menyindir seseorang, dan lainnya. 

 

Bagi sebagian besar orang, melihat aktivitas kehidupan orang lain yang menyenangkan akan membuatorang yang melihatnya ikut senang. Namun, bagi sebagian orang lainnya, ketika melihat kehidupan orang lain yang dibagikan di media sosial akan dijadikannya sebagi pembanding dengan kehidupan yangdijalaninya. Ketika membandingkan diri dan kehidupan orang lain seperti itu terus-menerus, maka akanmembuat diri menjadi fokus terhadap keterbatasan atau kekurangan diri dan menutup mata dari keunggulan atau potensi baik dari diri yang dimiliki. Fenomena tersebut tanpa disadari menciptakan perasaan gelisah atau insecure atas dirinya sendiri. Karena dinaungi suasana insecure, sebagian orang menjadi sulit untuk merasa bersyukur dan bahagia terhadap hal baik yang ada pada dirinya.

 

Bersyukur

Dalam kajian ilmu psikologi positif, bersyukur dikenal dengan istilah gratitude. Bersyukur berarti menyadariberbagai hal baik yang terjadi padanya, tidak pernah mengabaikannya, dan selalu menyediakan waktuuntuk mengungkapkan rasa syukur atau berterima kasih atas segala kebaikan yang diterima. Watkins, dkk (2003)  menjelaskan bahwa syukur merupakan perasaan berlimpah akan sebuah hal yang bahagia dan diapresiasikan secara sederhana, termasuk kepada orang lain. Menurut Watkins dkk, `apresiasi adalahbentuk utama dari rasa syukur.

 

Konsep bersyukur yang hanya menekankan perasaan berlimpah, namun tidak mengaitkan dengan pemberi kehidupan tampaknya tidak begitu cocok dengan alam pikir orang Indonesia yang dikenal religius. Listiyandini dkk (2015) mengungkapkan bahwa salah satu ciri bersyukur orang Indonesia adalah “rasa apresiasi (sense of appreciation) terhadap orang lain ataupun Tuhan dan kehidupan”. 

 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang senantiasa bersyukur dalam kehidupannya akan selalu berusaha untuk mengungkapkan rasa syukur. Bagi orang beragama, pengungkapan syukur diwujudkan dala bentuk kesadaran akan keberlimpahan nikmat Tuhan, pengungkapan terima kasih kepada Tuhan dan kepada manusia, serta pengungkapan dalam bentuk berbagi atas nikmat yang diterimanya. 

 

Insecure

Secara bahasa insecure berarti gelisah, tidak aman. Menurut Maslow (1942), insecure merupakan suatu kondisi saat seseorang merasa tidak aman, menganggap dunia sebagai sebuah “hutan” yang mengancam dan kebanyakan manusia berbahaya dan egois. Secara umum, orang yang insecure merasa ditolak danterisolasi, cemas, pesimis, tidak bahagia, merasa bersalah, tidak percaya diri, egois, dan cenderungneurotik.

 

Greenberg (2015) menjelaskan bahwa ada tiga penyebab seseorang menjadi insecure. Pertama: Karena kegagalan atau penolakan yang pernah terjadi. Hal ini memberikan dampak padaketidakpercayaan diri. Kedua: Karena kecemasan sosial. Hal ini berkaitan dengan perasaan takut dievaluasioleh orang lain sehingga merasa cemas dan akhirnya memilih untuk menghindari situasi sosial. Biasanya terjadi karena adanya kepercayaan yang menyimpang tentang harga diri mereka. Ketiga: Karena doronganperfeksionisme. Sebagian orang memiliki standar yang sangat tinggi dalam hal yang dilakukan atau diinginkan. Namun, hidup tidak selalu seperti yang diinginkan sehingga ketika tidak sesuai dengan yang diinginkan akan timbul rasa kecewa. Jika terus-menerus merasa kecewa dan menyalahkan diri karena ketidaksesuaian dengan harapan yang diinginkan, maka akan muncul perasaan tidak nyaman.

 

Kebahagiaan

Kebahagiaan merupakan sebuah konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan seseorang (Peterson et al, 2005). Sedangkan, dalam idealisme psikologi positif kebahagiaan adalah tujuan akhir darisegala aktivitas, yang universal dan kekal. Pada dasarnya, kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap orang memiliki tolak ukur kebahagiaan yang berbeda-beda. Selain itu, faktor yang membuatseseorang bahagia juga berbeda-beda. Seseorang yang mendapatkan kebahagiaan sejati adalah yangdapat mengidentifikasi dan mengolah kekuatan dasar (strength dan virtue) yang dimilikinya danmengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dalam segala hal.

 

Kekuatan (strength) dan sifat baik (virtue) di atas ada pada setiap diri individu yang jika diolah dengan baikakan mengantarkan pada sebuah kebahagiaan. Karenanya, kebahagiaan seseorang menjadi bersifatsubjektif, tergantung pada bagaimana orang tersebut mengelola kekuatan dan sifat baik yang ada padadirinya ketika menghadapi berbagai hal dalam kehidupannya.

 

Pentingnya Bersyukur untuk Meraih Kebahagiaan

Apakah dengan bersyukur kita akan menjadi bahagia? Ya, tentu saja dengan bersyukur atas kehidupanyang kita jalani, baik dalam keadaan lapang maupun sempit akan membuat diri kita merasakan kebahagiaan.Orang yang bersyukur atas kehidupannya dapat mengakui dan menerima berbagai kelebihan maupunkekurangan diri, kualitas kehidupannya, serta merasa lebih positif dalam menjalankan kehidupannya. Selain itu, bersyukur juga menjadi salah satu faktor yang penting dalam meraih kebahagiaan. Bersyukur akan menjadikan seseorang merasa bahagia, optimis, dan merasakan kepuasan hidup (Froh et al, 2007).

 

Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa bersyukur menjadi hal penting bagi kita untuk meraih kebahagiaan.

 

 

Referensi:

 

Froh, J.J., Miller, D.N., & Snyder, S. (2007). Gratitude in children and adolescents: Development,assessment, and school-based intervention. School Psychology Forum, 2, 1–13.

 

Greenberg, M. (2015). The 3 Most Common Causes of Insecurity and How to    Beat          Them.            Diakses         pada   23       Mei      2022            di https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-mindful-self-express/201512/the-3- most-common-causes-insecurity-and-how-beat-them

 

Listiyandini, R. A., Nathania, A., Syahniar, D., Sonia, L., & Nadya, R. (2015). Measuring gratitude: The preliminary development of the Indonesian Gratitude Scale. Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology2(2), 473–496. https://doi.org/10.24854/jpu39

Maslow, A. H. (1942). The dynamics of psychological security-insecurity. Journal of Personality, 10 (4),331–344.

 

McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A. (2002). The grateful disposition: A conceptual andempirical topography. Journal of Personality and Social Psychology, 82(1). 112-127.

 

Peterson, C., Park, N., & Seligman, M. E. (2005). Orientations to happiness and life satisfaction: The full lifeversus the empty life. Journal of happiness studies, 6(1), 25-41.

 

Watkins, P. C., Woodward, K., Stone, T., & Kolts, R. L. (2003). Gratitude and happiness: Development of a measure of gratitude, and relationships with subjective well-being. Social Behavior and Personality: aninternational journal, 31(5), 431-451.