ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 16 Agustus 2022

Bentuk Cinta dari Sasaeng, Wajarkah?

 

Oleh:

Irnawati Jayanti

Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

 

Pernahkah anda merasakan cinta?

Memiliki rasa cinta pada hakikatnya adalah hal yang patut disyukuri. Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa kebahagiaan itu saat kita bisa mencintai dan dicintai. Namun apa jadinya jika cinta yang seharusnya membuat bahagia malah tumbuh menjadi suatu ketidakwajaran?

 

Bagi para penggemar Korean Pop (K-Pop), kata sasaeng menjadi suatu hal yang tidak lagi asing terdengar. Ada yang mulai terpancing amarahnya saat mengetahui aksi yang dilakukan atau hanya dengan mendengar kata tersebut saja. Sasaeng merupakan panggilan bagi mereka yang menggemari K-Pop idol secara intensif hingga melakukan hal-hal yang sifatnya agresif bahkan berpotensi membahayakan idolanya (Yoon, 2017)Cinta yang diberikan oleh sasaeng bukan lagi sebatas penggemar yang mengidolakan artisnya, tetapi rasa memiliki atas artis kecintaan mereka itu. 

 

Salah satu kasus yang sempat menjadi perbincangan adalah pengalaman Taecyeon dan Chansung 2PM saat menggelar konser di Singapura. Malam yang seharusnya menjadi waktu mereka beristirahat harus terganggu karena ulah 6 orang sasaeng yang tiba-tiba saja memasuki kamar hotel mereka sambil tertawa kecil dan tanpa rasa bersalah (Asih, 2021). Hal ini dilakukan oleh para sasaeng untuk bisa bertemu secara langsung dan dapat melakukan kontak fisik dengan idol mereka. Bentuk cinta yang diberikan oleh para sasaeng tersebut mengindikasikan adanya obsessive love disorder.

 

Obsessive love disorder merupakan keadaan saat timbul keinginan yang begitu besar untuk memiliki seseorang diiringi perasaan yang tidak terima akan adanya penolakan (Boro, 2020). Dikatakan oleh Asih (2021) bahwa saat itu Taecyeon dan Chansung mengekspresikan keterkejutan terhadap datangnya para sasaeng dengan mengumpat. Karena merasa ditolak oleh idolnya, keenam sasaeng tersebut balik mengumpat di hadapan Taecyeon dan Chansung. Hal ini menunjukkan adanya sikap tidak menerima penolakan atas cinta yang mereka rasa telah diberikan. Kondisi ini tentunya tak hanya mengganggu idola mereka, tetapi juga dapat memengaruhi kehidupan dan bagaimana cara para sasaeng ini berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sebab obsesi yang mereka miliki pada orang yang dicintai dapat bermanifestasi menjadi sebuah hal yang cara kerjanya seperti adiksi, yakni ketergantungan yang diiringi penciptaan neurokimia sehingga nantinya akan melepas hormon yang membuat seseorang membentuk identitas positif atas dirinya (Lucas et al., 2019).

 

Adapun yang disampaikan oleh Cherney (2018) bahwa gejala dari orang yang mengalami obsessive love disorder ini dapat terlihat lewat ketertarikan yang begitu tinggi pada orang yang dicintainya, pikiran disertai tindakan cemburu yang berlebihan, memantau secara intens aktivitas orang yang mereka cintai, hingga menguntit kemanapun mereka pergi. Apa yang dilakukan sasaeng terhadap idol, terlebih dalam kasus ini adalah Tecyeon dan Chansung, menunjukkan rasa ketertarikan mereka yang amat tinggi hingga harus diam-diam memasuki kamar hotel tempat idolanya beristirahat. Tentunya mereka telah lebih dahulu memantau gerak-gerik sekaligus mengikuti ke mana Taecyeon dan Chansung pergi, hingga akhirnya bisa mendapatkan akses untuk memasuki kamar mereka. Yang pasti, perlu adanya usaha lebih bagi mereka untuk mendapatkan hal tersebut. Yang perlu digarisbawahi, mereka rela melakukan hal apapun untuk dapat bertemu secara lebih dekat dengan idol mereka.

 

Lalu pertanyaannya, bagaimana sebenarnya obsessive love disorder dapat terjadi pada seseorang? 

Ternyata, obsessive love disorder tidak terbentuk secara tunggal melainkan gabungan dari beberapa hal. Salah satunya adalah Obsessive Compulsive Disorder (OCD). OCD umumnya didiagnosa bagi orang yang kehidupannya terganggu karena mengalami pikiran yang amat membuat gelisah disertai dorongan untuk melakukannya sehingga memunculkan reaksi berlebih untuk menghadapi obsesi tersebut (Robbins et al., 2019). Lalu keterkaitan antara OCD dan obsessive love disorder dipercaya oleh McLauchlan et al. (2021)lewat hubungan yang terjadi saat cinta perlu pengontrolan namun gagal dilakukan, sehingga akan menciptakan obsesi yang berlebih disertai dorongan untuk melakukannya. Bahkan terkadang, orang yang mengalaminya tidak menyadari bahwa ia tengah berada pada kondisi tersebut. Sehingga bagi mereka, apa yang dilakukan adalah bentuk pengungkapan atas cintanya. Selain itu, erotomania juga berperan dalam terjadinya obsessive love disorder ini. Erotomania sendiri merupakan kondisi saat seseorang merasa dicintai secara diam-diam oleh orang lain yang kondisi sosialnya lebih tinggi dari pada dirinya (Kelly, 2017). Jika melihat dari apa yang dilakukan oleh sasaeng ini, erotomania dapat terjadi karena neurokimia yang tadi tercipta sehingga membentuk identitas positif atas dirinya, kemudian memberi keyakinan bahwa idol yang mereka cintai itu juga mencintai mereka. Sehingga, ketika mereka dihadapkan dengan penolakan, rasa tidak terima itu muncul.

 

Yang perlu kita ketahui adalah obsessive love disorder bukanlah suatu hal yang tidak dapat dibantu. Meskipun diperlukan proses, namun terdapat hal-hal yang bisa dilakukan guna mereduksi kondisi ini. Tentunya adalah dengan menemui tenaga profesional. Perlu adanya perlakuan khusus, bahkan obat-obatan yang diberikan oleh pihak berwenang untuk membantu mereka yang mengalami obsessive love disorder. Namun, sedari dini kita dapat mencegah kondisi tersebut dengan berusaha mengenali diri sendiri dengan baik terlebih dahulu, sehingga perilaku obsesif yang cenderung tidak sadar dilakukan ini dapat terhindar.

 

 

REFERENSI:

 

Asih, R. (2021, July 5). Taecyeon 2PM kenang cerita ngeri saat kamar hotel dibobol sasaeng. Liputan6.https://www.liputan6.com/showbiz/read/4598317/taecyeon-2pm-kenang-cerita-ngeri-saat-kamar-hotel-dibobol-sasaeng

Boro, A. R. I. (2020). Graham Greene and the issue of obsessive love: The critical analysis of the end of the affair. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal) : Humanities and Social Sciences3(1), 1–10. https://doi.org/10.33258/birci.v3i1.707

Cherney, K. (2018, September 18). Obsessive love disorder. Healthline. https://www.healthline.com/health/obsessive-love-disorder#symptoms

Kelly, B. D. (2017). Love as delusion, delusions of love: Erotomania, narcissism and shame. Medical Humanities44(1), 15–19. https://doi.org/10.1136/medhum-2017-011198

Lucas, H., Csikszentmihalyi, M., & Nakamura, J. (2019). Beyond-personal love–Experiencing love beyond the person. Journal of Positive Psychology14(6), 789–798. https://doi.org/10.1080/17439760.2019.1579354

McLauchlan, J., Thompson, E. M., Ferrão, Y. A., Miguel, E. C., Albertella, L., Marazziti, D., & Fontenelle, L. F. (2021). The price of love: An investigation into the relationship between romantic love and the expression of obsessive-compulsive disorder. CNS Spectrums, 1–8. https://doi.org/10.1017/S1092852921000444

Robbins, T. W., Vaghi, M. M., & Banca, P. (2019). Obsessive-compulsive disorder: Puzzles and prospects. Neuron102(1), 27–47. https://doi.org/10.1016/j.neuron.2019.01.046

Yoon, K. (2017). Global imagination of K-Pop: Pop music fans’ lived experiences of cultural hybridity. Popular Music and Society41(4), 373–389. https://doi.org/10.1080/03007766.2017.1292819