ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 15 Agustus 2022

Bekerja Dengan Bermakna

 

Oleh:

Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo & Alia Natakusuma

Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya

 

Dari 69 juta populasi Indonesia, 27.94 % – atau setara dengan 75 juta jiwa – berasal dari Generasi Z yang lahir di antara 1981-1996 (Jayani, 2021).  Generasi yang merupakan digital natives ini membawa angin segar pada pasar tenaga kerja terutama karena keterkaitan mereka pada dunia teknologi informasi sejak lahir. Di sisi lain, Nabahani dan Riyanto (2020) mengingatkan bahwa generasi Z dikenal sebagai ‘kutu loncat’ karena cenderung berganti-ganti pekerjaan. Dalam bekerja, Generasi Z takut ketinggalan sehingga gemar bergegas berpindah haluan (Stillman & Stillman, 2018). Berger (2022) memotret bahwa dibandingkan tahun sebelumnya, pegawai Generasi Z berganti pekerjaan 40% lebih sering. 

 

Ketika organisasi mengalami kondisi dimana pegawainya bolak balik resign, sudah barang tentu terjadi disrupsi. Tentunya hal ini menjadi persoalan tersendiri dari segi komitmen organisasi (organizational commitment) – yang terbagi dalam komitmen afektif (affective commitment), komitmen berkelanjutan (continuance commitment) serta komitmen normatif (normative commitment) (Marmaya et al., 2011). Meyer, Bobocel dan Allen (1991) berpendapat, komitmen organisasi terkait dengan sejumlah perilaku kerja penting lainnya seperti turnoverabsenteeism dan performa kerja. Maka ketika Generasi Z dipandang memiliki komitmen organisasi yang rendah, dunia kerja pun menjadi waswas. 

 

Namun apakah kecemasan tersebut beralasan? Apakah memang sia-sia mengharapkan loyalitas generasi Z? Ternyata ada sejumlah temuan yang menarik untuk dipelajari. 

 

Berger (2022) melihat hampir 80% Generasi Z ingin bekerja di tempat yang selaras dengan hal-hal yang mereka yakini. Dengan kata lain, mission matters. Nurqamar et. al. (2021) melihat bahwa pada Generasi Z, komitmen mereka dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh perilaku kewargaan organisasi (organizational citizenship behavior) – yaitu perilaku sukarela mengerjakan pekerjaan lebih dari standar tugas tersebut - karena hal tersebut mereka rasa sebagai hal yang penting. 

 

Delloit (2021) dalam Deloitte Global Millenial and Gen Z Survey menemukan hal yang sama: generasi Z ingin mendorong perubahan dengan cara lebih terlibat secara politis, melakukan upaya-upaya sadar dan terencana, memilih organisasi yang mencerminkan nilai-nilai yang mereka anut serta mendorong isu-isu sosial. 

 

Nakamura dan Otsuka (2012, sebagaimana dikutip dalam Mulyati et. al. (2021) melihat isu tersebut sebagai meaningful work, dimana pekerjaan dialami sebagai sesuatu yang bermakna dan dipercaya memiliki dampak positif terhadap orang lain. Lips-Wiersma dan Wright (2012) melihat bahwa ketika seseorang mengalami pekerjaan sebagai sesuatu yang bermakna, maka pengalaman subyektif individual tersebut memberikan signifikansi eksistensial atau tujuan dalam bekerja. Putri (2021) meneliti meaningful work pada relawan generasi Z dan menyimpulkan bahwa semakin tinggi meaningful work seseorang, semakin tinggi juga tingkat kelekatan seseorang dalam bekerja.

 

Jadi apakah makna menjadi kunci yang membuat “si kutu loncat” Generasi Z bisa nyaman berdharma bakti di organisasi tempat mereka bekerja? Courtney (2019) mengafirmasi hal tersebut dengan mengutip survey BBMG dan GlobeScan, dimana 32% generasi Z ingin bahwa apa yang mereka kerjakan bisa berdampak bagi masyarakat banyak. 

 

Memaknai hal tersebut, Popaitoon (2021) melihat bahwa dalam menyusun strategi retensi pegawai (employee retention) untuk generasi Z, organisasi dapat menelisik bagiamana mereka memaknai pekerjaan. Ketika generasi Z mengalami kebermaknaan dalam bekerja, maka keinginan mereka untuk tetap berada di organisasi serta mendukung keberlanjutan organisasi menjadi tinggi. Organisasi yang bisa menyusun strategi yang mendorong kebermanaan tersebutlah yang dapat meraih manfaat dari karakteristik generasi Z ini. 

 

 

Referensi:

 

Berger, C. (2022, 27 Mei). Gen Z workers will be 30% of the workforce by 2030 – here’s what they want from their employers. Fortune https://fortune.com/2022/05/27/gen-z-workers-want-flexibility-at-work/

 

Courtney, L. (2019). Gen Z wants meaningful work – on their own terms. Agility PR solutions. 

 

Jayani, D.H. (2021). Proporsi populasi generasi Z dan milenial terbesar di Indonesia. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/24/proporsi-populasi-generasi-z-dan-milenial-terbesar-di-indonesia

 

Meyer, J.P.; Bobocel, D.R. & Allen, N.J. (1991). “Development of organizational commitment during the first year of employment: A longitudinal study of pre- and post-entry influences.” Journal of Management  https://doi.org/10.1177/014920639101700406

 

Marmaya, N.H., et. al. (2011). “Organizational commitment and job burnout among employees in Malaysia. ICBER 1 185-187.

 

Mulyati, R. et. al. (2019). “Model work engagement angkatan kerja generasi millennial dengan meaningful work sebagai mediator.” Gadjah Mada Journal of Psychology (GAMAJOP) 5(1) 34-49. 

 

Nabahani, P.R. & Riyanto, S. (2020). “Job satisfaction and work motivation in enhancing generation Z’s organizational commitment.” Journal of Social Science. 234-240.

 

Nurqamar, I.F. et. al. (2021). “OCB, job engagement and organizational commitment: A study of Z generation.” Psychology and Education. 58(2). 9797-9803.

 

Putri, L.U. (2021). Hubungan antara meaningful work dan personal engagement pada relawan generasi Z. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 

 

Popaitoon, P. (2022). “Fostering work meaningfulness for sustainable human resources: A study of generation Z” Sustainability 14(3626). 1-13.

 

Singh, A.P. & Dangmei, J. (2022). “Understanding the generation Z: The future workforce.” South-Asian Journal of Multidisciplinary Studies (SAJMS) 3(3). 1-5.

 

Stillman, D. & Stillman, J. (2018). Generasi Z: Memahami karakter generasi baru yang akan mengubah dunia kerja. Jakarta: PT Gramedeia Pustaka Utama.