ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 15 Agustus 2022

Niat Pernikahan Dini Menyelesaikan Masalah Tetapi Anak Perempuan Menjadi Korban

 

Oleh:

Aisyah Fitri Mutiara Edwina1 & Ellyana Dwi Farisandy2

Program Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan JayaProgram Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya2

 

 

PENDAHULUAN

Menurut data pada databoks pada tahun 2018 tercatat pernikahan dini banyak sekali tersebar di seluruh Indonesia. Terdata 1.184.100 perempuan yang pada saat itu berusia 20-24 tahun ternyata sudah menikah pada usia 18 tahun (Pusparisa, 2020)Banyak orang-orang yang sudah lanjut usia disekitar saya yang beranggapan bahwa perempuan tidak perlu memiliki pendidikan tinggi yang terpenting bisa mengurus rumah dengan baik. Berdasarkan berita dari kumparan.com, menurut data dari Komisioner KPAI Daerah Kabupaten Bekasi menyebutkan bahwa terdapat sekitar 60 persen mulai dari anak-anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menegah Pertama oleh orang tuanya dipaksa untuk melakukan pernikahan dini (Krestianti, 2018)Stereotip seperti itulah yang menghambat perempuan untuk melakukan kegiatan yang mereka sukai dan akhirnya terjebak dalam pernikahan dini. Bedasarkan ketentuan Kemen PPPA dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yang membahas mengenai perlindungan anak disebutkan kategori anak adalah mereka yang memiliki usia dibawah 18 tahun (Saptoyo, 2021)Maka orang-orang yang melakukan pernikahan dibawah usia 18 tahun disebut dengan pernikahan dini. Sebenarnya, apa yang menyebabkan pernikahan dini terus ada dan bagaimana cara agar para perempuan tidak menjadi korban lingkungan dalam pernikahan dini?

  

DEFINISI STEREOTYPE

Fitrianti dan Habibullah (2012) menjelaskan stereotype merupakan penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang bisa saja menimbulkan kerugian dan ketidakadilan kepada salah satu gender. Contoh stereotype adalah seperti perempuan tidak perlu memiliki pendidikan tinggi karena akhirnya juga akan menikah dan mengurus rumah. 

 

PENYEBAB STEREOTYPE PERNIKAHAN DINI

Hardianti dan Nurwati (2020) mengungkapkan beberapa penyebab stereotype pernikahan dini, antara lain:

1.  Faktor Budaya dan Adat Istiadat

Budaya bukan hanya dari kebudayaan suku tetapi kebudayaan dimana tempat kita dibesarkan. Adat istiadat yang ada disekitar kita jika sudah biasa dengan pernikahan dini, akan semakin mudah untuk melaksanakannya. Adat istiadat seperti orang tua yang malu ketika anak gadisnya disebut perawan tua karena sudah berusia 20 tahun namun belum menikah mendorong tejadinya pernikahan dini.

 

2.  Faktor Orang tua

Orang tua menjadi salah satu faktor pernikahan dini. Beberapa orang tua masih memiliki paham bahwa mereka memiliki kewajiban untuk mencarikan jodoh anak gadisnya dan segera menikahkan anak gadis dengan kekasihnya untuk menjauhi hal-hal yang akan membuat malu keluarganya.  Anak perempuan berasumsi bahwa apa yang diinginkan oleh orang tua adalah hal yang wajib dituruti. Sehingga anak perempuan mau tidak mau menuruti perintah orangtuanya termasuk dalam hal menikah 

 

3.  Faktor Ekonomi

Anak perempuan yang berasal dari kelompok keluarga miskin lebih banyak melakukan pernikahan dini. Penikahan dianggap dapat mengurangi masalah ekonomi yang dihadapi, karena keluarga menganggap bahwa setelah menikah perempuan dibiayai oleh suaminya. Tapi nyatanya hal ini mengakibatkan naiknya angka kemiskinan karena kondisi ekonomi yang dimiliki sang anak tidak jauh berbeda.

 

4.  Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan berkaitan dengan faktor ekonomi, karena banyak perempuan yang putus sekolah akibat tidak memiliki biaya. Terdapat orangtua yang beranggapan bahwa anak perempuannya tidak perlu sekolah tinggi karena nantinya mereka hanya mengurus rumah dan segala kebutuhan ditanggung suaminya.

 

5.  Faktor dari Individu sendiri

Faktor ini dapat disebabkan salah satunya jika remaja melakukan kegiatan seksual dibawah 18 tahun akibat kurang pengawasan dari orang tua dan menyebabkan hamil diluar nikah. Maka, hal ini akan berujung pada dilaksanakannya pernikahan dini. Seperti yang terjadi pada bulan Maret 2020 di Desa Ngunut Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung menurut data yang didapat dari KUA Kecamatan terdapat delapan anak yang sudah melangsungkan pernikahan dibawah umur dan terdapat faktor hamil diluar nikah (Nikmah, 2021).

 

 

DAMPAK PERNIKAHAN DINI

1.      Angka Perceraian yang Tinggi

Menurut Julijanto (2015) pada Kecamatan Jatipurno Wonogini bahwa ternyata usia penikahan itu sangat mempengaruhi tingginya faktor perceraian karena dianggap usianya terlalu muda untuk menikah.

 

2.      Penyakit Pada Alat Reproduksi Wanita

Menurut Hanum dan Tukiman (2015) jika perempuan terlalu muda untuk melakukan hubungan maka bisa muncul penyakit seperti kanker leher rahim ataupun terjadi infeksi yang menyebabkan penyakit menular seksual.

 

3.      Dampak Psikologis

Menurut Sari et al. (2020) dari hasil penelitian yang dilakukan dari 17 perempuan yang diwawancarai terdapat 2 perempuan yang mengalami KDRT ketika berumah tangga sehingga menimbulkan penyesalan telah melakukan pernikahan dini.

 

4.      Kehilangan Kesempatan Untuk Mencapai Pendidikan Tinggi

Menurut Mubasyaroh (2016) ketika seorang anak sudah melakukan pernikahan dini, maka ia akan sibuk dengan urusan rumah tangga seperti mengurus anak dan keluarganya saat ini. Hal ini lah yang semakin menghambat untuk mereka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.

 

SOLUSI PERNIKAHAN DINI

Suhadi et al. (2018) mengungkapkan beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi pernikahan dini, antara lain:

1.    Masyarakat memiliki pengetahuan dan paham dampak negatif pernikahan dini

Pernikahan dini sangat mudah sekali menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan biasanya perempuan yang akan menjadi korban karena tidak ada kesiapan mental sering kali berakhir dengan perceraian. 

 

2.    Penyampaian informasi dampak pernikahan dini bagi kesehatan organ reproduksi perempuan

Reproduksi yang dimiliki oleh perempuan yang belum siap dapat mengakibatkan kesakitan, lalu muncul trauma seks, pendarahan, keguguran, dan resiko yang paling fatal adalah kematian.

 

3.    Membentuk kelompok masyarakat sadar hukum

Pembentukan kelompok masyarakat yang sadar mengenai hukum diperlukan agar ada tenaga professional dibidang ahli hukum untuk membantu masyarakat memahami masalah hukum akibat pernikahan dini.

 

KESIMPULAN STEREOTYPE PERNIKAHAN DINI

Pernikahan dini yang disebabkan oleh beberapa faktor ternyata berdampak besar kepada para perempuan. Perempuan mendapat resiko yang berat ketika melakukan pernikahan dini. Penting sekali bagi kita semua untuk mengetahui dan mematahkan stereotype bahwa pernikahan dini bukan jawaban dari permasalahan tetapi pernikahan dini akan berujung pada timbulnya masalah baru.

 

 

REFERENSI:

 

 

Fitrianti, R., & Habibillah, H. (2012). Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan; Studi pada perempuan di kecamatan Majalaya kabupaten Karawang. Socio Konsepsia; Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 17(1), 85-100. https://doi.org/10.33007/ska.v17i1.809

 

Hanum, Y., & Tukiman, T. (2015). Dampak pernikahan dini terhadap kesehatan alat reproduksi wanita. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 13(2).

 

Hardianti, R., & Nurwati, N. (2020). Faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada perempuan. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 3(2), 111-120. https://doi.org/10.24198/focus.v3i2.28415

 

Julijanto, M. (2015). Dampak pernikahan dini dan problematika hukumnya. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 25(1), 62-72. http://doi.org/10.2317/jpis.v25i1.822

 

Krestianti, M. (2018, Mei 18). Menelusuri Keberadaan Kampung Pernikahan Dini di Kabupaten Bekasi. KumparanNews. Retrieved from https://kumparan.com/kumparannews/menelusuri-keberadaan-kampung-pernikahan-dini-di-kabupaten-bekasi/full

 

Mubasyaroh, M. (2016). Analisis faktor penyebab pernikahan dini dan dampaknya bagi pelakukanya. YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, 7(2), 385-411. http://dx.doi.org/10.21043/yudisia.v7i2.2161

 

Nikmah, J. (2021). Pernikahan dini akibat hamil di luar nikah pada masa pandemi: studi kasus di Desa Ngunut. Sakina: Journal of Family Studies, 5(3).

 

Pusparisa, Y. (2020, September 11). Jutaan Anak Perempuan Indonesia Lakukan Pernikahan Dini. Databoks Retrieved from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/09/11/jutaan-anak-perempuan-indonesia-lakukan-pernikahan-dini

 

Saptoyo, R. D. (2021, Oktober 26). Batas usia menikah dan syaratnya berdasarkan undang-undang. Kompas.com Retrieved from https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/26/110500965/batas-usia-menikah-dan-syaratnya-berdasarkan-undang-undang?page=all#:~:text=Aturan%20tersebut%20tertuang%20dalam%20UU,untuk%20perempuan%20maupun%20laki%2Dlai

 

Sari, L. Y., Umami, D. A., & Darmawansyah, D (2020). Dampak pernikahan dini pada kesehatan reproduksi dan mental perempuan (studi kasus di kecamatan Ilir Talo kabupaten Seluma provinsi Bengkulu). Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 10(1), 54-65. https://doi.org/10.52643/jbik.v10i1.735

 

Suhadi, S., Baidhowi, B., & Wulandari, C. (2018). Pencegahan meningkatnya angka pernikahan dini dengan inisiasi pembentukan kadarkum di dusun Cemanggal desa Munding kecamatan Bergas. Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (Indonesia Journal of Legal Community Engagement) JPHI, 1(1), 31-40. https://doi.org/10.15294/jphi.v1i01.27277