ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 10 Mei 2022
Marginalisasi, Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
Oleh:
Bonita Maulida, Ellyana Dwi Farisandy
Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Pada tanggal 8 Maret 2022, kita merayakan Hari Perempuan Internasional. Para perempuan dari seluruh dunia terus berjuang untuk meningkatkan kesadaran akan kesetaraan dan menghilangkan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Usaha tersebut berhasil membawa kemajuan bagi kaum perempuan, termasuk disahkannya hak pekerja perempuan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Namun, di Indonesia sendiri, implementasinya masih belum sesuai harapan, hal ini dapat dilihat dari masih adanya marginalisasi terhadap perempuan di Indonesia (Susiana, 2017).
Dilansir dari CNN Indonesia (2020), ratusan buruh melakukan demo di depan Gedung DPR untuk mendesak pemerintah agar lebih memperhatikan pekerja perempuan. Hal ini karena buruh perempuan masih mendapat diskriminasi upah dan paling rentan terkena PHK, terutama bagi perempuan yang hamil dan melahirkan. Asfinawati, Direktur YLBHI (dalam Lesmana & Pramudita, 2021) menyatakan bahwa alasannya adalah karena perempuan dianggap bukan penopang keluarga sehingga kerap menjadi pihak yang lebih dulu terkena PHK.
Bintang Puspayoga selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menyatakan bahwa selama pandemi Covid-19 ini, perempuan menjadi kelompok yang paling beresiko kehilangan pekerjaan (Fauzia, 2022). Selain itu, sebanyak 36% perempuan mengalami pengurangan waktu kerja berbayar karena harus menghabiskan lebih banyak waktu mengasuh dan mendampingi anak. Tidak heran, sebanyak 57% perempuan mengalami stres dan kecemasan karena adanya beban ganda serta kehilangan pekerjaan dan pendapatan (Victoria, 2021). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa masih banyak perempuan di Indonesia yang mengalami marginalisasi yang merupakan salah satu bentuk diskriminasi gender.
DEFINISI DISKRIMINASI GENDER
Diskriminasi gender adalah perlakuan tidak setara yang ditujukan pada gender tertentu. Misalnya, perempuan diberikan posisi yang lebih rendah dalam masyarakat sehingga rentan mengalami kekerasan, sulit meraih pendidikan tinggi, dan hidup mandiri (Hosang & Bhui, 2018). Salah satu bentuk diskriminasi gender adalah marginalisasi, yaitu proses peminggiran yang dialami kelompok tertentu karena adanya perbedaan jenis kelamin yang dapat mengakibatkan kelompok tersebut mengalami kemiskinan (Afandi, 2019).
Contoh marginalisasi yaitu perempuan mendapat gaji yang lebih rendah dari laki-laki, karena adanya anggapan bahwa perempuan adalah pencari nafkah tambahan (Afandi, 2019; Susiana, 2017). Padahal, hal ini tidak selalu benar, karena banyak juga perempuan yang merupakan pencari nafkah utama, terutama mereka yang bercerai atau yang suaminya sakit atau meninggal (Susiana, 2017). Kemudian, contoh lainnya yaitu perempuan menerima PHK karena hamil dan melahirkan (Afandi, 2019), serta adanya lowongan pekerjaan yang hanya menerima perempuan yang belum menikah sehingga mempersempit kesempatan perempuan untuk mendapat pekerjaan (Susiana, 2017).
PENYEBAB MARGINALISASI
1. Stereotipe Gender
Stereotipe gender adalah keyakinan tentang karakteristik, atribut, dan perilaku anggota kelompok tertentu (Hosang & Bhui, 2018). Misalnya, laki-laki dianggap sebagai sosok pemimpin dan diasosiasikan dengan karir. Sedangkan, perempuan dianggap sebagai sosok yang emosional dan diasosiasikan dengan tugas rumah tangga. Stereotipe seperti ini dapat menyebabkan diskriminasi di tempat kerja karena dapat mempengaruhi keyakinan kita akan pekerjaan seperti apa yang cocok untuk laki-laki dan perempuan. Hal ini jugalah yang dapat menyebabkan pihak perusahaan enggan mempekerjakan perempuan karena menganggap perempuan lebih mungkin meninggalkan pekerjaan untuk merawat anak (Chang & Milkman, 2020).
2. Penyalahgunaan Kodrat Perempuan
Susiana (2017) mengungkapkan bahwa perempuan seringkali dianggap bukan pekerja ideal. Perempuan mengalami hamil, melahirkan, dan menyusui, sehingga membutuhkan lebih banyak cuti daripada laki-laki. Pengusaha menganggap hal ini dapat merugikan dan menghambat proses produksi. Perempuan juga menjadi dipandang kurang produktif dan kurang berkomitmen dalam bekerja (Akyol & Arslan, 2020) Oleh sebab itu, dalam proses rekrutmen, perempuan yang memiliki anak cenderung ditawari gaji yang lebih rendah atau bahkan tidak dipanggil untuk wawancara (Skorinko et al., 2020). Bagi perempuan yang sudah bekerja pun, mereka rentan dipecat, tidak dipromosikan, atau dikurangi upahnya karena hamil atau berencana hamil (Peng et al., 2022).
DAMPAK MARGINALISASI
Marginalisasi yang dialami perempuan dapat membuat motivasi dan kinerja mereka menurun (Roberson & Kulik, dalam Cortland & Kinias, 2019). Selain itu, dapat menyebabkan kecemasan dan stress di tempat kerja dan kurangnya partisipasi perempuan dalam posisi yang lebih tinggi. Kemudian, perempuan juga rentan dieksploitasi sebagai tenaga kerja murah dan beresiko menjadi pengangguran, sehingga membuat perempuan terjebak dalam kemiskinan (Sun, 2020).
SOLUSI YANG DAPAT DITERAPKAN
Agar diskriminasi gender tidak terus terjadi, solusi yang dapat diterapkan yaitu melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak pekerja perempuan, serta mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan kepada perusahaan agar mengimplementasi hak pekerja perempuan (Susiana, 2017).
REFERENSI
Afandi, A. (2019). Bentuk-bentuk perilaku bias gender. LENTERA: Journal of Gendera Children Studies, 1(1), 1–18. https://journal.unesa.ac.id/index.php/JOFC/article/view/6819
Akyol, A., & Arslan, M. (2020). The motherhood experiences of women employees: an interpretive field study in Turkey. Ege Akademik Bakis (Ege Academic Review). https://doi.org/10.21121/eab.671453
Chang, E. H., & Milkman, K. L. (2020). Improving decisions that affect gender equality in the workplace.Organizational Dynamics, 49(1). https://doi.org/10.1016/j.orgdyn.2019.03.002
CNN Indonesia. (2022, Maret 8). Aksi hari perempuan, buruh-buruh kecam pengawasan lemah negara. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220308160519-20-768355/aksi-hari-perempuan-buruh-buruh-kecam-pengawasan-lemah-negara
Cortland, C. I., & Kinias, Z. (2019). Stereotype threat and women’s work satisfaction: The importance of role models. Archives of Scientific Psychology, 7(1), 81–89. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1037/arc0000056
Fauzia, M. (2022, Maret 4). Dampak pandemi covid-19, wanita berisiko kehilangan pekerjaan lebih tinggi dari pria. Kompas.com. https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/03/04/07563781/dampak-pandemi-covid-19-wanita-berisiko-kehilangan-pekerjaan-lebih-tinggi
Hosang, G. M., & Bhui, K. (2018). Gender discrimination, victimisation and women’s mental health. British Journal of Psychiatry, 213(6), 682–684. https://doi.org/10.1192/bjp.2018.244
Lesmana, A. S., & Pramudita, Y. A. (2021, Agustus 24). Tak bakal berani protes, buruh perempuan gampang dipecat perusahaan saat pandemi. Suara.com. https://www.suara.com/news/2021/08/24/163322/tak-bakal-berani-protes-buruh-perempuan-gampang-dipecat-perusahaan-saat-pandemi?page=1
Peng, A., Yu, I., Wang, J., & Zhang, C. (2022). Review about gender discrimination within working place. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, 637, 231–235. https://doi.org/10.2991/assehr.k.220131.042
Skorinko, J. L. M., Incollingo Rodriguez, A. C., & Doyle, J. K. (2020). Overlapping stigmas of pregnancy, motherhood, and weight: Policy implications for employment and higher education. Policy Insights from the Behavioral and Brain Sciences, 7(2), 123–131. https://doi.org/10.1177/2372732220943233
Sun, X. (2020). Time to break the glass ceiling : Critical analysis of gender bias in the workplace in the United States. https://blogs.baruch.cuny.edu/xinsun/files/2020/12/Xin-Sun-assignment-final-draft-1.pdf
Susiana, S. (2017). Perlindungan hak pekerja perempuan dalam perspektif feminisme. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 8(2), 207–222. https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/1266
Victoria, A. O. (2021, April 21). Sri Mulyani : Pekerja perempuan lebih rentah kena PHK di tengah pandemi. Katadata.co.id. https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/608014495455a/sri-mulyani-pekerja-perempuan-lebih-rentan-kena-phk-di-tengah-pandemi