ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 9 Mei 2022
Mengatasi Rasa Insecure Melalui Self-Love
Oleh:
Agatha Regina
Program Studi Psikologi, Universitas Bunda Mulia
Insecurity atau perasaan tidak aman adalah kondisi ketika seseorang dipenuhi rasa keraguan atas dirinya sendiri, yang kemudian memunculkan perasaaan tidak percaya diri. Seseorang yang insecure biasanya membutuhkan berbagai macam pengakuan atau validasi guna menutupi rasa ketidakpercayaan diri itu. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang merasa insecure. Contohnya sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tidak berani mengungkapkan pendapat di depan umum, malu untuk menjawab pertanyaan dari guru atau dosen, malu untuk bertanya, dan lainnya. Banyak orangtidak berani melakukan hal tersebut karena khawatir bahwa apa yang ia tanyakan akan membuat ia terlihat bodoh.
Ketika seseorang sudah merasa insecure, biasanya ia akan cenderung hidup dalam keraguan bahkan sampai merasa inferior untuk berinteraksi dengan orang lain. Ada beberapa hal yang membuat seseorang merasa insecure. salah satunya adalah membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Salah satu kasus klasik tentang hal ini adalah standar kecantikan atau beauty standard dalam komunitas sosial. Ketika individu menjadikan kelebihan orang lain sebagai tandar kecantikannya yaitu harus berkulit putih, harus bertubuh langsing, harus berkulit wajah mulus tanpa jerawat, dan berbagai standar lainnya sehinggamembuat seseorang menjadi tidak percaya diri. Dalam kasus ini, orang yang membanding-bandingkan dirinya sendiri dengan orang lain seringkali mengalami self-love yang rendah.
Orang yang mencintai dirinya sendiri (self-love) adalah individu yang mampu menghargai dirinya sendiri dan mampu bersahabat dengan dirinya sendiri, menjadikannya individu yang lebih baik bagi dirinya dan orang lain. Menurut Khoshaba (2012), self-love adalah kondisi ketika kita dapat menghargai diri sendiri dengan cara mengapresiasi diri saat kita mampu mengambil keputusan dalam perkembangan spritual, fisik, maupun psikologis. Ada beberapa Langkah pengembangan self-love yang dapat kita lakukan untuk mengatasi rasa insecure, yaitu (Hayes, 2020):
1. Mencatat kelemahan dan kelebihan diri
Ketika kita sudah memiliki catatan ini, mulailah untuk berubah dengan memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kelebihan. Lakukanlah hal-hal yang perlu diubah agar Anda dapat menjadi lebih baik, namun ketika menurut Anda terdapat hal-hal yang sudah tidak bisa diubah, Anda perlu menerima hal tersebut. Menerima keadaan diri dalam bentuk apapun dan tetaplah bersyukur. Fokuslah pada pengembangan diri dan kurangi perilaku membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Menurut Chang (2008), orang yang tidak memiliki self-love cenderung akan menghukum dirinya sendiri terus-menerus dengan komentar negatif hingga menggerus harga diri dan membuatnya sulit untuk berkembang setiap harinya.
Memberikan kritik terhadap diri sendiri sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Terkadang dengan kritikan tersebut mungkin bisa menjadikan sesorang lebih baik dan berkembang kedepannya. Namun, kritikan negatif yang terus-menerus timbul dan muncul kerap terlalu mendominasi bahkan destruktif. Kritik destruktif yang berkepanjangan ini dapat membuat individu menjadi semakin putus asa dan tidak mencintai dirinya sendiri.
2. Munculkan rasa self-worth
Belajarlah lebih berbesar hati, yakini bahwa diri Anda juga bisa berkembang dan tidak perlu mengikuti standar penilaian orang lain. Menurut Santrock (2007), self-worth merupakan suatu prinsip yang dimiliki individu yang sudah mengenal dirinya sendiri dan menyadari bahwa tidak perlu mengikuti standar penilaian orang lain karena ia sudah mengetahui hal yang menjadi standar untuk dirinya sendiri. Ketika kita melihat orang lain yang lebih maju atau sukses daripada diri kita, hal ini dapat dijadikan sebagai motivasi diri untuk menjadi lebih baik dan berguna untuk membahwa perubahan bagi diri kita. Jika ingin melakukan perbandingan, bandingkanlah diri sendiri di masa lalu dengan diri Anda sendiri saat ini guna mengevaluasi serta memperbaiki dan mengembangkan hal-hal positif yang dapat dilakukan hingga jangka panjang ke depan. Hasil penelitian oleh Sulistyanti dan Sujarwoko (2021) menunjukkan bahwa individu yang memiliki self-worth berarti individu tersebut sudah menghargai dirinya sendiri apapun keputusan yang diambil dan tidak perlu memenuhi kriteria apapun untuk merasa diri berharga.
3. Menghilangkan kebiasaan membandingkan diri
Hasil penelitian oleh Trianingsih (2019) menunjukkan bahwa tanpa disadari orangtua seringkali membandingkan anak dengan saudara kandung lainnya sehingga individu dapat merasa tersaingi, direndahkan, tidak semangat mempelajari pengalaman baru, diremehkan, membandingkan dirinya dengan temannya dan berbagai perasaan lainnya. Kondisi ini dapat membuat seseorang menjadi kurang percaya diri. Jika kita masih sulit untuk mengubah kebiasaan dan seringkali membandingkan diri sendiri dengan orang lain, terapkan hal ini dalam hati, “kemenangan dalam hidup bukanlah dengan mengalahkan orang lain, akan tetapi dengan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.”
4. Bangkit dari kegagalan
Ketika kita merasa down, kecewa dan tidak mendapatkan suatu hal yang diharapkan, kita perlu mencoba lagi. Hal ini memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, tetapi inilah prinsip yang disebut sebagai resiliensi. Resiliensi dipahami sebagai kemampuan untuk bangkit kembali setelah mengalami kesulitan, untuk melanjutkan kehidupan dengan harapan akan menjadi lebih baik (Rutter, 2006). Hasil studi Vallahtullah & Indah (2019) menunjukkan bahwa resiliensi tidak hanya di pengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu saja (internal), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar (eksternal). Faktor internal terdiri dari spiritualitas, self-efficacy, optimisme dan self-esteem. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari dukungan sosial.
5. Kelilingi dirimu dengan orang yang suportif
Lingkungan pertemanan dan cara bergaul merupakan salah satu faktor penentu sifat dan karakteristik di dalam hidup. Berteman dan dikelilingi oleh lingkungan yang kurang suportif akan berdampak pada tingkat kepercayaan diri dan tidak menutup kemungkinan mengalami insecure. Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial menjadi peran penting salah satunya pada dukungan emosional yaitu dukungan yang berhubungan dengan hal yang bersifat menjaga keadaan emosi, afeksi dan ekspresi. Dukungan ini meliputi ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian pada individu, memberikan rasa nyaman, memiliki dan perasaan dicintai. Ketika kita memiliki teman dan lingkungan yang suportif maka akan memudahkan kita untuk bisa lebih memiliki pikiran positif dan menjauhkan diri dari pikiran insecure.
Penutup
Mulailah mengubah kebiasaan menyalahkan, merendahkan dan ketidakpercayaan diri dengan lebih mencintai diri sendiri. Jadilah sahabat bagi dirimu sendiri karena seorang sahabat mampu berwelas asih serta mengerti ketika kita sedang mengalami kegagalan dalam menjalani proses di kehidupan. Seorang sahabat dapat melihat dengan mudah berbagai kelemahan seseorang tetapi sembari mengingatkan sederet kelebihannya dan yang terpenting adalah seorang sahabat yang baik tidak hanya mengkritik, namun selalu memberikan dukungan agar individu dapat menjadi jauh lebih baik ke depan.
Referensi:
Chang, E.C. (2008). Self-criticism and self-ehacement: theory, research and clinical implications (1st ed.).American Psychological Association
Hayes, C. (2020). Millennials mental problem “are you okay?”. Loveable.
Santrock, John W. (2007). Remaja (11th ed). Erlangga.
Sarafino, E.P. (2011). Health psychology: biopsychosocial interaction. (7th ed.). Wiley.
Sulistyanti, E., & Sujarwoko, H. (2021). Peran konselor dalam meningkatkan rasa cinta kepada diri sendiri. Jurnal UNS, 2021(2), 468-473.
Trianingsih, R., Inayati, I. N., & Faishol, R. (2019). Pengaruh keluarga broken home terhadap perkembangan moral dan psikososial siswa kelas V SDN 1 Sumberbaru Banyuwangi. Jurnal Pena Karakter (Jurnal Pendidikan Anak dan Karakter), 2(1), 9– 16.