ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 8 Apr 2022

Growth Buddy: Membangun Regulasi Diri Dalam Perkuliahan Blended Learning Melalui Program Peer Modeling

 

Oleh:

Raihanah Nabilla Firsty Rahman

Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga

 

Belakangan ini, diskursus mengenai implementasi blended learning untuk menggantikan online learningmakin marak seiring dengan deklarasi pemerintah Indonesia mengenai transisi pandemi menuju endemi. Blended learning didefinisikan sebagai metode pedagogis terintegrasi antara virtual dan fisik melalui jarak jauh dan tatap muka (Stacey dan Gerbic, 2008; Launer, 2010). Metode blended learning merupakan perpaduan antara skema belajar online melalui media teleconferencing dan learning management system dan skema belajar di dalam kelas. Dengan optimalisasi teknologi, blended learning mampu menghapus batasan presensi fisik dalam pengalaman belajar-mengajar.

 

Salah satu urgensi blended learning ditekankan atas dasar riset yang menunjukkan bahwa isolasi sosial dalam online learning merupakan faktor yang menurunkan motivasi dan keadaan fisik-psikis individu (Bolatov et al., 2021). Berdasarkan konsiderasi tersebut, blended learning diusung sebagai metode untuk memaksimalisasi efektivitas dan meminimalisasi risiko dalam progres pemulihan aktivitas pendidikan pascapandemi Covid-19. 

 

Meskipun demikian, kompleksitas permasalahan dunia nyata tak memungkinkan adanya solusi universal atau “one size fits all”. Dalam praktiknya, metode blended learning dilaporkan menyimpan celah. Rasheed et al. (2020, hal. 4) menuliskan, tingkat otonomi dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh perkuliahan berbasis blended learning berkontribusi dalam peningkatan risiko regulasi diri, seperti normalisasi prokrastinasi, meningkatnya keengganan meminta bantuan (help-seeking), hingga memburuknya manajemen waktu. Alih-alih membebaskan, otonomi menggiring bencana penghalang jalan kesuksesan individu. Untuk mengatasi hal tersebut, pun sebagai bagian dari misi penyuksesan implementasi blended learning, improvisasi regulasi diri mahasiswa perlu diwujudkan. 

 

Regulasi diri merujuk pada kontrol seorang individu atas kognisi, perilaku, emosi, dan motivasi dalam perjalanan meraih target personal yang telah ditetapkan (Panadero dan Alonso-Tapia, 2014, hal. 450). Hal ini mencakup kemampuan untuk berencana, memonitor, dan mengontrol proses belajar secara mandiri (Nelson dan Narrens, 1990; Zimmerman, 2002, dalam Biwer et al., 2021). Individu dengan tingkat regulasi diri baik mampu mengarahkan tenaga, waktu, dan sumber daya yang dimiliki untuk melakukan kegiatan yang linear dengan target personal. 

 

Layaknya kemampuan kognisi lainnya, regulasi diri pun dapat dilatih dan dikembangkan. Salah satu pendekatan efektif dalam mengembangkan regulasi diri adalah pelatihan kolaboratif berbasis peer modeling yang menekankan kehadiran dan interaksi timbal-balik dengan teman sebaya (Kitsantas dan Dabbagh, 2010). Hal tersebut rasional untuk beberapa alasan: 1) dalam

konteks peer modeling, individu dituntut untuk berkontribusi dalam memberikan timbal balik kepada teman sebaya—ini berdampak positif tak hanya bagi regulasi diri sang individu, tetapi juga bagi regulasi diri sang teman dalam konteks eksekusi tugas strategis, motivasi, serta help seeking (Kim, 2009; Winters dan Azevedo 2005; Walker, Rummel, dan Koedinger, 2011), dan 2) komparasi sosial yang tercipta dalam atmosfer peer modeling akan memacu individu untuk berusaha lebih gigih dalam kelas (Pintrinch, 1999). Secara pragmatis, pendekatan peer modeling dapat mendayagunakan potensi komunitas dan memulihkan konektivitas interpersonal yang terhalang oleh pembatasan sosial pandemi Covid-19. 

 

Merujuk pada elaborasi permasalahan dan tinjauan teoretis, Growth Buddy merupakan manifestasi praktikal dari peer modeling untuk meningkatkan regulasi diri mahasiswa dalam mempersiapkan perkuliahan blended learning. Growth Buddy secara formal diinisiasikan sebagai program universitas yang melibatkan partisipasi aktif kelompok-kelompok kecil mahasiswa intrajurusan yang terdiri atas dua orang. Untuk mewujudkan efektivitas program, formulasi anggota kelompok dilakukan berdasarkan hasil Self Regulation Questionnaire (SRQ) dan pendataan bidang minat. Individu dengan nilai SRQ tinggi akan dipasangkan dengan teman sebaya yang nilai SRQ-nya lebih rendah dan memiliki minat serupa agar tercipta lingkungan pertumbuhan yang ideal. 

 

Program ini dirancang sesuai dengan model regulasi diri siklis Zimmerman yang menurut Panadero (2014) melibatkan aspek kognitif, perilaku, dan motivasi. Selama delapan minggu, tiap-tiap kelompok mahasiswa akan berkolaborasi dalam melatih regulasi diri melalui tiga fase integratif: forethought, performance, dan reflection. Pada fase forethought yang berdurasi satu minggumahasiswa akan menetapkan dan merenungkan kembali motivasi, tujuan akhir, dan kebiasaan-kebiasaan yang perlu dibangun untuk meraih tujuan terkait. Fasilitasi yang diberikan dalam fase ini antara lain pembekalan oleh mentor serta pembentukan dan diskusi individual development plan (IDP), atau pemetaan komprehensif terhadap aspirasi dan aksi mahasiswa dalam jangka pendek dan panjang. 

 

Fase performance merupakan wadah eksplorasi mahasiswa untuk mengeksekusi target jangka pendek dengan strategis. Pada titik ini, kemampuan regulasi diri mahasiswa dilatih melalui beberapa subprogram berdurasi enam minggu, yakni Buddy Talks (BT) dan Buddy Challenge (BC). Masing-masing subprogram dilaksanakan berseling setiap minggu; artinya, terdapat tiga sesi Buddy Talks dan tiga sesi Buddy Challenge dalam program. BT mencakup sesi pembekalan bersama mentor kompeten yang dalam prosesnya dapat berlaku sebagai role model. Sementara itu, BC mencakup perluasan proses belajar yang dikemas dalam bentuk tiga tantangan kolaboratif setiap sesinya: Growth Tracking, Zero Distraction Week, dan Campus Exploration. 

● Growth Tracking 

Dalam durasi formal enam minggusetiap individu pada kelompok ditantang untuk membuat check-list harian mengenai kebiasaan yang akan dibangun ataupun target jangka pendek yang ingin diraih.

Masing-masing anggota memiliki akses terhadap check-list teman sebaya, serta hak memberikan umpan balik dalam bentuk apresiasi ataupun pesan pengingat. Kemampuan spesifik yang dilatih melalui tantangan ini adalah observasi diri. 

● Zero Distraction Week 

Zero Distraction Week menantang mahasiswa untuk menjalankan seminggu berfokus tanpa distraksi. Parameter yang digunakan adalah kedua individu dalam tim mempertahankan screen time media sosial di bawah satu jam per hari. Kemampuan spesifik yang dilatih melalui tantangan ini adalah kontrol diri. 

● Campus Exploration 

Pada tantangan ini, anggota kelompok akan bertukar pikiran dalam pengerjaan worksheet mengenai informasi seputar lingkungan kampus. Para mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman mengenai atmosfer belajarnya, sehingga mereka dapat meratakan learning curve dalam proses adaptasi menuju blended learning. 

 

Pada satu minggu terakhir, mahasiswa akan melalui fase reflection. Fase ini memuat penguatan komponen self-judgement dan self-reaction (Panadero, 2014). Ranah partisipasi mahasiswa meliputi evaluasi pengerjaan tantangan dan perencanaan lanjutan. Aktivitas tersebut diharapkan dapat menjadi momen pivotal bagi mahasiswa dalam memahami kemampuan regulasi diri dan menyusun strategi improvisasi di masa depan. 

 

Di dalam waktu pelaksanaan yang singkat, Growth Buddy tentu tidak menargetkan hasil akhir berupa mahasiswa dengan kemampuan regulasi diri sempurna. Akan tetapi, Growth Buddy menawarkan alat untuk meraih idealisme tertinggi individu, selama ia gigih berusaha. Program ini hadir sebagai latihan tersimplifikasi nan mudah direplikasi yang diharapkan dapat menjadi gerbang awal dari regulasi diri yang lebih baik, pun inisiasi pribadi untuk terus berkembang, bagi mahasiswa dalam mempersiapkan blended learning. Sebab, seperti halnya air yang mampu beradaptasi dalam wadah berbeda, mahasiswa pun harus gesit dalam menghadapi berbagai dinamika masa.

 

 

Referensi 

Biwer, F., Wiradhany, W., Oude Egbrink, M., Hospers, H., Wasenitz, S., Jansen, W., & de Bruin, A. (2021). Changes and Adaptations: How University Students Self-Regulate Their Online Learning During the COVID-19 Pandemic. Frontiers in Psychology, 12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.642593

 

Bolatov, A. K., Gabbasova, A. M., Baikanova, R. K., Igenbayeva, B. B., & Pavalkis, D. (2021). Online or Blended Learning: the COVID-19 Pandemic and First-Year Medical Students' Academic Motivation. Medical science educator, 32(1), 221–228. https://doi.org/10.1007/s40670-021-01464-y 

 

Kim, M. (2009). The impact of an elaborated assessee’s role in peer assessment. Assessment & Evaluation in Higher Education, 34(1), 105–114. https://doi.org/10.1080/02602930801955960 

 

Kitsantas, A., & Dabbagh, N. (2013). Learning to Learn with Integrative Learning Technologies (Ilt): A Practical Guide For Academic Success. Information Age Publishing. 

 

Kuo, Y.-H. (2010, July). Self-Regulated Learning: From Theory to Practice (No. ED510995). Education Research Information Center (ERIC). https://eric.ed.gov/?id=ED510995 

 

Launer, R. (2010). Five Assumptions on Blended Learning: What Is Important to Make Blended Learning a Successful Concept? Hybrid Learning, 9–15. https://doi.org/10.1007/978-3-642-14657-2_2 

 

Lin, J. W., Lai, Y. C., Lai, Y. C., & Chang, L. C. (2015). Fostering self-regulated learning in a blended environment using group awareness and peer assistance as external scaffolds. Journal of Computer Assisted Learning, 32(1), 77–93. https://doi.org/10.1111/jcal.12120 

 

Orange, C. (1999). Using Peer Modeling to Teach Self-Regulation. The Journal of Experimental Education, 68(1), 21–39. https://doi.org/10.1080/00220979909598492 

 

Panadero, E., & Alonso-Tapia, J. (2014). ¿Cómo autorregulan nuestros alumnos? Modelo de Zimmerman sobre estrategias de aprendizaje. Anales de Psicología, 30(2). https://doi.org/10.6018/analesps.30.2.167221 

 

Pintrich, P. R. (1999). The role of motivation in promoting and sustaining self-regulated learning. International Journal of Educational Research, 31(6), 459–470. https://doi.org/10.1016/s0883-0355(99)00015-4 

 

Rasheed, R. A., Kamsin, A., & Abdullah, N. A. (2020). Challenges in the online component of blended learning: A systematic review. Computers & Education, 144, 103701. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.103701 

 

Simonsmeier, B. A., Peiffer, H., Flaig, M., & Schneider, M. (2020). Peer Feedback Improves Students’ Academic Self-Concept in Higher Education. Research in Higher Education, 61(6), 706–724. https://doi.org/10.1007/s11162-020-09591-y 

 

Stacey, E., & Gerbie, P. (2008). Success Factors for Blended Learning. ascilite Melbourne.

 

The Long Road of Transition from Pandemic to Endemic | D-Insights. (2022, March 4). Katadata. Diakses 6 Maret, 2022, dari https://dinsights.katadata.co.id/read/2022/03/04/the-long-road-of-transitio n-from-pandemic-to-endemic 

 

Walker, E., Rummel, N., & Koedinger, K. R. (2011). Designing automated adaptive support to improve student helping behaviors in a peer tutoring activity. International Journal of Computer-Supported Collaborative Learning, 6(2), 279–306. https://doi.org/10.1007/s11412-011-9111-2 

 

Winters, F. I., & Azevedo, R. (2005). High-school students’ regulation of learning during computer-based science inquiry. Journal of Educational Computing Research, 33(2)189–217. https://doi.org/10.2190%2FF7HM-9JN5-JUX8-4BM9