ISSN 2477-1686

Vol. 8 No. 8 Apr 2022

AKSIKU: Pelatihan Modifikasi Perilaku Untuk Meningkatkan Regulasi Diri Mahasiswa

 

Oleh:

Auni Reza Sukma

Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Juara 2 Lomba PsychoPaper Psychology Village 13 UPH

            

Pandemi COVID-19 yang terjadi selama 2 tahun terakhir ini telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam sektor pendidikan. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka di kelas-kelas atau di auditorium, kini harus dialihkan sepenuhnya menjadi pembelajaran dalam jaringan (daring). Pertanyaannya adalah: apakah kita semua siap dengan mekanisme baru ini? Apabila dilihat dari sisi sistem, perubahan yang sangat mendadak ini membuat sekolah-sekolah dan universitas kesulitan menghadapinya. Sarana dan prasarana yang disediakan serta mekanisme pembelajaran yang ditawarkan belum sepenuhnya mendukung kebutuhan. Selain itu, apabila dilihat dari sisi pelajar, tidak sedikit pelajar yang mengatakan bahwa mereka tidak memahami materi yang disampaikan dan merasa tertinggal (Hasan & Bao, 2020).

 

Namun, setelah 2 tahun pandemi berjalan, banyak instansi yang telah mampu melakukan penyesuaian; sarana dan prasarana ditingkatkan, serta mekanisme pembelajaran dibuat semakin terstruktur. Akan tetapi, hal ini tidak membuat mahasiswa menjadi mampu beradaptasi dan mengikuti pembelajaran daring dengan baik. Hasil penelitian Aguilera-Hermida (2020) menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang masih mengalami kesulitan, ditunjukkan oleh tidak adanya motivasi dan rendahnya tingkat keterlibatan dalam proses pembelajaran. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa mahasiswa masih memiliki regulasi diri yang buruk. 

 

Menurut Zimmerman (2001), regulasi diri adalah proses pengarahan diri sendiri di mana siswa mengubah kemampuan mentalnya menjadi keterampilan yang berhubungan dengan tugas. Regulasi diri menjadi sebuah komponen penting yang perlu dimiliki dan dikuasai oleh setiap mahasiswa, terutama dalam situasi pembelajaran daring karena mahasiswa tidak mendapatkan pengawasan secara langsung dari dosen. Dalam hal ini, regulasi diri berperan untuk mengontrol pikiran dan tindakan mahasiswa agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Apabila mahasiswa memiliki regulasi diri yang rendah, maka sangat memungkinkan mahasiswa tersebut tidak melibatkan dirinya saat pembelajaran berlangsung, seperti bermain smartphone,tidur, atau melakukan kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran. Jika hal ini terus-menerus terjadi, tentu pihak yang dirugikan adalah mahasiswa itu sendiri karena dirinya tidak mendapatkan ilmu yang semestinya didapatkan.

 

Meskipun demikian, meningkatkan regulasi diri bukanlah perkara yang mudah dan instan. Salah satu cara yang umum dilakukan untuk meningkatkan keterampilan regulasi diri adalah melalui reflective journaling. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Burner (2019), reflective journaling ditemukan tidak signifikan meningkatkan regulasi diri pada mahasiswa. Maka dari itu, diperlukan upaya yang lebih efektif dan mudah dilakukan agar individu mampu mengembangkan keterampilan tersebut. Upaya terbaru yang dapat dilakukan adalah melalui program “AKSIKU”.

 

AKSIKU merupakan sebuah program pelatihan yang didesain untuk membantu meningkatkan regulasi diri mahasiswa. Program ini menekankan pada modifikasi perilaku agar individu dapat mengubah perilaku atau kebiasaan maladaptif menjadi lebih adaptif, dalam hal ini yaitu mampu melakukan regulasi diri. Program AKSIKU dapat dilaksanakan secara berkelompok yang terdiri dari 5-6 peserta dengan 1 fasilitator. Program ini disusun dengan berlandaskan teori siklus self-regulated learning dari Zimmerman (2011). Dalam teori ini, Zimmerman menyampaikan bahwa self-regulated learning terdiri dari 3 tahapan yang bersifat siklus, yaitu forethought, performance, dan self-reflection. Tahap forethought merupakan tahap awal di mana individu mulai menginisiasi rencana atau tujuan untuk dicapai. Dalam tahap ini, terdapat proses seperti task analysis dan self-motivation beliefs. Kemudian pada tahap selanjutnya, yaitu performance, individu mulai melakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan yang telah diatur sebelumnya. Tahap ini melibatkan proses self-controldan self-observation. Selanjutnya, tahap self-reflection, yaitu tahap di mana individu merefleksikan progres atau keberhasilan pencapaian tujuan berdasarkan usaha yang dilakukannya. Dalam tahap ini, proses yang dilibatkan adalah self-judgement dan self-reflection. Setelah ketiga tahap ini dilewati, individu akan kembali memulai dari tahap forethought, dan seterusnya. Tujuan dari program AKSIKU ini sendiri adalah memperkenalkan, melatih, dan membiasakan diri mahasiswa terhadap siklus tersebut sehingga nantinya mereka akan dapat melakukannya sendiri.

 

Demi mencapai tujuan tersebut, program AKSIKU akan dilaksanakan selama 3 minggu dengan 1 kali pertemuan setiap minggu. Pada minggu pertama, fasilitator akan membantu para peserta untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi selama ini, faktor penyebab serta pendorongnya, perilaku atau hal apa yang ingin dicapai, serta cara-cara apa saja yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk penerapan reinforcement yang bersifat individual. Pada pertemuan ini juga para peserta akan didorong untuk memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan saling memotivasi satu sama lain. Selain itu, fasilitator juga akan memperkenalkan sebuah jurnal yang bernama jurnal AKSIKU sebagai pelengkap dalam program ini. Di dalam jurnal AKSIKU terdapat berbagai pertanyaan yang dapat dijawab dan kolom-kolom yang dapat diisi selama dan setelah program AKSIKU berlangsung. Dengan cara ini, peserta dapat memantau perkembangannya dan melaporkannya di pertemuan berikutnya.

 

Selanjutnya, pada minggu kedua, para peserta akan diminta untuk menyampaikan progresnya masing-masing berdasarkan hasil self-monitoring. Selain itu, fasilitator juga akan memberikan pertanyaan seperti apakah reinforcement yang diterapkan memberikan pengaruh positif, serta apakah terdapat kendala ketika menjalankan strategi dan melakukan self-monitoring. Dalam hal ini, peran fasilitator lebih menitikberatkan pada diskusi sebagai bentuk stimulasi agar para peserta memiliki kesadaran atas proses berpikirnya, sebagaimana disampaikan oleh Zimmerman (2001) bahwa dalam membentuk regulasi diri yang baik, individu harus memiliki keterampilan metakognitif atau menyadari pikirannya sendiri.

 

Kemudian, pada minggu ketiga, peserta akan diminta untuk merefleksikan proses pelatihan regulasi diri yang telah dilakukan. Apabila tujuan yang ditetapkan berhasil dicapai, peserta diharapkan mampu mengetahui hal-hal apa saja yang dapat mendukung pencapaian tersebut serta mempertahankannya. Sementara itu, apabila tujuan masih belum tercapai, peserta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap usaha yang diberikan. Jawaban atas hal-hal tersebut dapat diperoleh melalui proses diskusi antara fasilitator dan peserta. Melalui diskusi ini pula, diharapkan peserta mampu mendapatkan insight dari peserta lainnya. Setelah menyelesaikan program pelatihan selama 3 minggu, peserta akan memiliki pemahaman terhadap alur berpikir dalam proses meregulasi diri. Selain itu, peserta juga akan terbiasa dengan mengisi jurnal AKSIKU sebagai bentuk latihan berkelanjutan sebelum akhirnya peserta mampu melakukan regulasi diri secara mandiri. 

 

Program AKSIKU menawarkan pelatihan modifikasi perilaku yang cukup sederhana tetapi dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi individu yang baru memulai regulasi diri. Landasan utama yang digunakan oleh AKSIKU dapat melatih individu agar seterusnya bisa melewati setiap tahap self-regulated learning melalui alur berpikir yang telah dilatih sebelumnya. Jurnal AKSIKU juga dapat digunakan sebagai pelengkap program yang akan memudahkan individu dalam melakukan self-monitoring serta meningkatkan kapasitas metakognisi individu. Meskipun demikian, program ini belum menyediakan strategi yang dapat memastikan terjaganya komitmen individu untuk melibatkan diri dalam program, yang nantinya dapat memengaruhi hasil pelatihan itu sendiri.

 

 

Referensi:

 

Aguilera-Hermida, A. (2020). College students’ use and acceptance of emergency online learning due to COVID-19. International Journal of Educational Research Open, 1. https://doi.org/10.1016/j.ijedro.2020.100011

 

Burner, K. (2019). Journaling to elicit self-regulation and academic performance in a preservice teacher technology education course. Technology, Instruction, Cognition & Learning, 11.

 

Hasan, N., & Bao, Y. (2020). Impact of “e-Learning crack-up” perception on psychological distress among college students during COVID-19 pandemic: A mediating role of “fear of academic year loss”. Children and Youth Services Review, 118. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2020.105355

 

Zimmerman, B. (2001). Theories of self-regulated learning and academic achievement: An overview and analysis. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Self-regulated learning and academic achievement: Theoretical perspectives (pp. 1–37). Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

 

Zimmerman, B. (2011). Motivational sources and outcomes of self-regulated learning and performance. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Handbook of Self-Regulation of Learning and Performance (pp. 49-64). New York, NY: Routledge.