ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 7 Apr 2022
Love Language Dalam Perspektif Psikologi
Oleh:
Latifa Setya Priani & Dian Juliarti Bantam
Program Studi Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Sosial,
Universitas Jenderal Achmad Yani
Love language atau bahasa cinta adalah suatu bentuk sikap individu untuk mengungkapkan rasa kasih sayang dan cintanya kepada individu lain. Bahasa cinta sangat penting untuk dikenali dan dipahami karena merupakan salah satu kunci sukses dalam membangun hubungan (Syamsiyah, 2022). Dengan memahami bahasa cinta, setiap individu akan lebih mudah untuk berinteraksi ataupun mengekspresikan perasaan dengan cara yang diinginkan. Hubungan yang awalnya kaku beralih menjadi hubungan yang harmonis dan tentunya penuh dengan kasih sayang. Bahasa cinta tidak hanya berlaku untuk hubungan sepasang kekasih, melainkan berlaku juga untuk keluarga, sahabat, ataupun saudara terdekat.
Menurut pandangan psikolog, bahasa cinta mempunyai pendekatan yang berbeda, tidak hanya sekedar mengetahui suasana cinta saat ini namun juga menjelaskan mengapa individu merasa dicintai. Terdapat teori mengenai kebutuhan bahasa cinta yang disebut Five Love Language (FLL) atau Lima Bahasa Cinta yang dikonsepkan oleh seorang psikolog asal Amerika Serikat, Gary Chapman, Ph.D, pada tahun 1992 melalui bukunya yang berjudul “The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate”. Teori ini mengklasifikasikan bahasa cinta sesuai dengan kebutuhan setiap individu.
Beberapa klasifikasi Five Love Language menurut Permana, Surijah, dan Aryanata (2020) yaitu berupa: 1) Words of Affirmation, yaitu kebutuhan cinta dalam bentuk penegasan perasaan melalui kata-kata pujian, kata-kata motivasi dan penghargaan baik secara verbal ataupun tertulis, hindari sikap tidak mengakui usaha yang telah dilakukan seseorang 2) Quality Time, yaitu kebutuhan bahasa cinta berupa waktu yang berkualitas atau waktu bersama seseorang yang dicintai, rencanakan momen spesial untuk sekedar jalan-jalan atau bahkan sempatkan untuk deep talk atau saling bertukar pikiran. Sebisa mungkin hindari hal-hal yang membuat kita mudah terdistraksi, beri perhatian penuh saat bersama seseorang yang dicintai. 3) Receiving Gift, yaitu kebutuhan bahasa cinta dalam bentuk pemberian hadiah. Tipe orang yang dominan dengan bahasa cinta ini lebih cenderung menyukai bukti nyata tidak sekedar kata-kata belaka. Berilah sesuatu yang disukai atau yang diminta. 4) Act of Service, yaitu kebutuhan bahasa cinta berupa pelayanan atau bantuan. Tipe orang yang memiliki bahasa cinta ini cenderung menunjukkan rasa kasih sayangnya dengan tindakan. 5) Physical Touch atau kebutuhan bahasa cinta dalam bentuk sentuhan fisik, seperti memeluk, menggenggam tangan, merangkul, tentunya dengan suasana penuh cinta tanpa adanya paksaan.
Chapman (Surijah, Prasetyaningsih, & Supriyadi, 2020) juga mengatakan bahwa seseorang akan berada dalam keseimbangan ketika bahasa cintanya terpenuhi. Ia menganalogikan bahwa setiap individu mempunyai ‘tangki cinta’ yang perlu diisi guna menjaga individu tersebut dalam keadaan homeostatis. Semisal, individu yang dominan akan kebutuhan waktu yang berkualitas, individu tersebut membutuhkan pembuktian kasih sayang dengan cara menghabiskan waktu bersama orang yang dicintainya. Dengan begitu suatu hubungan akan seimbang dan positif jika kedua belah pihak mengetahui cara mengisi tangki dari masing-masing individu.
Perlu diketahui bahwa kebutuhan bahasa cinta dapat berubah-ubah sesuai kondisi dan situasi dalam beberapa waktu. Tentunya dengan pemenuhan kebutuhan bahasa cinta yang maksimal, akan semakin meningkatkan kualitas hubungan, membangun cinta yang ideal dan mampu bertahan dalam jangka panjang. Usaha yang dapat dilakukan untuk memahami bahasa cinta seseorang yaitu dengan cara mengamati, memperhatikan, dan membiasakan atau mengimplementasikan sikap dan bahasa cinta kita terhadap seseorang yang dicintai secara langsung. Bahasa cinta yang diberikan juga perlu untuk di eksplisitkan atau tersurat, tidak hanya implisit.
Dapat disimpulkan bahwa bahasa cinta menurut perspektif psikologi terdapat pengklasifikasian berdasarkan tipe dominan setiap individu, yang tertuang dalam teori Five Love Language atau Lima Bahasa Cinta oleh Chapman. Agar terwujud hubungan yang harmonis, diperlukannya pemahaman kebutuhan bahasa cinta satu sama lain. Dalam memahami bahasa cinta seseorang harus dilakukan pengamatan, perhatian, dan pembiasaan sikap. Selain itu, bahasa cinta tidak hanya dibutuhkan untuk menjalin hubungan dengan pasangan, namun terhadap orang-orang terdekat.
Referensi:
Permana, I. M. Y., Surijah, E. A., & Aryanata, N. T. (2020). Bahasa Cinta Perempuan : Penelitian Fenomenologik Hal yang Membuat Istri Merasa Dicintai. Personifikasi: Jurnal Ilmu Psikologi, 11 (1), 48–78. https://doi.org/10.21107/personifikasi.v11i1.7291
Surijah, E. A., Prasetyaningsih, N. M. M., & Supriyadi, S. (2020). Popular Psychology versus Scientific Evidence: Love Languages’ Factor Structure and Connection to Marital Satisfaction. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 7 (2), 155–168. https://doi.org/10.15575/psy.v7i2.6634
Syamsiyah, M. N. (2022). Mengenal 5 Jenis Love Language untuk Ungkapkan Cinta, Kamu yang Mana?. Diakses melalui https://kumparan.com/kumparanwoman/mengenal-5-jenis-love-language-untuk-ungkapkan-cinta-kamu-yang-mana-1xUsyulMovp/full