ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 6 Mar 2022
Pernikahan Dini: Proses Dispensasi Perkawinan
Oleh:
Elyana Yulianti & Dian Juliarti Bantam
Program Studi Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani
Pernikahan merupakan suatu upacara yang dilakukan dalam menyatukan sepasang calon suami istri menjadi satu ikatan perkawinan yang sah secara hukum atau agama (Dini, 2021). Di Indonesia, pernikahan merupakan hal yang dianggap sakral dan wajib dilakukan bila seorang wanita dan pria ingin menjalin hubungan dengan melanjutkan keturunan, oleh karena itu di Indonesia terdapat peraturan perundang –undangan mengenai pernikahan. Undang – undang yang mengatur mengenai pernikahan adalah Undang –Undang No 16 Tahun 2019. Umumnya pernikahan dapat terjadi ketika seorang wanita dan seorang pria sudah mencapai usia dewasa atau baligh agar dapat menjalankan tugas rumah tangga dengan baik danpenuh tanggung jawab. Di Indonesia, usia pernikahan antara pria dan wanita adalah minimal 19 tahun sesuai yang tercantum pada pasal 7 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2019 (Peraturan Undang – Undang No 16Tahun 2019 tentang Perkawinan).
Berbicara mengenai pernikahan, di Indonesia kini marak terjadinya pernikahan di usia remaja. Usia remaja menurut WHO (Diananda, 2019) adalah seseorang yang berada di rentang usia 10 – 19 tahun. Pernikahanusia remaja sering dikatakan sebagai pernikahan dini. Menurut Roumali dan Vindari (Pohan, 2017)pernikahan dini adalah suatu proses menyatukan antara calon pasangan suami istri yang masih dibawah usia atau masih di usiaremaja. Sedangkan menurut Yendi dkk. (2013) pernikahan dini merupakan pernikahan yang terjadi pada remaja dengan usia dibawah 21 tahu yang belum siap dari segi mental, psikologis bahkan ekonomi untuk menjalani sebuah kehidupan rumah tangga.Pendapat lain dari Bimo Walgito (Surawan, 2019) menikah di usia muda memiliki dua dampak yang cukup berat yaitu yang pertama,dari segi fisik. Hal ini karena remaja belum kuat tulang pinggulnya karena masih kecil sehinggaberbahaya ketika melakukan proses persalinan yang dapat berakibat fatal bagi ibu maupun anaknya. Kedua, darisegi mental karena menikah di usia muda emosi mereka belum stabil.
Banyaknya kasus pernikahan terhadap remaja atau pernikahan dini menurut Yendi dkk. (2013) dipengaruhi oleh banyak faktor,diantaranya; faktor sosial (1), faktor lingkungan (2), faktor ekonomi (3), dan faktor budaya(4).Adanya kasus pernikahan dibawah usia berarti telah melanggar peraturan UU No 16 Tahun 2019 pasal7 ayat (1) yang berbunyi perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19(sembilan belas) tahun. Untuk menjembatani peraturan dan kasus pernikahan dini tersebut, maka masyarakat dapat mengajukan proses dispensasi pernikahan berdasarkan pasal 7 ayat (2) dan (3) sesuai dengan ketentuan UU No 16 Tahun 2019, yaitu ayat (2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Ayat (3) Pemberian dispensasi oleh Pengadilansebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yangakan melangsungkan perkawinan.
Dispensasi Perkawinan (UU No 16 Tahun 2019) merupakan bentuk kelonggaran berupa putusan dari pengadilan agama untuk calon pasangan suami istri yang belum mencapai usia 19 tahun untuk melangsungkan pernikahan. Sedangkan menurut Setiasih (Hizbullah,2019) dispensasi perkawinan adalah bentuk keleluasaan atau keringanan yang diberikan oleh Pengadilan Agama kepada calon pasangan suami-sitri yang masih dibawah umur sebelum melaksanakan pernikahan. Adanya dispensasi perkawinan adalah memberikan hak bagi seseorang untuk menikah walaupun belum mencapai batas minimal usia pernikahan.
Dispensasi perkawinan bisa dikabulkan apabila syarat dan ketentuannya sudah sesuai dengan yang dibutuhhkan oleh pengadilan agama melalui beberapa tahap yang harus dilaksanakan, diantaranya (1)Pemohon mengajukan dispensasi ke Kantor Kelurahan terlebih dahulu, kemudian (2) ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat untuk meminta surat permohonan perkawinan. Karena masih dibawah umur, dari pihak KUA akan meminta syarat pertimbangan dari Dina Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) dengan membawa identitas lengkap, surat pernyataan ditolak dari KUA dan surat kesehatan dari puskesmas. Kemudian (3) di Dinas Sosial PPPA dilakukan konseling terlebih dahulu untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan calon suami istri. (4) Setelah semua persyaratan sudah lengkap kemudian dari Dinas Sosial PPPA mengeluarkan surat permohonan dispensasi kawin kePengadilan Agama. Di pengadilan agama merupakan keputusan akhir, diterima atau ditolaknya dispensasitersebut.
Dapat disimpulkan bahwa adanya pernikahan dini pada remaja karena dipengaruhi oleh beberapa faktorseperti pendidikan, ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Oleh karena itu, agar pernikahan dapatterlaksana, pemerintah membuat keputusan untuk memberikan dispensasi perkawinan bagi remaja agarmendapatkan hak menikah walaupun usianya belum mencapai batas minimum pernikahan.
Referensi:
Diananda, A. (2019). Psikologi remaja dan permasalahannya. ISTIGHNA: Jurnal Pendidikan dan PemikiranIslam, 1(1), 116-133.
Hizbullah, A. (2019). Eksistensi Dispensasi Perkawinan terhadap Pelaksanaan Perlindungan Anak Di Indonesia. Jurnal Hawa: Studi Pengarusutamaan Gender dan Anak, 1(2).
Ilma, M. (2020). Regulasi DispensasidalamPenguatanAturan Batas Usia Kawin bagi Anak Pasca LahirnyaUU No. 16 Tahun 2019. AL- MANHAJ: Jurnal Hukumdan Pranata Sosial Islam, 2(2), 133-166.
Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perkawinan UU No 16 Tahun 2019,Perubahan Norma dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Menjangkau Batas Usia UntukMelakukan Perkawinan
Peraturan Mahkamah Agung RI No 5 Tahun 2109 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin
Pohan, N. H. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini terhadap RemajaPutri. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 2(3), 424-435.
Surawan, S. (2019). Pernikahan Dini; Ditinjau dari Aspek Psikologi. Al- Mudarris (JurnalIlmiahPendidikanIslam), 2(2), 200–219. https://doi.org/10.23971/mdr.v2i2.1432
Yendi, F. M., Ardi, Z., &Ifdil, I. (2013). Pelayanan Konseling untuk Remaja Putri Usia Pernikahan. JurnalKonseling Dan Pendidikan, 1(2), 109. https://doi.org/10.29210/11800