ISSN 2477-1686

Vol. 6 No. 14 Juli 2020

Kok Nge-Prank Sih?

 

Oleh

Sandra Handayani Sutanto

Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan

 

 

Awal bulan Mei lalu, pemberitaan di media Indonesia sontak ramai dengan aksi salah seorang youtuber (orang yang aktif membuat konten atau video di kanal youtube) melakukan prank kepada transpuan di Bandung. Dalam aksinya, youtuber tersebut seolah-olah memberikan bantuan sosial kepada transpuan dan tindakannya ini direkam dalam video. Namun ternyata bantuan yang dikemas dalam kardus tersebut bukanlah berisi bantuan bahan pokok, melainkan berisi sampah dan batu. Aksi dari youtuber dan reaksi transpuan diunggah ke kanal youtube dengan tujuan untuk menambah jumlah orang yang berlangganan kanal tersebut dan pada akhirnya mendapatkan keuntungan lebih banyak (CNN Indonesia, 2020).

Salah seorang transpuan yang menjadi korban prank tersebut bahkan melaporkan aksi prank ini kepada kepolisian dan berakhir dengan penangkapan tiga orang yang terlibat melakukan prank. Reaksi dari masyarakat pun beraneka ragam, rata-rata mengutuk dan menyesalkan aksi prank tersebut.

 

Prank

Belakangan ini kata prank menjadi kata yang seringkali kita dengar. Apa yang dimaksud dengan prank? Secara singkat, jika diterjemahkan prank berarti gurauan atau lelucon yang dilakukan kepada orang lain. Kamus Merriam Webster mendefinisikan prank sebagai kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda, prank diterjemahkan sebagai tindakan yang jahat, usil dan lucu, sedangkan sebagai kata kerja, prank didefinisikan sebagai memainkan tipuan pada orang lain.

Eberle (2019) memberikan batasan yang cukup jelas mengenai prank. Ketika motivasi melakukan aksi tersebut didasari sesuatu yang kejam atau hasil akhirnya menyakitkan daripada menyenangkan, maka ini bukanlah dikategorikan sebagai lelucon. Jika dua pihak yang terlibat dalam aksi sama-sama menikmati dan terlibat dalam kesenangan bersama, barulah hal tersebut dikategorikan sebagai lelucon. Dalam ilustrasi kasus, tujuan melakukan prank mungkin sebagai aksi usil belaka atau lelucon, namun hasil akhirnya mendatangkan reaksi negatif berupa kemarahan dari korban, perasaan tidak senang sehingga hal ini bukan lagi dikategorikan sebagai lelucon.

 

Prank dan Agresi

Pertanyaan yang muncul berikutnya, apakah prank bisa dimasukan sebagai bentuk agresi? Agresi didefinisikan sebagai setiap tindakan yang menyakiti orang lain—yang pada saat bersamaan—berusaha untuk menghindar dari rasa sakit tersebut (Baron & Richardson dalam Benjamin Jr., 2017). Definisi ini meliputi perilaku yang cukup luas mulai dari perilaku tanpa stimulus seperti menahan informasi dengan sengaja, hingga perilaku yang terlihat dengan jelas seperti agresi yang ditunjukan dalam bentuk verbal dan fisik, dan pada titik yang ekstrim memunculkan kekerasan pada orang lain.

Melakukan prank atau tindakan usil bisa digolongkan sebagai perilaku agresi karena—disadari atau tidak disadari-- tujuan akhirnya adalah menyakiti orang lain, menjadikan orang lain sebagai bahan candaan, membuat orang lain kesal, marah, atau malu.

 

Prank makin marak

Lalu, mengapa prank menjadi makin marak belakangan ini? Prank yang semakin menjamur di masyarakat bisa dijelaskan dengan berbagai teori, salah satunya dengan teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura. Bandura (dalam Feist, Feist & Roberts, 2013) berpendapat bahwa individu bisa mempelajari sekelilingnya dengan melakukan observasi. Bahkan Bandura percaya bahwa pembelajaran melalui observasi lebih efisien dibandingkan dengan pembelajaran secara langsung. Inti dari pembelajaran observasi adalah dengan melakukan modeling. Modeling sendiri tidak serta merta meniru perilaku yang ada di dalamnya,  melainkan meliputi proses kognitif yang terjadi dengan menyimpan informasi secara simbolis untuk digunakan pada kemudian hari.

Trend prank ini makin marak sejak platform media sosial Youtube makin popular. Tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku belajar dengan mengamati Youtube atau video lain untuk melakukan tindakan prank, apalagi jika tindakan tersebut mendatangkan dampak yang menguntungkan bagi individu tertentu, misalnya jumlah pelanggan yang naik dan keuntungan dalam bentuk iklan dan rupiah yang meningkat.

 

Cara mengatasi prank

Setelah mengetahui bahwa prank dapat merugikan orang lain, maka kita perlu mengantisipasi hal tersebut. Setiyawan (2019) menjelaskan lebih lanjut cara mengatasi prank, ditinjau dari dua sisi yaitu pembuat prank dan korban.

1.    Bagi korban yang dirugikan maka korban bisa memberikan teguran kepada pembuat prank, misalnya dengan menuliskan di kolom komentar. Jika prank ini terjadi di platform media sosial, maka korban juga bisa menginformasikan keberatannya kepada kepada Google sebagai pemilik platform Youtube untuk menarik video tersebut. Aduan juga bisa ditujukan kepada Kominfo. Untuk aduan ke kepolisian, korban bisa mengadukan pembuat prank dengan undang-undang terkait terutama Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2.    Bagi pembuat konten atau prank perlu memikirkan dampak jangka panjang dari tindakannya. Empati juga diperlukan dalam mempertimbangkan hasil konten yang lebih bermanfaat.

 

Dengan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan kita dan orang lain, apakah kita masih akan melakukan prank? Pikirkan dengan bijak!

 

Aggression only moves in one direction-it creates more aggression.

-Margaret J. Wheatly.

 

Referensi:

 

Benjamin Jr., A.J. (2016). Aggression. In H.S. Friedman (Ed.). Encyclopedia of Mental Health, 1, (pp. 33-40). Academic Press.

CNN Indonesia. (2020, May 9). CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200509123632-12-501593/ferdian-paleka-bikin-prank-sampah-demi-tambah-subscriber

Eberle, S.G.  (2019, Mar 27). Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/play-in-mind/201903/april-fools

Feist, J., Feist, G.J., & Roberts, T. (2013). Theories of personality (8th ed.). New York: McGraw-Hill.

Merriam-Webster. (n.d.). Prank. In Merriam-Webster.com dictionary. Retrieved June 9, 2020, from https://www.merriam-webster.com/dictionary/prank

Setiyawan, R. (2019, Dec15). Tirto.id. https://tirto.id/konten-video-prank-makin-merugikan-apa-yang-harus-kita-lakukan-enkD