ISSN 2477-1686

Vol.6 No. 03 Februari 2020

Lupa di Usia Senja 

 

 Oleh

 

Mary Swarahapsari dan Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo

 

Mahasiswa dan Dosen Program Studi Psikologi 

 

Fakultas Humaniora dan Bisnis, Universitas Pembangunan Jaya

 

 

 

“Semua orang pasti akan menua”. Kalimat ini menjadi pengingat bagi kita supaya siap menghadapi kondisi usia senja. Salah satunya dengan perubahaan fungsi kognitif yang selalu dialami oleh lansia. Perubahan ini menyebabkan lansia mengalami penurunan fungsi kerja otak, yang mengakibatkan mudah lupa.

 

Kasus akibat lupa sering terjadi belakangan ini, salah satunya yang dilansir oleh SuaraJatim.id yaitu Pakrom berusia 90 tahun warga desa Gosari Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik ditemukan tewas dengan kondisi yang membusuk di sebuah lahan tebu di Desa Bolo. Melalui sambungan telepon, Kapolres Gresik AKBP Kusworo Wibowo mengatakan hasil visum dokter tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. “Dari visum dokter, tidak ada indikasi kekerasan, usia juga sudah tua, mungkin pikun dan lupa jalan pulang, sehingga kelaparan, lemas, dan akhirnya meninggal,” kata Kusworo (SuaraJatim.id, 2019).  

 

Gangguan Kognitif

 

Ling dan Catling (2012) mengatakan, ada empat penjelasan utama tentang mengapa orang menjadi lupa, salah satunya, kegagalan konsolidasi. Konsolidasi adalah hilangnya memori akibat gangguan organik yang terjadi saat pembentukan jejak memori (memory trace), yang berakibat pada terbentuknya memori-memori yang tidak sempurna, biasa disebut ‘kelupaan’. Lupa terjadi karena kerusakan atau deteriorisasi psikologis maupun sebab-sebab organis seperti amnesia, penyakit alzheimer, atau usia tua.

 

Sebenarnya di usia tua, kognitif seseorang masih bisa berfungsi dengan normal walaupun mulai sulit mengingat kembali informasi yang sudah dipelajari. Mudah lupa ini bisa berlanjut menjadi gangguan kognitif ringan sampai dengan bentuk klinis yang paling berat yaitu demensia (Wreksoatmodjo dalam Marantika, 2019). Pada umumnya, seseorang lebih rentan untuk terdiagnosis demensia setelah memasuki usia 65 tahun, tetapi dapat juga menyerang kelompok usia yang lebih muda walaupun jarang. Setelah usia tersebut, untuk terkena demensia menjadi dua kali lipat lebih tinggi setiap bertambahnya 5 tahun usia (Tanjung, Udiyono, & Kusariana, 2019).

 

CNNIndonesia (2018) melansir bahwa pada lansia sering terkena penyakit demensia, tetapi juga pada orang dengan gaya hidup buruk. Kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, obesitas, kurang olahraga, kurang tidur, stress dan depresi adalah bagian dari penyebab penyakit demensia. Pendapat menurut ahli kejiwaan, dr. Martina Wiwie yaitu beberapa faktor risiko yang dapat mempercepat munculnya demensia, di antaranya usia lanjut, genetik, psikologis, dan penyakit metabolis.

 

Faktor risiko berupa usia lanjut dan keturunan memang tak bisa dihindari. Namun, faktor psikologis dan penyakit metabolis jelas bisa dicegah.  Kedua hal tersebut terjadi akibat gaya hidup yang buruk. Sebenarnya mudah sekali untuk kita menghindari resiko penyakit akibat penuaan, seperti menjalani pola hidup sehat yaitu olahraga teratur, makan-makanan bergizi, dan tidur yang cukup. Hal ini penting dilakukan saat usia muda karena untuk bekal kita di masa tua nanti, tetapi ternyata ada juga yang lebih penting, yaitu rutin melatih aktivitas kognitif. 

 

Strategi Mempertahankan Fungsi Kognitif

 

Riani dan Halim (2019) mengatakan bahwa ada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil bahwa aktivitas kognitif dapat mempertahankan fungsi kognitif yang lebih baik pada lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Wreksoatmaja (dalam Riani dan Halim, 2019) menjelaskan bahwa lansia yang melakukan aktivitas kognitif, memiliki fungsi kognitif yang lebih baik daripada lansia yang tidak melakukan aktivitas kognitif. Salah satu contohnya dengan cara mengasah kemampuan otak yaitu belajar. Hal yang sama disampaikan oleh Papalia, Olds dan Feldman (2009), yaitu jika lansia mendapatkan pendidikan yang baik, pasti akan meningkatkan kemampuan pencadangan otak, dan untuk menoleransi potensi efek cedera penuaan. Beda halnya dengan orang yang kurang berpendidikan, akan cepat mengalami penurunan kognitif.

 

Selain pendidikan, menurut Widianti, dkk., (dalam Hatmanti dan Yunita, 2019) ada cara lain untuk mempertahankan fungsi kognitif yaitu dengan melakukan senam lansia. Senam lansia akan membuat aliran darah menjadi lancar, sehingga oksigen ke otak juga menjadi lancar dan terhindar dari kemungkinan berbagai macam penyakit termasuk demensia. Hal ini sesuai dengan konsep senam lansia yaitu olahraga ringan yang mudah dilakukan dan tidak memberatkan.

 

Banyak jalan menuju Roma, demikian juga dalam menghadapi penurunan kognitif akibat penuaan. Penyakit lupa atau demensia yang identik dialami oleh usia lanjut dan membuat khawatir sebagian orang ternyata dapat diatasi. Kebiasaan untuk melatih daya ingat dari sekarang dapat mempertahankan fungsi otak. Kalau hanya siap dalam menangani perubahan fisik seperti keriput, buat apa?

 

Referensi:

 

CNN Indonesia. (2018, Oktober 10). Gaya hidup buruk percepat datangnya demensia. CNNIndonesia. Diunduh dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180920170712-255-331848/gaya-hidup-buruk-percepat-datangnya-demensia

 

Hatmanti, N. M., & Yunita, A. (2019, Oktober 11 ). Senam lansia dan terapi puzzle terhadap demensia pada lansia. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 4(1). Diunduh darihttps://www.researchgate.net/publication/334300587_Senam_Lansia_dan_Terapi_Puzzle_terhadap_Demensia_pada_Lansia

 

Iswinarno, C. (2019, Oktober 6). Diduga lupa jalan pulang, lansia ditemukan membusuk di lahan tebu. SuaraJatim.id. Diunduh dari  https://jatim.suara.com/read/2019/10/02/040000/diduga-lupa-jalan-pulang-lansia-ditemukan-membusuk-di-lahan-tebu

 

Ling, J., & Catling, J. (2012). Psikologi kognitif. Jakarta: Penerbit Erlangga.

 

Marantika, A. (2019, Oktober 6). Penerapan latihan fungsi kognitif pada lansia yang mengalami demensia dengan masalah perubahan proses piker di wilayah kerja puskesmas wates tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah. Diunduh dari https://stikesmuhpringsewu.ac.id/perpustakaan/index.php?p=show_detail&id=3649

 

Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2009). Human development (11th ed.). New York, NY: The McGraw-Hill Companies. 

 

Riani, A. D., & Halim, M. S. (2019, Oktober 4). Fungsi kognitif lansia yang beraktivitas kognitif secara rutin dan tidak rutin. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 46(2). Diunduh dari https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/33192

 

Tajung, I. K., Udiyono, A., & Kusariana, N. (2019, Oktober 9). Gambaran gangguan kognitif dan fungsional (IADL) pada lansia di Kelurahan Kramas, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1). Diunduh dari https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/22866/20907