ISSN 2477-1686  

   Vol.5 No. 14 Juli 2019

Memaafkan Bagi Korban Bullying

Oleh

Putu Wulandari Prastiti Esa Dewi & Made Padma Dewi Bajirani

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

“Pernahkah kamu dikucilkan oleh teman – temanmu? Atau sering kali menjadi objek ledekan secara terus – menerus? Terlebih lagi memperolok yang dilakukan sampai melukai fisik. Lalu perasaan apa yang muncul? tidak nyamankah, marah, sedih, atau malu? Ketika kamu menyadari itu, bullying atau perundungankah yang sedang terjadi.

Bullying merupakan perilaku negatif berulang yang menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain yang tidak mampu melawannya secara individu atau kelompok (Olweus, 2006). American Psychiatric Association (APA) (dalam Stein, dkk. 2006) menyebutkan bahwa bullying dikarakteristikan dengan perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan, perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu, adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak – pihak yang terlibat. Bullying menjadi hal yang sering menjadi bahasan saat ini dan kasusnya di Indonesia sampai dengan April 2019 juga masih terbilang tinggi (Rahayu, 2019). Konteks bullying yang terjadi tidak hanya dilakukan secara langsung baik fisik dan verbal (Tim Sejiwa, 2008) melainkan juga melalui dunia maya.

Individu yang menjadi korban bullying beresiko mengalami masalah kesehatan secara fisik dan psikologis, serta munculnya masalah sosial. Menurut Peterson (dalam Berthold & Hoover, 2000), bullying dapat memengaruhi self-esteem korbannya. Secara kompleks, bullying memiliki pengaruh yang besar seperti merasa sakit secara fisik, cemas, enggan ke sekolah, penurunan prestasi belajar, menarik diri, takut akan situasi baru, depresi, tendensi melukai diri sendiri hingga bunuh diri (Wolke & Lereya, 2015). Dampak yang dirasakan oleh korban juga dapat berjangka panjang bahkan sampai usia dewasa (Olweus dalam Berthold & Hoover, 2000).

Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari bullying. Salah satu caranya adalah dengan memaafkan. Enright (dalam McCullough dkk., 2003) mendefinisikan memaafkan sebagai sikap untuk mengatasi hal-hal yang negatif dan penghakiman terhadap orang yang bersalah dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri, tetapi dengan rasa kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti. Memaafkan memiliki dampak posititif bagi kesehatan fisik dan mental seseorang (Pareek, Mathur, & Mangnani, 2016). Memaafkan juga disebut sebagai mediator yang baik antara bullying dan kesehatan mental (Rensburg & Raubenheimer, 2015) seperti menurunkan rasa marah dan gejala depresi pada korban.

Memaafkan terdiri dari sejumlah tahapan. Smedes (1984) dalam bukunya Forgive and forget: Healing the hurts we don‘t deserve, membagi empat tahap pemberian maaf. Tahap pertama adalah membalut sakit hati. Dalam tahap ini, kita “membalut” sakit hati yang dirasakan dengan cara – cara seperti mencurahkan isi pikiran dan perasaan yang kurang menyenangkan kepada orang yang terpercaya. Selain itu, kita dapat melakukan hobi atau menulis catatan harian untuk mencurahkan perasaan dan mengalihkan kita diri dari perasaan–perasaan negatif yang dirasakan setelah disakiti. Tahap kedua yaitu meredakan kebencian. Dalam hal ini, introspeksi diri dengan mengidentifikasi kesalahan diri sendiri, hal-hal yang memicu terjadinya bullying pada diri. Mungkin sudah membuat teman jengkel, terlalu egois, dan sebagainya. Dengan langkah seperti ini, kita akan dapat mengurangi kebencian. Tahap ketiga adalah upaya penyembuhan diri sendiri. Contoh dari upaya penyembuhan diri sendiri adalah dengan tulus ikhlas memaafkan orang yang telah mem-bully secara sadar dalam ingatan kita. Tanda pemaafan dapat dirasakan misalnya dengan berpikir “aku telah memaafkan masa lalu” dan dapat mengingat kejadian saat di-bully tanpa merasakan emosi negatif. Tahapan terakhir atau keempat, yaitu berjalan bersama. Berjalan bersama memiliki arti adanya kerjasama dari pihak yang menyakiti dan yang disakiti untuk memperbaiki hubungan. Misalnya dengan menyapa dan berkomunikasi lagi dengan orang yang telah mem-bully.   

Memaafkan bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, namun memaafkan memiliki manfaat yang sangat besar, ketika kita mampu memaafkan, kita mampu mengubah masa depan.

Referensi

 

Astuti,P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 cara efektif menanggulangi kekerasan pada anak. Jakarta: PT Grasindo.

Berthold, K. A. and Hoover, J. H. (2000). Correlates of bullying and victimization among intermediate students in the Midwestern USA. Sage Publication, 21(1).

Coloroso, Barbara. (2007). Stop bullying: Memutus rantai kekerasan anak dari Prasekolah hingga SMU. Diterjemahkan oleh: Santi Indra Astuti. Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta.

McCullough, M. E., Worthington, E. L., Jr., & Rachal, K. C. (1997). Interpersonal forgiving in close relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 73(2), 321-336.

McCullough, Michael E. (2000). Forgiveness as human strength: Theory, measurement, and links to well-being. Journal of social and clinical psychology, 19(1), 43-55.

McCullough, Michael E., Fincham, Frank D., & Tsang, Jo-Ann. (2003). Forgiveness, forbearance, and time: The temporal unfolding of transgression-related interpersonal motivations. Journal of Personality and Sosial Psychology, 84(1), 540-557.

McCullough, M. E., Root, L. M., Tabak, B., & Witvliet, C. v. O. (2009). Forgiveness. in S. J. Lopez (Ed.), Handbook of Positive Psychology (2nd ed.). (pp. 427-435). New York: Oxford.

Olweus, Dan.(2006). Bullying in schools: Facts and intervention. Norwegia: Research Center for Helath Promotion, University of Bergen.

Pareek, S., Mathur, N., & Mangnani, K. (2016). Subjective and psychological well-being as related to dispositional and motivational forgiveness among adolescents. Indian Journal of Health and Wellbeing, 7, 125-128.

Rahayu, Lisye Sri. (2019). KPAI: Angka Kekerasan pada Anak Januari-April 2019 Masih Tinggi. DetikNews. Diakses tanggal 4 Juni 2019. <https://news.detik.com/berita/d-4532984/kpai-angka-kekerasan-pada-anak-januari-april-2019-masih-tinggi>

Rensburg, E. J., & Raubenheimer, J. (2015). Does forgiveness mediate the impact of school bullying on adolescent mental health? Journal of Child & Adolescent Mental Health, 27, 25-39.

Smedes, L.B. (1984). Forgive and forget: Healing the hurt we don’t deserve. San Fransisco: Harperson

Soesilo, V.A. (2006). Mencoba dan mengerti kesulitan untuk mengampuni. Jurnal Teologi dan Pelayanan. 79(1), 69-70.

Stein dkk. (2006). Adolescent male bullies, victims, and bully-victims: a comparison of psychosocial and behavioral characteristics. Journal of Pediatric Psychology.

Swearer, M., & Susan, dkk. (2010). What can be done about school bullying? Linking research to educational practice. Jurnal Educational Researcher,39(1),38-47.

Tim Sejiwa. (2008). Bullying: panduan bagi orang tua dan guru mengatasi kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo.