ISSN 2477-1686

Vol.3. No.9, September 2017

Psikologi Ketahanan Keluarga

Muhammad Iqbal

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana 

Dalam beberapa tahun belakangan ini permasalahan keluarga menjadi perhatian banyak pihak khususnya Pemerintah, banyak kasus perceraian, KDRT, kenakalan remaja, kekerasan seksual pada anak, terorisme, LGBT, penyalahgunaan narkoba semua berawal dari keluarga. Keluarga menjadi tumpuan Pemerintah dalam mengurangi kasus-kasus yang terjadi di masyarakat termasuk kasus tindak pidana korupsi. Demikian juga dengan permasalahan siswa di sekolah, rata-rata siswa yang memiliki masalah dengan perilaku berasal dari keluarga yang bermasalah, baik orang tua yang tidak harmonis, keluarga bercerai ataupun pola asuh orang tua termasuk kurangnya kehangatan “bonding” antara orang tua dengan anak.

Ketahanan keluarga adalah berasal dari dua bahasa yaitu ketahanan dan keluarga. menurut Undang-Undang  No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Definisi ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri, dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin.

Menurut Sunarti (2001) Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya dan masalah yang dihadapinya, untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Ketahanan keluarga terdiri dari tiga peubah laten yaitu ketahanan fisik,  sosial, dan psikologis; dan dibagi atas 10 sub variabel yaitu: sumber daya fisik, sumber daya non fisik, masalah keluarga fisik, masalah keluarga non fisik, penanggulangan masalah keluarga fisik, penanggulangan masalah keluarga non fisik, kesejahteraan fisik, kesejahteraan sosial fisik, kesejahteraan sosial non fisik, dan kesejahteraan psikologis

 

 

Konsep Ketahanan Keluarga

Konsep mengenai ketahanan keluarga (family resilience) berawal dari studi mengenai anak – anak yang tetap berfungsi secara kompeten meskipun mengalami banyak gangguan – gangguan yang bersifat psikologis. Fenomena di mana seseorang dapat bertahan dalam menghadapi berbagai masalah tersebut disebut sebagai ketahanan (resilience). Ketahanan juga diartikan sebagai sebuah proses dimana terdapat interaksi antara resiko dan faktor protektif. Proses dimana faktor protektif tersebut memunculkan resiko.

Dalam perspektif ilmu psikologi, konsep mengenai ketahanan keluarga dibangun berdasarkan perkembangan dari paradigma competence-based dan strength-oriented family untuk membantu memperoleh sebuah pemahaman tentang bagaimana sebuah keluarga menampilkan ketahanan ketika diuji dengan berbagai kesulitan  Konsep ketahanan keluarga sebagai karakteristik, dimensi, dan sifat dari keluarga dimana hal – hal ini membuat keluarga menjadi tahan terhadap gangguan – gangguan yang dihadapi dari perubahan yang terjadi dan dapat beradaptasi dalam menghadapi berbagai situasi krisis dan persoalan hidup.

Ketahanan keluarga menyangkut kemampuan individu atau keluarga untuk memanfaatkan potensinya untuk menghadapi tantangan hidup, termasuk kemampuan untuk mengembalikan fungsi-fungsi keluarga seperti semula dalam menghadapi tantangan dan krisis. Ketahanan keluarga (family strengths atau family resilience) merupakan suatu konsep holistik yang merangkai alur pemikiran suatu sistem, mulai dari kualitas ketahanan sumberdaya dan strategi koping. Ketahanan keluarga (Family Resilience) merupakan proses dinamis dalam keluarga untuk melakukan adaptasi positif terhadap bahaya dari luar dan dari dalam keluarga.  

Sehingga  ketahanan keluarga adalah merupakan kemampuan sebuah keluarga dalam mengatasi permasalahan ancaman, hambatan dan gangguan yang datang baik dari dalam maupun dari luar yang dapat mengakibatkan konflik dan perpecahan dalam keluarga, serta kemampuan keluarga dalam mengembangkan potensi anggota keluarga dalam mencapai tujuan dan cita-cita dalam sebuah keluarga.

Keluarga juga menghadapi gangguan/ ancaman dari berbagai aspek tersebut baik sosial, ekonomi maupun lingkungan alam dapat menimbulkan kerapuhan keluarga pada berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi dan lingkungan. Menurut UNDP Tahun 2000, dampak dari semua gangguan ini tergantung dari seberapa besar ancaman yang ada. Adapun jenis-jenis ancaman/ kerapuhan (vulnerability) adalah:

1.  Kerapuhan aspek ekonomi (economic vulnerability) yang merupakan tekanan makro termasuk tekanan ekonomi keluarga terhadap produksi, distribusi dan konsumsi ekonomi keluarga.

2.    Kerapuhan aspek lingkungan (environmental vulnerability) yang merupakan tekanan dari luar yang berasal dari sistem ekologi sumberdaya alam (natural eco-systems).

3.    Kerapuhan aspek sosial (social vulnerability) yang merupakan tekanan dari luar yang berhubungan dengan stabilitas sosial dan masalah sosial masyarakat. 

Adapun menurut Martinez, dll (2003), yang disebut dengan keluarga yang kuat dan sukses adalah dalam arti lain dari ketahanan keluarga adalah sebagai berikut:

1.  Kuat dalam aspek kesehatan, indikatornya adalah keluarga merasa sehat secara fisik, mental, emosional dan spiritual yang maksimal.

2.  Kuat dalam aspek ekonomi, indikatornya adalah keluarga memiliki sumberdaya ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (a living wage) melalui kesempatan bekerja, kepemilikan aset dalam jumlah tertentu dan sebagainya.

3.  Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat, indikatornya adalah bagaimana keluarga terampil dalam mengelola resiko, kesempatan, konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan hidup.

4.    Kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah kesiapan anak untuk belajar di rumah dan sekolah sampai mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan dengan keterlibatan dan dukungan peran orang tua hingga anak mencapai kesuksesan.

5.  Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat, indikatornya adalah jika keluarga memiliki dukungan seimbang antara yang bersifat formal ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya, seperti hubungan pro-sosial antar anggota masyarakat, dukungan teman, keluarga dan sebagainya, dan

6.    Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam masyarakat melalui keterampilan interaksi personal dengan berbagai budaya.

Indikator Ketahanan Keluarga

Menurut penulis, Ketahanan keluarga terbagi menjadi lima yaitu 1)  ketahanan agama, 2) ketahanan fisik, 3) ketahanan psikis, 4) ketahanan ekonomi, dan 5) ketahanan sosial. Ketahanan agama adalah kemampuan keluarga dalam meningkatkan keyakinan beragama dalam bentuk menjalankan ibadah, Indonesia sebagai Negara beragama tentu saja ketahanan agama ini penting, karena berkembangnya paham ateisme dan komunisme bisa membahayakan kelangsungan hidup sebuah keluarga bahkan negara, ibadah merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bisa bersyukur kepada Tuhan, karena dengan kedekatan kepada Tuhan maka keluarga akan mampu mengatasi persoalan. Kedua adalah ketahanan fisik, yaitu kemampuan keluarga dalam menjaga kesehatan fisik, karena bila fisiknya tidak sehat, maka akan menjadi masalah dan berdampak kepada kondisi psikis kehidupan keluarga.

Ketiga adalah ketahanan psikologis, keluarga. Ketahanan psikologis merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengelola kesehatan mentalnya, baik dalam mengelola emosinya, mengelola stress, motivasi hidup, komunikasi dengan anggota keluarga, sehingga anggota keluarga dalam berkembang dan menjalankan fungsinya dengan baik, karena banyak di dapati beberapa kasus perceraian terjadi karena persoalan komunikasi dan kesehatan mental pasangan yang bermasalah.

Keempat adalah ketahanan ekonomi, adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan pangan, sandang, papan dan hiburan, ketahanan ekonomi cukup penting karena keluarga yang tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik akan berdampak kepada kualitas hidup dan cara menyelesaikan masalah keluarga. Kelima adalah ketahanan sosial, ketahanan sosial merupakan kekuatan keluarga dalam penerapan nilai, budaya dan norma dalam masyarakat, ketahanan sosial meliputi bagaimana sebuah keluarga berinteraksi dengan lingkungan sosial, karena dengan hubungan sosial yang sehat maka sebuah keluarga dapat berkembang dengan baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan di manapun dia berada sehingga kehidupan keluarga dapat berjalan dengan baik.

Referensi:

Black, K., & Lobo, M. (2008). A conceptual review of family resilience factors. Journal of Family Nursing, 45(1), 33-55.

Herawati, T., Krisnatuti, D., & Rukmayanti, I. (2012). Dukungan sosial dan ketahanan keluarga peserta dan bukan peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jurnal Ilmu Keluarag & Konseling, 5(1), 1-10.

Hestyanti, Y. (2006). Children survivors of the 2004 Tsunami in Aceh.

Lepage, J. G., Malo, D., & Lefebvr, H. (2015). Family resilience following a physical trauma and efficient support interventions: A critical literatur review. Journal of Rehabilititation, 81(3), 34-42.

Patterson, J. M. (2002). Integrating family resilience and family stress Theory. Journal of Marriage and Family, 64(2), 349.

Puspitawati, H. (2012). Ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Dalam H. Puspitawati, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press.

Seieun, & Chang, S. J. (2014). Concept analysis: Family resilience. Journal of Nursing, 4, 980-990.

Sinarti, E. (2007). Theoretical and methodological issues on family resilience.

Sunarti, E., & Fitriani. (2010). Kajian modal,dukungan sosial,dan ketahanan keluarga nelayan di daerah rawan bencana. Jurnal Ilmu Keluarga & Konseling, 3(2), 93-100.

Ungar, M. (2015). Varied patterns of family resilience challenging context. Journal of Marital and Family Therapy, 42(1), 19-31.

Walsh, F. (2003). Family resilience: A framework for clinical practice. Family Process, 42(1), 1.

Walsh, F. (2012). Family resilience : Strengths forged through adversity. Dalam F. Walsh, Normal family Processes (4th ed., pp. 399-427). New York: Guilford Press.