ISSN 2477-1686
Vol. 11 No. 33 Mei 2025
Syukur Sebagai Kekuatan:
Menjaga Self-Esteem di Tengah Ancaman Cyberbullying di Media Sosial
Oleh:
Firly Syahira Sihombing
Magister Psikologi Sains, Universitas Sumatera Utara
Era digital berkembang seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga media sosial turut mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (2010), media sosial merujuk pada sekumpulan aplikasi berbasis internet yang dikembangkan dengan memanfaatkan prinsip serta teknologi Web 2.0 sebagai fondasi utama dalam penciptaan dan pertukaran konten pengguna. Dengan dominasi akses melalui smartphone dan berbagai platform, maka media sosial berfungsi sebagai alat komunikasi praktis bagi penggunanya, misalnya Facebook, Tiktok, Youtube, WhatssApp, Instagram, dan lain sebagainya. Di Indonesia, penggunaan platform digital untuk interaksi sosial mengalami peningkatan. Jumlahnya diperkirakan mencapai 193,43 juta pada tahun 2021, diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 236,97 juta pada tahun 2026 (Abdillah, 2022). Dengan besarnya jumlah pengguna media sosial, maka hal ini memberikan peluang besar dalam pemanfaatan media sosial dalam berbagai kondisi Media sosial akan menjadi sarana untuk memperlancar proses komunikasi dan interaksi dimanapun mereka berada. Meskipun demikian, media sosial juga dapat menjadi wadah negatif bagi individu yang menyalahgunakannya, salah satunya konflik akibat dampak negatif teknologi, seperti cyberbullying (Fazry & Apsari, 2021).
Aminudin (2019) mendefinisikan bullying sebagai kondisi dimana seseorang merasa tertekan akibat tindakan orang lain serta khawatir kejadian serupa akan terulang. Cyberbullying adalah jenis penindasan yang dilakukan media digital. Tindakan ini bisa berlangsung di berbagai platform, termasuk media sosial, aplikasi obrolan, platform game, dan melalui perangkat seluler (Natalia Zuanda et al., 2024). Tindakan cyberbullying dapat mencakup beberapa bentuk seperti, penghinaan, ancaman, hujatan, tuduhan, meninggalkan komentar yang tidak baik, penyebaran nama baik, sehingga korban sering merasa terisolasi, malu, harga diri yang rendah, tidak percaya diri, dan tidak berdaya, serta dapat mengganggu kesejahteraan emosional dan psikologis korban dalam jangka panjang (Elmalia Maulidina Tsani et al., 2024). Disisi lain, pelaku cyberbullying berpotensi terlibat dalam tindakan criminal di dunia nyata. Dampak-dampak tersebut akan mempengaruhi self esteem korban yang mengalami cyberbullying, sehingga membuat rendahnya self-esteem pada diri korban.
Menurut (Coopersmith, 1967), self-esteem mengacu pada bagaimana seseorang menilai kelayakan dirinya sendiri serta sejauh mana mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan, pentingnya, keberhasilan, dan nilai yang mereka miliki. Individu dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih besar saat menghadapi tantangan, namun kalau seseorang memiliki self esteem yang rendah, maka akan cenderung meragukan diri dan merasa tidak berharga. Dengan demikian, hal ini bisa menjadi kerugian bagi pengguna media sosial. Reginasari et al., (2021) menemukan bahwa membangun kepribadian yang positif dengan self-esteem yang stabil dapat membantu mengurangi kemungkinan di-bully. Penelitian Maidartati et al., (2024) memperkuat temuan ini dengan menunjukkan bahwa tingkat cyberbullying yang dialami seseorang sebanding dengan self-esteemnya. Menurut Coopersmith, keberartian seseorang (significance), kebaikan (virtue), ketahanan pribadi (power), dan kecakapan dapat membentuk self-esteem (Rokhmatika & Muslikah, 2024). Dalam menghadapi ancaman cyberbullying di media sosial, penting untuk menjaga self esteem agar individu bisa menilai dirinya sendiri secara positif dan memberikan penghargaan yang positif pada dirinya sendiri. Menjaga self esteem di tengah ancaman ini bisa dilakukan juga dengan cara bersyukur.
Syukur merupakan bentuk pengakuan atas nikmat yang diberikan oleh Allah, serta kesadaran bahwa Allah adalah pemberinya. Syukur juga mencerminkan kepatuhan, kecintaan, keridhaan, dan pemanfaatan nikmat tersebut dalam hal yang diridhai-Nya sebagai bentuk ketaatan (Al-Fauzân, 2023). Adanya rasa syukur berarti seseorang dapat fokus pada hal-hal positif dalam hidupnya dan memberikan kekuatan untuk melewati kesulitan (Effendy et al., 2018). Rasa bersyukur dapat membantu seseorang dalam menerima dirinya sendiri, yang disebut self-acceptance. Penerimaan diri sendiri merupakan salah satu komponen kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan berpengaruh pada tingkat self-esteem seseorang (Putra, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Kashdan & Uswatte (2006) menemukan bahwa rasa syukur atau gratitude mampu meningkatkan self-esteem serta memunculkan afeksi positif dalam aktivitas harian. Syukur berfungsi sebagai penguat dalam menjaga self-esteem individu karena dengan bersyukur maka individu bisa menerima dan menghargai diri dengan sesuatu yang dimiliki, sehingga individu merasa bahwa hidupnya memiliki makna dan nilai yang sangat berharga. Dengan demikian, syukur akan menjadi kekuatan dalam membantu individu dengan membiasakan perilaku yang baik dan fokus pada hal-hal positif yang berkontribusi pada significance dan virtue dalam memanfaatkan pemberian dari Allah secara totalitas dengan tujuan meningkatkan rasa harga diri yang positif dan kepuasan hidup, sehingga individu yang mampu menjaga self-esteem melalui syukur tentunya bisa menghadapi ancaman cyberbullying yang ada di media sosial.
Referensi:
Abdillah, L. A. (2022). Peranan Media Sosial Modern. Bening Media Publishing.
Al-Fauzân, S. ‘Abdullâh bin S. (2023). Indahnya Bersyukur Bagaimana Meraihnya? Mirja.
Aminudin, K. (2019). Cyberbullying dan Bodyshaming. K-Media.
Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self-esteem. W. H. Free man and Company.
Effendy, N., Mangundjaya, W. L., & Saleh, A. R. (2018). Psikologi Positif Teori dan Terapan Untuk Perubahan. Goresan Pena.
Tsani, E. M., Augest, W. K., Hidayat, R. A., & Sahfrina, N. A. (2024). Cyberbullying: Tantangan Bagi Pengguna Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental di Indonesia. Student Scientific Creativity Journal, 2(4), 20–29. https://doi.org/10.55606/sscj-amik.v2i4.3319
Fazry, L., & Apsari, N. C. (2021). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Cyberbullying di Kalangan Remaja. Jurnal Pengabdian Dan Penelitian Kepada Masyarakat (JPPM), 2 (1), 28-36.
http://journal.unpad.ac.id/jppm/article/view/33435/15459
Kaplan, A., & Haenlein, M. (2010). User Of The World, Unite! The Challenges and Opportunities Of Social Media. Business Horizons, 53(1), 59–68. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.bushor.2009.09.003
Kashdan, T. B., & Uswatte, G. (2006). Gratitude and hedonic and eudaimonic well-being in Vietnam war veterans. Behaviour Research and Therapy. Behaviour Research and Therapy, 44(2), 177–199. https://doi.org/ 10.1016/j.brat.2005.01.005
Maidartati, Tania, M., Irawan, E., Saputra, A., & Bila Firdaus, S. (2024). The Relationship Between Cyberbullying And Self-Esteem In Adolescents At Global Edu High School. Lecturers International Journal of Health Sciences (IJHS, 2(1), 414–427. https://doi.org/https://doi.org/10.59585/ijhs
Natalia Zuanda, Rokiyah, Rahmah Dini, & Alrefi. (2024). Tren Penelitian Cyberbullying Di Indonesia. Edu Research, 5(1), 55–62. https://doi.org/10.47827/jer.v5i1.153
Putra, J. S. (2018). Peran Syukur sebagai Moderator Pengaruh Perbandingan Sosial terhadap Self-esteem pada Remaja Pengguna Media Sosial. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, 3(2), 197–210. https://doi.org/10.21580/pjpp.v3i2.2650
Reginasari, A., Afiatin, T., & Akhtar, H. (2021). The Role of Self-Esteem and Perceived Parental Mediation in Cyberbullying. Jurnal Psikologi, 48(2), 46–55. https://doi.org/10.22146/jpsi.39034
Rokhmatika, N., & Muslikah. (2024). Pengembangan Instrumen Self-Esteem Coopersmith (Citra Diri). Jurnal Literasi Indonesia (JLI), 1(1), 1–8. https://jli.staiku.ac.id/index.php/st/article/view/3