ISSN 2477-1686  

 Vol. 11 No. 27 Februari 2025

Ketika Ego Mendominasi: Bagaimana Pengaruh Kepemimpinan Narsistik Terhadap Dinamika Tim

 Oleh:

Marchelina Febe

Fakultas Psikologi, Universitas Bunda Mulia

 Kepemimpinan memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan suatu tim. Namun, gaya kepemimpinan yang tidak efektif akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap dinamika tim. Salah satu gaya kepemimpinan yang sering menjadi perhatian adalah gaya kepemimpinan narsistik atau kepemimpinan narsistik. Gaya kepemimpinan narsistik didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menunjukkan sifat-sifat narsistik yang mencakup kebutuhan berlebihan untuk dikagumi, rasa superioritas, dan kurangnya empati terhadap orang lain (Rosenthal & Pittinsky, 2006). Pemimpin dengan karakteristik ini sering kali memprioritaskan kepentingan pribadi mereka dibandingkan dengan kepentingan tim. Artikel ini akan mengulas bagaimana gaya kepemimpinan narsistik memengaruhi dinamika tim, baik secara positif maupun negatif.

Karakteristik Gaya Kepemimpinan Narsistik

Pemimpin narsistik biasanya menunjukkan ciri-ciri seperti ego yang tinggi, kurangnya empati, perilaku manipulatif, dan obsesi terhadap pencitraan. Pemimpin narsistik sering kali memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri dan mengutamakan pencapaian pribadi di atas kepentingan tim. Mereka kurang mampu memahami perasaan dan kebutuhan anggota tim, yang dapat menghambat hubungan interpersonal. Selain itu, mereka sering menggunakan taktik manipulatif untuk mempertahankan posisi mereka atau mendapatkan keuntungan pribadi. Pemimpin narsistik juga sangat peduli dengan bagaimana mereka terlihat di mata orang lain dan sering kali mengambil keputusan yang meningkatkan citra mereka, meskipun itu merugikan tim. Ego memainkan peran besar dalam kepemimpinan narsistik. Pemimpin dengan ego yang terlalu tinggi sering kali merasa bahwa pandangan dan keputusan mereka adalah yang paling benar, sehingga mereka enggan menerima kritik atau masukan dari orang lain. Studi oleh Judge et al. (2006) menunjukkan bahwa ego yang tinggi dalam kepemimpinan dapat mengarah pada perilaku otoriter, yang mengurangi partisipasi anggota tim dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan yang merugikan komunikasi dan kolaborasi dalam tim. Menurut Rosenthal dan Pittinsky (2006), pemimpin narsistik memiliki potensi untuk menjadi sangat inspiratif tetapi juga sangat destruktif, tergantung pada konteks dan cara mereka mengelola hubungan dengan anggota tim. Pada dasarnya, karakteristik ini membuat kepemimpinan narsistik menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, mengingat dampaknya yang luas terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan.

Pengaruh Positif terhadap Dinamika Tim

Meskipun sering dikritik, kepemimpinan narsistik dapat memberikan beberapa pengaruh positif, terutama dalam situasi tertentu. Pemimpin narsistik yang ambisius dapat mendorong tim untuk mencapai tujuan tinggi. Mereka juga cenderung berani mengambil keputusan besar yang dapat membawa tim keluar dari zona nyaman. Dalam beberapa kasus, keberanian ini membantu tim menghadapi tantangan besar yang memerlukan perubahan signifikan. Selain itu, karisma yang dimiliki oleh pemimpin narsistik dapat menginspirasi anggota tim untuk bekerja lebih keras, setidaknya dalam jangka pendek. Penelitian oleh Deluga (1997) menunjukkan bahwa karisma dari pemimpin narsistik dapat meningkatkan loyalitas anggota tim pada awalnya, meskipun dampaknya tidak selalu bertahan lama.

Pengaruh Negatif terhadap Dinamika Tim

Namun, dampak negatif dari gaya kepemimpinan narsistik sering kali lebih signifikan dan merugikan, terutama dalam jangka panjang. Manipulasi dan fokus pada kepentingan pribadi dapat merusak kepercayaan antara pemimpin dan anggota tim. Pemimpin narsistik juga cenderung memicu persaingan internal dengan membandingkan anggota tim secara tidak sehat. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak harmonis dan penuh ketegangan. Kurangnya perhatian terhadap kebutuhan anggota tim dapat menghambat kerja sama, sementara ekspektasi yang tinggi tanpa dukungan emosional dapat menyebabkan stres dan kelelahan pada anggota tim. Dalam jangka panjang, keputusan yang berfokus pada pencitraan sering kali mengorbankan keberlanjutan dan pertumbuhan tim (Nevicka et al., 2011).

Selain itu, ego yang berlebihan dalam kepemimpinan sering kali membuat pemimpin narsistik kurang responsif terhadap kritik, bahkan ketika keputusan mereka terbukti tidak efektif. Studi oleh Kernis (2003) menyoroti bahwa ego yang tidak terkendali dapat menghambat refleksi diri, yang pada akhirnya memperburuk dinamika tim dan menurunkan kinerja kolektif. Pengaruh negatif ini juga diperkuat oleh studi dari Braun et al. (2016), yang mengamati bahwa kepemimpinan narsistik sering kali berkorelasi dengan rendahnya tingkat inovasi tim.

Strategi untuk Mengelola Gaya kepemimpinan narsistik

Meskipun gaya kepemimpinan narsistik dapat menjadi tantangan, ada beberapa cara untuk mengelolanya. Salah satunya adalah dengan membangun struktur tim yang kuat untuk memastikan bahwa keputusan tidak sepenuhnya bergantung pada pemimpin. Memberikan umpan balik yang konstruktif kepada pemimpin tentang dampak perilaku mereka terhadap tim juga dapat membantu. Selain itu, mendorong budaya kerja yang inklusif dan meningkatkan partisipasi anggota tim dalam pengambilan keputusan dapat mengurangi dominasi pemimpin narsistik.

Seperti yang diusulkan oleh Hogan dan Kaiser (2005), menunjukkan pentingnya pelatihan empati dan keterampilan komunikasi bagi pemimpin narsistik untuk meningkatkan hubungan interpersonal mereka. Selain itu, organisasi dapat mengadopsi mekanisme evaluasi kepemimpinan yang transparan untuk memastikan bahwa gaya kepemimpinan yang merugikan dapat diidentifikasi dan ditangani sejak dini. Pendekatan lain adalah dengan memberikan pelatihan pengembangan diri kepada pemimpin narsistik. Pelatihan ini dapat mencakup peningkatan kesadaran diri, manajemen emosi, dan pengembangan nilai-nilai kolektif yang lebih inklusif. Dengan cara ini, pemimpin narsistik dapat belajar menyesuaikan pendekatan mereka dalam memimpin tim.

Daftar Pustaka

Braun, S., Aydin, N., Frey, D., & Peus, C. (2016). Leadership and innovation: The role of narcissism and self-serving bias. Journal of Business Psychology, 31(4), 545-559.

Chatterjee, A., & Hambrick, D. C. (2007). It’s all about me: Narcissistic CEOs and their effects on company strategy and performance. Administrative Science Quarterly, 52(3), 351-386.

Deluga, R. J. (1997). Relationship among American presidential charismatic leadership, narcissism, and rated performance. The Leadership Quarterly, 8(1), 49-65.

Hogan, R., & Kaiser, R. B. (2005). What we know about leadership. Review of General Psychology, 9(2), 169-180.

Judge, T. A., Piccolo, R. F., & Ilies, R. (2006). The forgotten ones? The validity of consideration and initiating structure in leadership research. Journal of Applied Psychology, 91(1), 36-51.

Kernis, M. H. (2003). Toward a conceptualization of optimal self-esteem. Psychological Inquiry, 14(1), 1-26.

Nevicka, B., Ten Velden, F. S., De Hoogh, A. H., & Van Vianen, A. E. (2011). Reality at odds with perceptions: Narcissistic leaders and group performance. Psychological Science, 22(10), 1259-1264.

Owens, B. P., Wallace, A. S., & Waldman, D. A. (2015). Leader narcissism and follower outcomes: The counterbalancing effect of leader humility. Journal of Applied Psychology, 100(4), 1203-1213.

 

Rosenthal, S. A., & Pittinsky, T. L. (2006). Gaya kepemimpinan narsistik. The Leadership Quarterly, 17(6), 617-633.