ISSN 2477-1686  

 Vol. 10 No. 19 Oktober 2024

Fenomena Marriage is Scary bagi perempuan?

Bagaimana Perspektif Psikologi Neo-Behaviorisme?

Oleh:

Salsabila Zakiah Zulva

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Fenomena Marriage Is Scary akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat dimedia sosial Indonesia. Pasalnya, banyak Wanita dewasa awal takut untuk melakukan pernikahan. Disebabkan adanya ketidakpastian mengenai kemampuan untuk menjadi pasangan yang baik, atau bahkan takut akan perceraian, dapat membuat seseorang ragu untuk melangkah ke dalam pernikahan. Sudah menjadi rahasia umum jikalau didalam pernikahan tidak bisa dihindari dari suatu permasalahan.

Dikutip dari Kompas.com (10 Agustus 2024) memaparkan bahwa fenomena Marriage Is Scary bagi Perempuan sedang tren dimedia sosial Dimana Sebagian pengguna media sosial bimbang salah satunya dirangkum berupa unggahan di salah satu platform dan telah di lihat 4,2 juta kali, disukai lebih dari 300 ribu orang, dan 73 ribu akun membagikan ulang. Serta dijelaskan kenapa Perempuan mengalami Marriage Is Scary atau takut menikah diantaranya dibebabkan banyak laki-laki yang belum memahami kesetaraan gender sepenuhnya dan adanya pemberitaan negatif soal pernikahan di media sosial ikut mempengaruhi psikologi Perempuan. Disi lain, pemaparan terkait takut menikah bagi Perempuan juga dijelaskan di Liptan6.com (22 Agustus 2024) dijelaskan juga penyebannya diantaranya pengalaman buruk dimasa lalunya, adanya luka-luka emosional, tekanan finansial serta ketidakmampuan untuk memenuhi ekspetasi sosial mengenai pernikahan. Fenomena Marriage Is Scary bukan hanya terjadi di Indonesia saja melainkan juga terjadi dibeberapa negara di dunia diantaranya negara Iran yang Dimana kaum usia mudanya menghindari pertikahan dikarenakan beberapa alasan (Tabatabaifar, 2020), Jepang juga mengalami hal serupa. Mereka menghindari pernikahan karena takut untuk melakukan komitmen. Jika diteruskan hal itu bisa berdampak pada krisis penduduk (Romadhona, 2024).

Makna Marriage Is Scary atau disebut juga Fear of Marriage sebenarnya kata dalam Bahasa inggris yang memiliki arti pernikahan yang menakutkan (Nemko, 2021). Suatu pernikahan seharusnya bukan menjadi suatu fenomena yang di maknai buruk serta membuat seseorang tidak mau menikah. Namun karena terdapat postingan postingan dimedia sosial terkait pernikahan yang negative akhirnya membuat pandangan seseorang Perempuan akan pernikahan berubah menjadi sesuatu momok menakutkan.

Perspektif Psikologi Neo-Behavioristik

Perkembangan teori psikologi behavirotistik terdiri dari tiga tahap perkembangan diantaranya tahap behaviorisme radikal, tahap neo-behaviorisme, dan tahap sosial-behaviorisme. Pada tahap neo-behaviorisme terdapat beberapa tokoh diantaranya Adward Chace Tolman (1886-1959), Clark Leonard Hull (1884-1952), Edwin Ray Guthrie (1886-1959, B.F. Skinner (1004-1990) (Rahman, A.A., 2019). Atikel ini befokus pada tahap neo-behaviorisme dengan tokoh B.F. Skinner. B.F. Skinner berpandangan bahwa perilaku seorang individu akan terus mengalami perubahan itu disebabkan karena adanya stimulus yang mengawali perubahan perilaku yang kemudian membuat organisme merespon hal tersebu (Wahid, 2020). Hal ini juga selaras dengan penelitian Mytra et al. (2022) yang menyatakan bahwa teori behavioristik menurut B.F Skinner berpendapat hubungan antara stimulus dengan respons yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan menimbulkan perubahan perilaku. Pendapat B.F Skinner ini sejalan dengan tujuan dari psikologi behaviotistik menurut Mu'minin, (2022) pertama yaitu fokus bagaimana mengenali dan memperoleh respon yang optimal dalam berbagai situasi stimulus yang ada. Dalam hal ini Perempuan yang merespos untuk takut menikah disebabkan karena adanya stimulus yang diberikan yaitu berita, tayangan, postingan yang negative terkait pernikahan sepertinya perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, finansial yang belum stabil dan masih banyak lagi.  Kedua, behaviorisme berupaya untuk mengatur dan meningkatkan proses pembelajaran agar individu sehingga memperoleh kecakapan yang beragam sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Dengan kata lain individu terutama Perempuan bisa mencari dan mempelajari makna dari pernikahan itu seperti apa dan memperbaiki diri supaya individu tersebut bisa mendapatkan pendamping hidup yang sesuai dengan keinginannya.

Evaluasi terkait fenomena Marriage Is Scary memerlukan cara pandang yang lebih luas terkait pernikahan dengan mempertimbangkan beberapa factor yang melatarbelakangi seperti riwayat masa lalu, kondisi sosial, kondisi kesehatan mental, dan motif yang lebih spesifik mengingat di Indonesia kasus ini mengalami peningkatan. Selanjutnya perlu melakukan asesmen dan intervensi psikologi terkait fenomena ini perlu dilakukan guna mencegah Altschmerz ialah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekhawatiran dengan suatu hal yang sama dan terus menerus hingga tidak menarik lagi, tetapi tetap dikhawatirkan. Demi mencapai hal ini, perlunya kolaborasi antara pemerintah, lembaga Kesehatan, lingkungan keluarga maupun Lembaga sosial sehingga fenomena ini dapat ditangani dan dicegah secara cepat dan tepat.

Referensi:

Kompas.com. (2022). 22 Istilah Emosi Manusia Dalam Psikologi yang Jarang Diketahui,. Diakses pada tanggal 03 September 2024 dari  https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/10/120000769/22-istilah-emosi-manusia-dalam-psikologi-yang-jarang-diketahui

Kompas.com."Ramai Tren "Marriage is Scary", Kenapa Banyak Perempuan Takut Menikah?". Diakses pada tanggal 02 September 2024 darhttps://www.kompas.com/tren/read/2024/08/10/200000165/ramai-tren-marriage-is-scary-kenapa-banyak-perempuan-takut-menikah-?page=1. Diakses pada 02 September 2024.

Liputan6.com (22 Agustus 2024). Mengapa 'Marriage Is Scary' Menjadi Fenomena di Kalangan Perempuan?. Diakses pada tanggal 02 September 2024 darhttps://www.liputan6.com/regional/read/5679458/mengapa-marriage-is-scary-menjadi-fenomena-di-kalangan-perempuan?page=2.

Mu'minin, U., Apriliana, S., & Septiana, N. (2022). Konsep dan Karakteristik Psikologi Behaviorisme. Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan, 8(2), 115-126.

Mytra, P., Asrafiani, A., Budi, A., Hardiana, H., & Irmayanti, I. (2022). Implementasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Matematika. JTMT: Journal Tadris Matematika, 3(2), 45-54.

Nemko, M., (2021). Dealing with a Fear of Marriage. Diakses pada tanggal 03 September 2024 dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/how-to-do-life/202108/dealing-with-a-fear-of-marriage

Rahman, A.A. (2019). Sejarah Psikologi Dari Klasik Hingga Modern. Depok: PT RajaGrafindo Persada.

Romadhona, S. (2024). Tren Marriage is Scary, Ini 6 Faktornya Menurut Pakar Psikologi Umsida. Diakses pada tanggal 03 September 2024 dari  https://umsida.ac.id/tren-marriage-is-scary-ini-kata-pakar-umsida/

Tabatabaifar, S. M. (2020). The effectiveness of schema therapy on the fear of marriage (Gamophobia) among single buys. Journal of Adolescent and Youth Psychological Studies (JAYPS), 1(1), 277-286.

Wahid, M. A. (2020). Dampak Perubahan Perilaku Tokoh Dhirga Dalam Novel Dhirga Karya Natalia Tan (Perspektif Psikologi Behaviorisme Skinner). Bapala, 7(4), 1-15.