ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 19 Oktober 2024
Family Suicide: Sebuah Fenomena atau Masalah di dalam Keluarga?
Oleh:
Mohammad Adi Ganjar Priadi
Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Indonesia Katolik Atma Jaya
Pendahuluan
Beberapa waktu lalu, pada bulan Maret 2024, masyarakat dikejutkan dengan adanya peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anaknya. Tidak lama setelah itu, peristiwa bunuh diri yang melibatkan anggota keluarga kembali terjadi. Salah satu faktor yang diduga berkaitan dengan motif bunuh diri yakni kesulitan secara finansial. Data juga menunjukkan bahwa fenomena bunuh diri dengan melibatkan anak, naik sebanyak dua kali lipat (CNN Indonesia, 2024). Perilaku bunuh diri dan kaitannya dengan teori keluarga ternyata menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antar anggota keluarga dapat memengaruhi munculnya risiko ide bunuh diri pada seseorang (Frey & Cerel, 2015).
Bunuh diri dan keluarga
Hasil penelitian Kuttichira (2018) menunjukkan bahwa sosok orangtua baik ayah maupun ibu merupakan figur yang bertanggung jawab atas kejadian bunuh diri. Selain itu, dikutip berdasarkan data, ayah dari keluarga yang memutuskan melakukan bunuh diri justru biasanya merupakan orang yang karismatik dan relijius. Hal ini membuat akhirnya anak maupun pasangan akan turut serta ikut dan tunduk dalam pengambilan keputusan orangtuanya untuk melakukan bunuh diri. Seseorang mengambil tindakan bunuh diri dapat juga diakibatkan oleh perasaan tidak berdaya dan menganggap dirinya menjadi beban bagi keluarga, sehingga kematiannya dianggap lebih berharga (Frey & Cerel, 2013).
Hasil penelitian
Yang, Hu, Zeng, dan Wu (2022) telah meneliti kaitan antara kondisi keluarga dan hubungannya dengan tema-tema bunuh diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi keluarga disfungsional berkorelasi erat dengan adanya ide-ide bunuh diri yang muncul pada remaja beranjak dewasa. Penelitian ini juga membuktikan bahwa kemampuan adaptasi dan relasi yang sehat dengan anggota keluarga dapat berhubungan pada kestabilan kondisi emosi. Artinya, keterikatan keluarga bukan hanya sebatas erat, tetapi juga harus menghasilkan kondisi emosi yang stabil. Dalam kaitan dengan kasus bunuh diri, keluarga yang mengalami disfungsi dapat membuat setiap anggotanya merasakan kedekatan satu sama lain. Frey dan Cerel (2015) mengungkapkan bahwa relasi antar anggota di dalam keluarga berhubungan kuat dengan kemungkinan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Lebih lanjut pada kasus bunuh diri masal, Durkheim menjelaskan salah satu komponen yang dapat meningkatkan risiko tersebut yakni adanya perceived burdensomeness, yang diartikan beban yang amat berat terkait dengan anggota keluarga. Artinya, beban yang dirasakan berat oleh kepala keluarga juga dapat terasakan anggota keluarga lainnya. Hal ini kemudian berhubungan dengan penghayatan bahwa emosi negatif dapat dirasakan secara massal dalam satu keluarga. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa keluarga dapat mengalami kondisi disfungsi. Kondisi tersebut diartikan sebagai keluarga yang memiliki permasalahan psikologis. Permasalahan tersebut bukan hanya mengacu pada peran dan interaksi antar anggota keluarga, tetapi juga hal-hal yang dapat melemahkan fungsi keluarga (Indrawati, Hyoscyamina, Qonitatin, & Abidin, 2014). Perceive burdensomeness juga diartikan sebagai penderitaan bersama di dalam keluarga (Quintin et al, 2022). Dengan kata lain, keluarga yang mengalami rasa putus asa akan mempersepsikan hal tersebut sebagai kedekatan satu sama lain, namun dilakukan dengan cara yang keliru. Kuttichira (2018) menambahkan bahwa melakukan familicide atau bunuh diri bersama keluarga, dapat dilandasi oleh faktor kesehatan mental, kemiskinan, hingga masalah keuangan di dalam keluarga.
Kesimpulan
Peran dan fungsi keluarga dapat menentukan nasib keluarga di masa yang akan datang. Figur orangtua yang berpengaruh di dalam keluarga hendaknya dapat menjadi role model positif dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, khususnya ketika keluarga sedang mendapatkan masalah. Di sisi lain, pendekatan preventif amat penting untuk dilakukan. Penyuluhan dan keterpaparan informasi mengenai pentingnya menjaga faktor kesehatan mental maupun relijiusitas di dalam keluarga dapat diberikan pada keluarga-keluarga muda di Indonesia.
Referensi:
CNN Indonesia. (March 22, 2024). Yogi Anugrah. Bunuh diri satu keluarga di balik sikap Abai Negara, retrieved from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240321201130-12-1077405/bunuh-diri-satu-keluarga-di-balik-sikap-abai-negara
Frey, L. M., & Cerel, J. (2013). Risk for Suicide and the Role of Family: A Narrative Review. Journal of Family Issues, 36(6), 716-736. https://doi.org/10.1177/0192513X13515885
Indrawati, E. S., Hyoscyamina, D. E., Qonitatin, N., & Abidin, Z. (2014). Profil Keluarga Disfungsional pada Penyandang Masalah Sosial di Kota Semarang. Jurnal Psikologi Undip. Vol 13 No. 2, 120-132.
Kuttichira, P. (2018). The Phenomenon of Family Suicides: An Explorative Study into Consecutive 32 Incidents in Kerala. Indian J Psychol Med. 2018 Mar- Apr;40(2):108-112. doi: 10.4103/IJPSYM.IJPSYM_109_17. PMID: 29962565; PMCID: PMC6008997.
Quintin, H. Yang, Q., Hu, Y.Q., Zeng, Z.H., Liu, S.J., Wu, T., & Zhang G, H. (2022). The Relationship of Family Functioning and Suicidal Ideation among Adolescents: The Mediating Role of Defeat and the Moderating Role of Meaning in Life. Int J Environ Res Public Health. 2022 Nov 29;19(23):15895. doi: 10.3390/ijerph192315895. PMID: 36497966; PMCID: PMC9740712.