ISSN 2477-1686
Vol. 10 No. 05 Maret 2024
Couple Resilience: Rahasia Kelangsungan Hubungan Long Distance Marriage
Oleh:
Murni Widya Ningsih
Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana
Kehidupan era globalisasi saat ini, membuat pasangan dengan status hubungan pernikahan jarak jauh mengalami banyak tantangan. Hubungan jarak jauh atau yang saat ini gaung dikenal dengan istilah long distance marriage, didefinisikan Saidah dan Fahmi (2023) merupakan pasangan menikah mengalami kondisi tidak dapat hidup bersama karena adanya kendala jarak dan waktu yang membatasi dalam pertemuan pasangan. Hubungan pernikahan jarak jauh atau long distance marriage berdasarkan pandangan Kariuki (2014) adalah sebuah kondisi yang rapuh dan penuh kompleksitas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang menyangkut pengambilan keputusan dan mempunyai urgensi sangat penting. Menyadari bahwa hubungan pernikahan jarak jauh (long distance marriage) sangat rapuh, maka diperlukan upaya yang krusial untuk menjaga kelangsungan hubungan pada pasangan long distance marriage, yakni dengan “couple resilience” atau resiliensi pasangan, yang dikemukakan oleh Surijah et al. (2021). Couple resilience melibatkan sejauh mana pasangan terlibat dalam perilaku yang membantu masing-masing pasangan mengatasi peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, menurut Sanford et al. (2016). Selanjutnya, Surijah et al. (2021) menambahkan bahwa couple resilience adalah tentang cara menggunakan perilaku positif dalam hubungan untuk mengelola berbagai macam tantangan dalam pernikahan, atau yang disebut dengan istilah positive relationship behavior. Konteks pernikahan jarak jauh ini menegaskan bahwa resiliensi pasangan menjadi kunci utama untuk mempertahankan ikatan emosional dan memperkuat komunikasi antar pasangan. Menyorot akan pentingnya couple resilience ini, maka diperlukan pengetahuan yang sistematis bagi pasangan pernikahan jarak jauh atau yang akan menjalani kondisi hubungan pernikahan jarak jauh ini, diantaranya adalah:
Tantangan Hubungan Long Distance Marriage
Lazimnya, hubungan pernikahan adalah menjalani kehidupan bersama dalam satu rumah, namun di era globalisasi ini Qorifah et al. (2023) menguraikan bahwa tuntutan pekerjaan sering sekali menjadi penyebab sebuah hubungan pernikahan harus menjalani long distance marriage, tidak ketinggalan alasan pendidikan dan penugasan militer juga digadang sebagai alasan terjadinya kondisi ini. Tentu hal ini menghadirkan berbagai tantangan dalam hubungan pernikahan dengan kondisi ini, Naibaho dan Virlia (2016) dalam Virlia (2021) menyebutkan diantaranya adalah: (1) adanya perbedaan persepsi dari pasangan pernikahan jarak jauh mengenai informasi yang diberikan. Dimana persepsi negatif tanpa disertai bukti yang relevan dapat memicu kecurigaan, (2) adanya ketidakseimbangan kekuasaan, dalam hal ini salah satu bertindak dominan dalam hubungan yang dapat memicu konflik pasangan, (3) intensitas komunikasi yang minim membuat hubungan pernikahan jarak jauh menjadi minim kualitas. Hal ini dapat menghadirkan rasa kesepian, kecurigaan, dan kurang perhatian dari kedua belah pihak. Qorifah et al. (2023) juga menambahkan, bahwa tantangan yang dihadapi oleh pasangan pernikahan jarak jauh adalah: (1) keterbatasan komunikasi, (2) rasa rindu dan kecemasan. Ini karena pasangan membutuhkan adanya kehadiran secara fisik yang tidak terpenuhi dibersamai dengan kondisi tidak pasti kapan akan bertemu, (3) ketidaksetiaan. tantangan ini dapat hadir karena, pasangan jauh dari jangkauan mata yang memungkinkan salah satu pasangan tergoda dengan lainnya, (4) sulit dalam mengatasi masalah. Jarak yang memisahkan sering membuat pasangan sulit untuk rembukan masalah, dan akhirnya masalah tanpa solusi dengan didiamkan saja, (5) sulit dalam membangun kehidupan bersama. Setiap aktivitas rumah tangga tidak dapat dilakukan dalam konteks kerjasama, sehingga tidak jarang keputusan diambil sepihak, (6) kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi, (7) kualitas hubungan pernikahan sulit terjaga. Pernikahan jarak jauh dapat menguras energi secara emosional dan juga fisik, maka diperlukan pengelolaan yang baik agar hubungan pernikahan dapat terjaga keharmonisannya.
Dampak Positif Menjalani Hubungan Long Distance Marriage
Pernikahan jarak jauh tidak selalu membahas mengenai hal-hal negatif pemicu menurunnya kondisi psikologis. Menurut Qorifah et al. (2023) terdapat hal-hal positif dari hubungan pernikahan jarak jauh (long distance marriage), yaitu: (a) komunikasi mengalami peningkatan. Menyadari bahwa komunikasi adalah kunci dalam sebuah interaksi, pasangan pernikahan jarak jauh terdorong untuk meningkatkan intensitas komunikasi baik berupa panggilan telpon maupun melalui video call, (b) mengutamakan kepercayaan. Pondasi kepercayaan yang tertanam kuat, menjadi barometer dalam kesetiaan dalam komitmen pernikahan, (c) Peningkatan Kemandirian. Tidak hadirnya pasangan, membuat kemandirian kiat meningkat pesat, karena merasa sulit atau bahkan tidak dapat mengandalkan pasangan, (d) waktu bersama menjadi hal yang berharga. Ketika bertemu, menjadi peluang untuk benar-benar memanfaatkan waktu bersama agar tidak terbuang sia-sia.
Strategi Membangun Couple Resilience pada Long Distance Marriage
Hubungan pernikahan jarak jauh dengan segenap dinamikanya memerlukan strategi agar hubungan pernikahan tetap terjaga walaupun terpisah jarak. Seperti yang telah disebutkan diatas, membangun couple resilience adalah kunci. Adapun menurut Rismayanti et al. (2022) strategi dalam membangun resiliensi pada pasangan pernikahan jarak jauh mencakup enam kriteria, diantaranya adalah (1) Saling memberikan penghargaan, (2) Saling menampakkan kasih sayang, (3) membangun komunikasi yang positif, (4) bertekad memegang komitmen terhadap keluarga, (5) mengutamakan kenyamanan ketika bersama, (6) menghadirkan kesejahteraan batin dengan landasan spiritual, dan (7) manajemen stres terhadap masalah yang hadir. Selanjutnya, meragkum dari situs Marriage.com (2022, Dec 07) terdapat lima belas hal yang dapat dilakukan untuk membangu resiliensi pada pasangan dalam ikatan pernikahan, yaitu, (1) mempunyai kebulatan tekad untuk membuat hubungan berhasil, (2) mempunyai sikap yang optimis terhadap hubungan yang dijalani bersama, (3) tidak mengabaikan sekecil apapun permasalahan yang hadir, (4) berkomunikasi secara efektif, (5) menghadirkan keramahan satu sama lain. Hal ini memungkinkan pemeliharaan terhadap hubungan menjadi pada prioritas yang lebih tinggi, (6) melatih diri dengan pengendalian diri yang lebih baik, (7) menerima pasangan sebagaimana mestinya, (8) menjadi pendengar bagi pasangan, (9) memberikan maaf terhadap kesalahan yang tidak perlu dibesar-besarkan, (10) mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan keterbukaan dan peninjauan ulang terhadap masalah, (11) bersikap tegas, tanpa perlu merasa takut dalam mengambil Keputusan, (12) saling sharing, dapat meningkatkan keintiman emosional dalam hubungan, (13) tidak membanding-bandingkan pasangan, (14) memiliki kepercayaan diri yang baik dalam membina hubungan terhadap pasangan, (15) meminta bantuan dengan memperhatikan waktu yang tepat.
Pasangan pernikahan jarak jauh memerlukan resiliensi pasangan (couple resilience) yang tinggi, sebagai kunci dalam mempertahankan hubungan. Kerumitan hubungan pernikahan jarak jauh ini dapat menjadikan komunikasi yang efektif, penghargaan satu sama lain, serta komitmen untuk membangun kepercayaan dan keintiman, sebagai senjata dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut dengan baik. Artinya, dengan memahami serta menerapkan prinsip-prinsip dari resiliensi ini, maka pasangan yang menjalani long distance marriage dapat membangun hubungan yang panjang, kokoh, dan penuh keharmonisan walaupun memiliki jarak menjadi jurang pemisah dalam hubungan.
Referensi:
Editorial Team. (2022). 15 Tips to Build Resilient Relationships. Marriage.com. https://www.marriage.com/advice/relationship/resilient-relationships/
Kariuki, J. W. (2014). The impact of long-distance marriage on the family: a study of families with spouses abroad in Kiambu county (Doctoral dissertation, University of Nairobi).
Qorifah, K., Kurohman, T., & Sahroni, M. (2023). Dampak Pernikahan Jarak Jauh Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Perspektif Islam:(Studi Kasus Di Desa Trimodadi Kecamatan Abung Selatan). HUMANITIS: Jurnal Homaniora, Sosial Dan Bisnis, 1(5), 494-505. https://humanisa.my.id/index.php/hms/article/view/47
Rismayanti, Tiara, Danu Aris Setiyanto, and Muhammad Auzai. 2022. “Long-Distance Relationship Family Resilience Strategy and Its Relevance to the Development of Islamic Family Law in Indonesia”. Journal of Islamic Law (JIL) 3 (2), 132-58. https://doi.org/10.24260/jil.v3i2.842.
Saidah, F. R., & Fahmi, M. Z. (2023). Management of Long-Distance Marriage for Overseas Female Worker Profession on Family Resilience in Kendal Regency. El-Mashlahah, 13(1), 93-106.
Sanford, K., Backer-Fulghum, L. M., & Carson, C. (2016). Couple Resilience Inventory: Two dimensions of naturally occurring relationship behavior during stressful life events. Psychological Assessment, 28(10), 1243–1254. https://doi.org/10.1037/pas0000256
Surijah, E. A., Prasad, G. H., & Saraswati, M. R. A. (2021). Couple resilience predicted marital satisfaction but not well-being and health for married couples in Bali, Indonesia. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, 6(1), 13-32. https://doi.org/10.21580/pjpp.v6i1.6520
Virlia, S. (2021). Tantangan Pasutri: Menjaga Kepercayaan dalam Pernikahan Jarak Jauh. Bunga Rampai Keluarga Tangguh 2, 5.