ISSN 2477-1686 

Vol. 10 No. 04  Februari 2024

 

Perubahan Iklim dan Kesejahteraan Anak

 

Oleh:

Clara R.P. Ajisuksmo1,2

1Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

2Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Unika Atma Jaya

 

Perubahan iklim yang terjadi secara global memberi dampak yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung pada lingkungan hidup dan kesejahteraan manusia.

Bencana ekologis akan terjadi apabila keseimbangan antara makhluk hidup dengan habitatnya tidak terpenuhi, sehingga menjadi ancaman yang dapat mengakibatkan resiko bencana apabila terdapat kerawanan di lingkungan masyarakat (Wacana, 2014). Perubahan iklim berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia juga tidak terbebas dari dampak perubahan iklim.  

 

Perubahan iklim menyebabkan suhu global meningkat, yang berakibat pada  kemarau panjang yang mempengaruhi masa tanam dan masa panen. Perubahan iklim juga memungkinkan terjadinya serangan serangga terhadap tanaman pertanian, yang berakibat pada gagal panen dan produktivitas pertanian menurun (Harvian & Yuhan, 2019). Hal ini berarti bahwa perubahan iklim dapat memberikan dampak negatif terhadap sistem ketahanan pangan (Nurhasan, Samsudin, dkk., 2021). Peningkatan frekuensi bencana alam dan perubahan pola curah hujan dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih dan menyebabkan risiko kekeringan. Perubahan iklim akan mempengaruhi peningkatan frekuensi bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir, dan badai tropis. Perubahan iklim juga berdampak pada sektor pariwisata, sehingga akan mengurangi penghasilan di sektor tersebut.

 

Bagi kesehatan manusia, musim kemarau panjang mengakibatkan banyak debu dan polusi udara yang menyebabkan gangguan pernapasan. Sebagai akibatnya, perubahan iklim dapat meningkatkan frekuensi dan keparahan gangguan pernapasan, terutama pada orang yang sudah memiliki kondisi kesehatan yang buruk. Kasus gizi buruk dan stunting pada anak balita sangat erat kaitannya dengan produktivitas pertanian akibat perubahan iklim. Pada musim kemarau yang berkepanjangan, kelembaban udara di negara tropis seperti Indonesia, sangat mendukung untuk berkembangnya bakteri, virus, jamur, dan parasit. Hal ini menyebabkan berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh nyamuk dan serangga seperti Malaria, Demam Berdarah, Chikungunya, dan Filariasis yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (Raksanagara, Arisanti, dkk., 2015). Selain itu, perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan air dan sanitasi yang aman bagi anak-anak.  Panas yang ekstrim dapat menyebabkan dehidrasi, hipertermia, dan kulit kering, sedangkan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan diare melalui kontaminasi air minum (Nuha, Darundjati, dkk., 2022).

 

Perubahan iklim dapat memicu gangguan klinis yang disebut dengan Eco-anxiety. Eco-anxiety adalah perasaan cemas, takut, dan khawatir yang timbul dari adanya kekhawatiran terhadap kondisi lingkungan dan masa depan planet yang semakin terancam. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Orang yang mengalami eco-anxiety mempunyai perasaan yang kuat dan menetap tentang kekhawatiran akan perubahan iklim dan lingkungan hidup yanag sulit dikendalikan dan mempengaruhi kesejahteraan mental mereka. Meskipun demikian eco-anxiety dapat memotivasi orang untuk melakukan tindakan yang konstruktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (Coppola & Pikhala, 2023).

 

Anak adalah kelompok yang paling rentan baik secara fisik maupun mental terhadap dampak perubahan iklim. Anak rentan terhadap penyakit yang akan semakin meluas karena perubahan iklim, dan lebih mudah terkena penyakit yang ditularkan melalui air dan akses nutrisi yang buruk. Untuk anak-anak dari keluarga miskin dan kurang beruntung, taruhannya menjadi lebih tinggi. Ketidaksetaraan secara ekonomi akan lebih diperburuk akibat perubahan iklim, dan yang paling rentan adalah anak.

 

Eco anxiety juga dapat terjadi pada anak, dan kemungkinan akan mengganggu kehidupan sehari-hari anak sehingga membutuhkan konseling dari tenaga profesional. Berbicara dengan anak tentang perubahan iklim dan lingkungan dapat membantu mereka memahami persoalan yang dihadapi. Anak juga menjadi merasa lebih berdaya dalam menghadapi perubahan iklim dan lingkungan. Hal yang juga penting adalah mengajarkan kepada anak cara mengelola stress dan kecemasan dengan cara yang sehat dan positif.

 

Secara keseluruhan, perubahan iklim memiliki dampak yang luas pada manusia dan lingkungan mereka. Untuk mengurangi dampaknya, diperlukan upaya kolektif dari masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengambil tindakan adaptasi yang diperlukan. Terkait hal tersebut, maka penting untuk dilakukan tindakan dan dukungan yang diperlukan untuk membantu anak dan komunitas mereka beradaptasi dengan perubahan iklim dan lingkungan sehingga kesejahteraan mereka terjamin. Dalam kaitan ini, perlu adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, kebijakan, dan advokasi tentang dampak perubahan iklim terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan anak.

 

Referensi:

 

Coppola I and Pihkala P (2023) Complex dynamics of climate emotions among environmentally active Finnish and American young people. Frontiers in Political Science. 4:1063741. doi: 10.3389/fpos.2022.1063741

Harvian, A. & Yuhan, R.J. (2019). Kajian Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan (The Impact of Climate Change on Food Security). Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG.

Raksanagara, A., Arisanti, N., & Rinawan, F. (2015). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah Di Jawa-Barat. Jurnal Sistem Kesehatan, 1(1): 43-47. https://doi.org/10.24198/jsk.v1i1.10339

Wacana, P. 26 Juni 2014. Bencana Ekologis Sebagai Dampak Perubahan Iklim Global Dan Upaya Peredaman Risiko Bencana. https://bpbd.bulelengkab.go.id/ informasi/ detail/ artikel/bencana-ekologisebagai-dampak-perubahan-iklim-global-dan-upaya-peredaman-risiko-bencana-1

Nuha, N.U., Darundiati, Y.H. & Budiyono, B. 2022. Hubungan Cuaca sebagai Faktor Risiko Kejadian Diare di Kota Administratif Jakarta Timur Tahun 2015-2019. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1): 12-21. DOI : 10.14710/mkmi.21.1.12-21

Nurhasan, M., Samsudin, Y.B., McCarthy, J.F., Napitupulu, L., Dewi, R., Hadihardjono, D.N., Rouw, A., Melati, K., Bellotti, W., Tanoto, R., Campbell, S.J., Ariesta, D.L., Setiawan, M.H., Khomsan, A. & Ickowitz. A. (2021). Linking food, nutrition and the environment in Indonesia: A perspective on sustainable food systems. CIFOR. DOI: 10.17528/cifor/008070