ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 21 November 2023

 

 

Meningkatkan Perilaku Inovatif Guru SLB Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Media Belajar

 

Oleh:

Nur Alfiyah

Fakultas Psikologi, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

Menurut RPJMN (2015-2019) salah satu permasalahan prioritas pembangunan bidang pendidikan yang tercantum dalam dokumen rencana jangka menengah nasional adalah rendahnya kualitas guru dalam proses pembelajaran. Iskandar (2013) menjelaskan bahwa di Indonesia, dari total jumlah guru 5,6 juta hanya 2% guru yang tergolong ke dalam guru yang inovatif. Artinya sebanyak 98% guru tidak inovatif, padahal guru masih bisa memanfaatkan internet, barang bekas, dan lainnya untuk mengembangkan inovasi.

 

Berdasarkan Global Innovation Index tiga tahun terakhir dari tahun 2020 hingga 2022 bahwa pada tahun 2020 Indonesia berada di peringkat 85 dari 131 negara dengan skor 26,49 dalam skala 0-100. Skor Indonesia masih jauh dibandingkan dengan Switzerland yang menduduki peringkat pertama dengan skor 66,08. Pada tahun 2021, peringkat Indonesia turun menjadi 87 dari 132 negara dengan skor 27,1. Skor Indonesia masih jauh dari skor Switzerland yaitu 65,5. Pada tahun 2022, Indonesia di peringkat 75 dari 132 negara dengan skor 27,9. Indonesia berhasil naik 12 peringkat dari tahun 2021, namun skor Indonesia masih jauh dari skor Switzerland yaitu 64,6 atau dengan selisih 36,7 (Dutta et al., 2020-2022).

 

Data di atas menunjukkan bahwa minimnya guru yang inovatif memberikan gambaran yang jelas betapa rendahnya tingkat keinovatifan guru-guru di Indonesia. Dalam hal ini salah satunya yaitu guru SLB. Padahal untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus seorang guru harus ekstra memberikan pengajaran. Tulisan ini lebih tertuju kepada persoalan rendahnya perilaku inovatif guru SLB dalam mengajar.

 

Perilaku Inovatif

Mengapa perilaku inovatif bisa rendah? Rendahnya perilaku inovatif guru bisa disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang apa itu inovasi dalam konteks pendidikan dan bagaimana mengimplementasikannya. Selain itu faktor sarana dan prasarana yang terbatas juga sangat berpengaruh. Perilaku inovatif tidak muncul secara spontan, namun muncul saat karyawan dihadapkan pada tantangan dalam pekerjaan mereka dan diberikan kewenanangan yang besar untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

 

Perilaku inovatif adalah suatu perilaku yang dibutuhkan untuk merealisasikan ide, yang mana ide tersebut bertujuan untuk perbaikan suatu perusahaan atau organisasi (Jong & Hartog, 2010). Dalam dunia pendidikan, tentunya guru selalu dihadapkan dengan tantangan dalam mengajar anak didiknya sehingga diperlukan perilaku inovatif guna menciptakan cara-cara yang efektif dalam menyampaikan sebuah pembelajaran. Terutama para guru SLB, dimana peserta didiknya membutuhkan stimulus lebih dari anak normal pada umumnya. Pada dasarnya pembelajaran yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus sama halnya dengan mengajar anak normal pada umumnya, tetapi kesulitan dalam pemberian materi, metode serta media menjadi hambatan tersendiri bagi para guru.

 

Perilaku Inovatif vs Mengolah Sampah Menjadi Media Belajar

Perilaku inovatif yang rendah tentunya akan menyulitkan guru SLB dalam menyampaikan materi kepada anak didiknya. Begitupun sebaliknya, murid juga akan kesulitan memahami apa yang disampaikan oleh gurunya. Hal ini karena anak berkebutuhan khusus membutuhkan stimulus lebih dari anak normal pada umumnya. Oleh karena itu, guru perlu meningkatkan perilaku inovatifnya guna mengatasi setiap hambatan dalam proses pengajaran.

 

Bagaimana cara mengatasi perilaku inovatif yang rendah? Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan memanfaatkan sampah menjadi media belajar. Para guru bisa memanfaatkan sampah non-organik seperti sampah plastik, kertas, dan lainnya untuk membuat media pembelajaran. Mengapa harus menggunakan sampah? Selain gratis, dengan memanfaatkan sampah kita juga bisa mengurangi jumlah sampah di lingkungan sekitar yang tidak terkelola. Kemenkopmk.go.ig (2023) menyatakan bahwa di Indonesia jumlah sampah yang belum terkelola dengan baik sebanyak 7,2 juta ton. Selain itu, sampah-sampah tersebut juga mudah didapatkan di sekitar kita. Dalam pengembangan media pembelajaran, perlu memenuhi beberapa syarat. Media tersebut harus memiliki kemampuan untuk memotivasi siswa, mendukung retensi materi yang telah diajarkan, dan menyajikan unsur-unsur pembelajaran yang inovatif.

 

Bagaimana membuat media pembelajaran menggunakan sampah untuk anak ABK? Berikut adalah pengalaman saya dalam membuat media pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Pertama, pahami dulu apa yang harus diberi stimulus lebih pada anak tersebut, misalnya motorik, emosi, kognitif, dan lainnya. Kedua, tentukan media yang akan dibuat, misalnya untuk mengembangkan motorik halus bisa membuat ronce dari sedotan bekas dan tali. Ketiga, siapkan alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan, setelah itu kita bisa mulai untuk membuatnya. Apa saja manfaat media pembelajaran untuk ABK? Beberapa manfaat dari media pembelajaran yaitu proses pembelajaran jadi lebih interaksi, meningkatkan kualitas hasil belajar, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra, serta masih banyak manfaat lainnya.

 

Penutup

Rendahnya perilaku inovatif guru bukanlah suatu fenomena yang baru. Hal itu sangat miris dan perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar pendidikan di Indonesia lebih maju. Terbatasnya sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor rendahnya perilaku inovatif guru. Untuk mengatasi hal itu, guru bisa memanfaatkan sampah non-organik untuk membuat media pembelajaran. Selain gratis dan mudah didapat, juga bisa mengurangi jumlah sampah yang tidak terkelola di lingkungan sekitar. Dengan sering membuat media pembelajaran yang beragam sesuai kebutuhan siswa, maka perilaku inovatif guru juga dapat berkembang.

 

Referensi:

 

Dutta, S., Lanvin, B., Rivera, L.L., & Wunsch, V.S. (2022). Global innovation index 2022: What is the future of innovatuon driven growth?. 15th Edition. World Intellectual Property Organization 34, chemin des Colombettes, P.O. Box 18 CH-1211 Geneva 20, Switzerland.

Iskandar, H. (2013). Wah baru 2% guru yang inovatif. Okezone.com. March 14. Retrieved on May 8, 2023 from: https://news.okezone.com/read/2013/03/18/373/777289/wah-baru-2-guru-yang-inovatif

Jong, J. P. J. D., & Hartog, D. N. D. (2010). Measuring innovative work behavior. Creativity and Innovation Management. 19 (1), Februari, 23-36. Retrieved from: doi:10.1111/j.1467-8691.2010.00547.x

Kemenkopmk. (2023). 7,2 Juta Ton Sampah di Indonesia Belum Terkelola dengan Baik. Kemenkopmk.go.id. 05 August. Retreived on October 20, 2023 from:https://www.kemenkopmk.go.id/72-juta-ton-sampah-di-indonesia-belum-terkelola-dengan baik#:~:text=7%2C2%20Juta%20Ton%20Sampah,Bidang%20Pembangunan%20Manusia%20dan%20Kebudayaan

 

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.