ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 19 Oktober 2023

 

Bermain Untuk Lansia: Meningkatkan Kesehatan Tubuh dan Mental

 

Oleh:

Mikhael Justin Purnadhi1 & Justinus Budi Santoso2

1Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

2Pusat Studi Masyarakat Berkelanjutan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

 

Pembahasan mengenai masa lansia seringkali menekankan pada terjadinya penurunan. Berbagai informasi yang ditujukan untuk publik membahas isu-isu kesehatan pada lansia seperti Savitri (2022) dan Setyowati (2019). Selain isu kesehatan fisik, kesehatan mental juga menjadi perhatian, di antaranya adalah isolasi sosial dan kesepian. Kesepian tidak hanya berdampak pada kesehatan mental, melainkan juga pada kesehatan fisik. Pada lansia, kesepian diasosiasikan dengan peningkatan risiko demensia, kecemasan dan depresi, serta penyakit kronis seperti jantung koroner dan strok (National Academies of Sciences, Engineering, Medicine, 2020).

 

Walaupun terkesan menakutkan, penurunan pada masa lansia perlu dilihat sebagai risiko yang belum pasti terjadi dan dapat dikurangi dengan usaha yang memadai. Bermain adalah kegiatan yang seringkali tidak diasosiasikan dengan masa lansia, tetapi berpotensi menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi risiko kemunculan isu-isu kesehatan pada lansia. Bermain dapat menjadi kegiatan yang membantu lansia secara kognitif, sosial, dan fisik.

 

Terdapat beberapa manfaat kognitif yang telah dirasakan oleh lansia dengan bermain, di antaranya atensi, memori, kecepatan reaksi, dan penyelesaian masalah (Kaufman et al., 2016). Penguasaan yang lebih baik terhadap permainan juga tampaknya disertai peningkatan manfaat kognitif yang lebih tinggi. Berbagai permainan dapat berkontribusi positif terhadap kemampuan kognitif, seperti  kuis (trivia), teka-teki (puzzle), teka-teki silang, permainan papan (board games), sudoku, bingo (Ditprolansia, 2022); dan juga video games.

 

Bermain juga memiliki manfaat psikologis lain. Bermain membantu mengurangi tekanan psikologis dan berpotensi menimbulkan emosi positif. Emosi positif dapat timbul dari menguasai kemampuan baru dalam permainan yang memberi perasaan mencapai sesuatu (sense of achievement), serta merasakan “flow” yang dapat dinikmati (Csikszentmihalyi, 1997). Dengan bermain seseorang fokus pada momen tersebut (present moment) dan tidak memikirkan masa lalu atau masa depan sehingga tidak terfokus pada beban-beban dari masa lalu atau masa depan (Seppälä, 2013).

 

Bermain tidak hanya bermanfaat dalam kehidupan pribadi seseorang, melainkan membantu meningkatkan keterlibatan secara sosial. Keterlibatan secara sosial menjadi dapat terbantu oleh kegiatan bermain karena bermain dapat memfasilitasi koneksi dengan orang lain. Berbagai permainan dilakukan bersama orang lain dan membutuhkan interaksi dengan pemain lain. Bahkan video games juga turut melibatkan interaksi sosial bersama pemain lain (Al-Mahmud et al., 2010). Dengan demikian bermain juga dapat berperan mengurangi isolasi sosial dan rasa kesepian pada lansia (Kaufman, 2017).

 

Bermain berdampak terhadap kondisi fisik secara langsung dan tidak langsung. Beberapa permainan secara langsung melibatkan aktivitas fisik. Saat ini bahkan sudah ada video games yang melibatkan aktivitas fisik, seperti permainan-permainan di Nintendo Wii dan Kinect (Kaufman et al., 2020). Selain itu terdapat pula permainan-permainan yang secara tidak langsung mendorong aktivitas fisik, seperti Pokémon GO. Permainan tersebut dilakukan dengan mencari karakter Pokémon di dunia nyata. Kesenangan yang diberikan oleh permainan tersebut menjadi insentif bagi lansia yang memainkannya untuk lebih aktif. 

 

Saat ini belum terlalu banyak program yang menggunakan bermain sebagai pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia di Indonesia. Salah satu program yang sudah mulai berjalan adalah Opening Minds through Art (OMA) yang diadaptasi dari Miami University (Suwartono & Lokon, 2023). Dalam program ini lansia dipasangkan dengan relawan berusia muda untuk membuat karya seni. Walaupun kegiatan utamanya berkaitan dengan seni, langkah-langkah yang ditempuh pada dasarnya serupa dengan permainan. Temuan awal dari program ini mengindikasikan adanya peningkatan sikap positif terhadap lansia dengan dengan demensia yang menjadi peserta program. Hal ini dapat meningkatkan dukungan dan interaksi sosial bagi lansia dari generasi lain.

 

Melihat perkembangan yang sudah terjadi, langkah berikutnya tentu saja mendorong keterlibatan lansia dalam kegiatan permainan, baik yang terstruktur dalam suatu program maupun yang dilakukan dalam kehidupan pribadi masing-masing individu. Bermain dapat menjadi elemen yang patut dipertimbangkan dalam menyusun program-program untuk meningkatkan kesejahteraan lansia. Demikian pula, perlu ditingkatkan kesadaran bahwa memasuki masa lansia tidak berarti kesempatan bermain sudah lewat, karena lansia tetap dapat menikmati manfaat dari bermain. 

 

Referensi:

 

Al Mahmud, A., Mubin, O., Shahid, S., & Martens, J. B. (2010). Designing social games for children and older adults: Two related case studies. Entertainment Computing, 1(3-4), 147–156.

Csikszentmihalyi, M. (1997). Flow and education. NAMTA Journal, 22(2), 2–35.

Ditprolansia. (2022, 20 Desember). Games Untuk Melatih Kemampuan Otak lansia. Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia. https://usiaproduktifdanlansia.kemkes.go.id/games-untuk-melatih-kemampuan-otak-lansia

National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine (2020). Social Isolation and Loneliness in Older Adults: Opportunities for the Health Care System. Washington, DC: The National Academies Press (US).

Kaufman, D., Sauve, L., Renaud, L., Sixsmith, A., & Mortenson, B. (2016). Older adults’ digital gameplay: Patterns, benefits, and challenges. Simulation & Gaming, 47(4), 475–489.

Kaufman, D. (2017). Enhancing older adults’ social connectedness through digital games. Gerontology & Geriatric Studies, 1(1).

Kaufman, D., Sauve, L., & Ireland, A. (2020). Playful aging: Digital games for older adults. AGE-WELL Network of Centres of Excellence. https://agewell-nce.ca/wp-content/uploads/2020/02/AGE-WELL_WP4.2_White-paper_GAMES.pdf

Savitri, T. (2022, 27 Oktober). 21 Penyakit Pada Lansia yang Paling Sering Terjadi. Hello Sehat. https://hellosehat.com/lansia/masalah-lansia/penyakit-pada-lansia/

Seppälä, E. (2013, 27 Januari). 5 reasons you need to play more. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/feeling-it/201301/5-reasons-you-need-play-more

Setyowati, R. (2019, 14 Juni). Pentingnya Psikoedukasi Deteksi Dini Gangguan Psikologi Pada Lansia. Universitas Sebelas Maret. https://uns.ac.id/id/uns-opinion/pentingnya-psikoedukasi-deteksi-dini-gangguan-psikologi-pada-lansia.html

Suwartono, C. & Lokon, E. (2023, Juni). Fulbright brings ScrippsOMA to Indonesia. Buletin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara, 9(11).