ISSN 2477-1686
Vol. 8 No. 2 Jan 2022
Gambaran Tingkat Loneliness pada Penggemar Idola Penyanyi Pop Usia Emerging Adulthood Pengguna Media Sosial
Oleh
Elvina Veronica Neemauli dan Nanda Rossalia
Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Loneliness pada Emerging Adulthood
Loneliness dapat dirasakan oleh setiap individu, sekalipun individu tersebut sedang berada di tengah kerumunan. Meski demikian, loneliness juga banyak ditemukan pada tahap perkembangan emerging adulthood atau usia 18 hingga 25 tahun (Allen, Szwedo, & Schad, 2014). Pada usia ini, individu mulai melakukan eksperimen dan eksplorasi, seperti mulai pergi kuliah di tempat yang cukup jauh dari tempat tinggal dan bekerja. Berkaitan dengan masa transisi dari remaja hingga dewasa, emerging adulthood juga cenderung merasa khawatir dengan masa depannya (Santrock, 2013) dan mengalami ketidakstabilan ketika menjalani hidupnya. Semua hal yang terjadi tersebut kemudian dapat memberi dampak kecemasan pada emerging adulthood, dan karakteristik pencemas serta neurotik ditemukan lebih mudah untuk merasa loneliness (de Jong Gierveld, Tilburg, & Dykstra, 2006). Jika dilihat dari tahap perkembangannya, emerging adulthood juga sedang berada dalam masa krisis intimacy vs isolation. Dalam hal ini, intimacy diperlukan untuk menjalin semua bentuk relasi. Tercapainya intimacy pada tahap perkembangan ini dapat memberi dampak positif pada individu, seperti halnya intimacy dapat membuat individu mampu menjalin dan mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain. Sedangkan kegagalan dalam mendapatkan intimacy dapat membuat individu mengalami loneliness, di mana perasaan tersebut muncul ketika individu tidak puas dengan hubungan sosial yang dimilikinya dengan orang lain karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya (Weiss, 1973). Tingginya tingkat loneliness pada emerging adulthood dapat membuat individu merasa ketidaknyamanan hingga kesulitan untuk mencapai tugas perkembangan saat ini dan berikutnya, bahkan terdapat kemungkinan individu akan mengalami masalah psikologis seperti depresi.
Media Sosial dan Idola Penyanyi Pop
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan sosial yang belum tercapai karena loneliness, emerging adulthood dapat melakukan interaksi melalui media sosial. Pada media sosial, individu dapat berinteraksi dengan sesama tanpa menggunakan nama asli maupun anonim. Jenis hubungan yang bisa tercipta melalui penggunaan media sosial ada 2, yakni hubungan sosial dan parasosial (Baek, Bae, & Jang, 2013). Hubungan sosial terjadi ketika terdapat interaksi timbal balik dan aktif, sedangkan hubungan parasosial tergolong pasif dan interaksi di dalamnya hanya bersifat satu arah, yakni antara pengguna media sosial dengan idola atau selebriti. Baek et al. (2013) kemudian memaparkan bahwa pengguna media sosial yang terlibat dalam jenis hubungan parasosial dengan idola memiliki korelasi atau berhubungan positif dengan loneliness. Jenis hubungan parasosial atau keterikatan yang muncul dengan idola ini banyak ditemukan pada usia emerging adulthood di media sosial dengan figur penyanyi pop, di mana figur ini dikenal karena daya tarik yang tinggi serta musik mereka yang kerap mengangkat tema yang familiar bagi banyak orang (seperti percintaan dan kehidupan) sehingga penggemar merasa bahwa ada yang dapat mengerti posisi atau perasaannya. Keunikan lainnya adalah figur ini juga memiliki agensi yang melatih mereka dalam menyampaikan lagu yang akan dinyanyikan dan berhadapan dengan penggemar. Oleh sebab itu, penggemar kemudian menjadi terikat dan nyaman untuk menjalani hubungan satu arah ini. Meski demikian, McQuail, Blumer, dan Brown (1972) menjelaskan bahwa dorongan individu untuk terlibat dalam jenis hubungan yang satu arah dengan idola penyanyi pop mengarah pada kurangnya kehidupan sosial dan perasaan loneliness karena hubungan tersebut hanyalah kompensasi ilusi untuk hubungan sosial di dunia nyata yang tidak memuaskan bagi mereka.
Bagaimana Tingkat Loneliness pada Penggemar Idola Penyanyi Pop Usia Emerging Adulthood Pengguna Media Sosial?
Melalui hasil yang diperoleh dari 409 partisipan, sejumlah 56.97% partisipan memiliki tingkat loneliness yang di bawah rata-rata. Dari data tersebut, ditemukan bahwa partisipan tidak memiliki kesenjangan atau perbedaan antara apa yang mereka jalankan dalam hubungan sosialnya saat ini dengan yang diharapkannya. Meski demikian, hal ini bukan berarti loneliness tidak hadir sama sekali pada emerging adulthood.
Interaksi satu arah dengan idola dapat menjadi salah satu cara emerging adulthood penggemar idola penyanyi pop untuk mendapat intimacy yang lebih intens dan berkurangnya pemikiran yang muncul mengenai ketidakpuasan dalam kehidupan sosial mereka atau loneliness. Selain itu, melalui penggunaan media sosial dan interaksi satu arah tersebut penggemar juga tidak perlu merasa takut mengalami penolakan, sehingga mereka menjadi lebih percaya diri dan nyaman untuk berinteraksi, terlebih figur idola penyanyi pop juga kerap memberi fan service melalui media sosial (seperti mengadakan konser virtual hingga menyediakan merchandise untuk penggemar).
Hampir serupa dengan isu lainnya yang menyangkut dan berdampak pada kesehatan mental seseorang, loneliness dapat dikatakan sebagai salah satu isu sensitif dan masih disertai dengan stigma negatif di lingkungan masyarakat Indonesia. Jika stigma negatif dari masyarakat akan kesehatan mental dibiarkan terus berlanjut dan dinormalisasikan, maka hal ini dapat menghambat mereka yang benar-benar membutuhkan telinga atau bahkan pertolongan karena rasa takut terhadap penilaian yang akan diberikan jika pada akhirnya mereka memilih untuk terbuka dalam menyuarakan perasaan mereka. Bagi mereka yang sedang berada dalam masa transisi remaja ke dewasa (emerging adulthood), tahap perkembangan ini merupakan masa yang penting untuk mereka agar bisa mendapatkan masa depan yang sukses dan sesuai dengan yang diharapkannya. Akan tetapi, sebagai manusia yang notabenenya adalah makhluk sosial, emerging adulthoodjuga membutuhkan kehadiran serta dukungan dari orang di sekitarnya. Dalam hal ini artinya kita semua dapat berkontribusi untuk membantu emerging adulthood dan juga individu lainnya yang memiliki isu kesehatan mental, seperti dengan menjadi pendengar aktif, tidak memberi penilaian buruk, dan apabila kita belum memiliki kapasitas untuk memberi pertolongan lebih lanjut maka kita dapat mengarahkan mereka kepada psikolog atau profesional.
Referensi:
Allen, J.P., Chango, J., Szwedo, D., & Schad, M. (2014). Long-term sequelae of subclinical depressive symptoms in early adolescence. Development and Psychopathology, 26, 171–180.
Baek, Y. M., Bae, Y., & Jang, H. (2013). Social and parasocial relationships on social network sites and their differential relationships with users’ psychological well-being. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 16(7).
de Jong Gierveld, J., van Tilburg, T. G., & Dykstra, P. A. (2006). Loneliness and social isolation. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
McQuail, D., Blumer J. G., Brown, J. (1972). The television audience: a revised perspective. In McQuail, D., ed. Sociology of mass communication. Harmondsworth: Penguin.
Santrock, J. W. (2013). Life-span development (14th ed.). New York, NY: The McGraw-Hill Companies, Inc
Weiss, R. S. (1973). Loneliness: The Experience of Emotional and Social Isolation. Massachusetts: The MIT Press.