ISSN 2477-1686

Vol. 7 No. 24 Des 2021

Pendidikan Antikorupsi Sebagai Pengejawantahan Psikologi Pendidikan Dalam Upaya

Mengkonstruksikan Mindset Yang Holistik

 

Oleh:

Bilqis Fitria Salsabiela

Program  Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia

 

Banyak kasus korupsi yang terjadi di tanah air sudah sangat memprihatinkan, bahkan sampai mengkorupsi hak kepemilikan rakyat yang essensial dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pendidikan antikorupsi adalah lawan yang lebih tangguh untuk menghapus korupsi dengan konstruksi mindset. 

 

Definisi, efek, penyebab dan sanksi korupsi

Korupsi dari sudut pandang mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang dilakukan dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan kemasabodohan dengan akibat yang diderita oleh rakyat(Alatas, 1975). Jenis-jenis korupsi antara lain; suap (bribery), pemberian hadiah untuk meminta imbalan (gratifikasi), penggelapan (embezzlement), pemerasan (extortion), dll, sebab telah banyak bertransformasi ke bentuk kejahatan yang lebih canggih lagi (extraordinary  crime). 

 

Persoalan korupsi bukanlah sesuatu yang baru bagi kita semua, dari jaman kolonialisme sampai sekarang ini kita masih saja berperang melawan korupsi. Melawan korupsi memang adalah kewajiban bagi setiap warga Negara Indonesia sebab korupsi mengakibatkan kerusakan secara massal, sistemik dan terstruktur yang dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut;

 

IMPLIKASI KORUPSI 

SDM       

 

Kualitas SDM rendah, degradasi akhlak, integritas dan religuisitas, tidak amanah, tidak jujur, tidak apresiasi hak-hak orang lain, tamak, mental pencuri dan budaya malas berusaha, hedonis dan orientasi pada materi, dll.

Ekonomi

 

Biaya ekonomi tinggi, banyak pungutan dan biaya, birokrasi panjang dan berbelit, FDI terhambat, nilai investasi hilang, peluang kerja stagnan atau hilang, angka pengangguran  dan kemiskinan bertambah, daya beli menurun dan kesejahteraan berkurang, dll.

Politik

 

Power menjadi komoditas, prakek monopoli dan oligopoly menjadi pemenang, patron client, feodalisme yang berkaitan dengan persoalan kultural, dll.

SDA dan LH

 

SDA dieksploitasi sehingga rusak, kualitas lingkungan berkurang, kerusakan lingkungan hidup bertambah, berkurangnya kepedulian masyarakat, dll.

Sosial dan Budaya

 

Harga barang dan jasa serta pelayanan kepada masyarakat berkurang, begitupula program2 pro rakyat, akses masyarakat miskin berkurang, dll.

Hukum

 

Berkurangnya wibawa, bertambahnya vonis hukum dan angka kerusuhanserta menurunnya perhatian pada HAM, dll.

Pertahanan dan Keamanan

 

Berkurangnya wibawa sebuah Negara, berkurangnya penjagaan keamanan dan rawan akan kerusuhan, dll.

Kesehatan

 

Terbatasnya kemudahan dalam pengurusan jaminan kesehatan masyarakat, penurunan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat bawah, keluhan demi keluhan masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit tidak juga ditindak lanjut dan penolakan pasien miskin oleh RS.

Pendidikan

 

Terbatasnya sarana prasarana sekolah/madrasah, guru tidak fokus pada pembelajaran anak didik serta pemotongan gaji sertifikasi guru.

Pemerintahan

 

Tidak tercapainya tujuan MDGs, gagalnya pembangunan ekonomi, menjadi penghambat tercapainya sasaran-sasaran pembangunan, dll.

Tabel 1  Implikasi korupsi (diolah dari berbagai sumber)

 

Sedangkan penyebab korupsi antara lainGreed, Opportunity, Need dan Expose (GONE), yaitu:

1)    Greed, terkait dengan keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi.

2)    Opportunity terkait dengan sistem yang memberi peluang terjadinya korupsi. (mis; sistem pengawasan yang rendah)

3)  Need berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup karena sikap konsumerisme yang terlampau mendominasi (Bologne dalam Mukodi dan Burhanuddin2014).

 

Untuk sanksi, ada berbagai macam sanksi yang diberlakukan terhadap pidana korupsi, sanksi tersebut adalah berupa sanksi di dunia dan sanksi di akhirat yang sangat berat (Naim, 2006). Maka dari itu, kita memerlukan lawan yang lebih tangguh yakni; pendidikan antikorupsi yang kita pelajari, hayati atau resapi dalam-dalam dan implementasikan pada praktek keseharian. Dengan mempelajari pendidikan antikorupsi, individu memiliki mindset yang bukan hanya mengerti dan memahami, tetapi juga sanggup mengimplementasikan bahwa korupsi itu sangat jahat dan orang akan merasa malu jika ia korupsi sebab artinya ia telah melakukan sebuah disersi atau pengkhianatan terhadap negara dan bangsanya. 

 

Pendidikan antikorupsi sebagai konstruksi mindset

Pendidikan antikorupsi juga merupakan pengejawantahan psikologi pendidikan yang berusaha menciptakan situasi yang mendukung dalam kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi dan bertujuan untuk membentuk mindset (Wikipedia, diakses pada tanggal 1 juni 2021). sikap dan perilaku korupsi dapat dihindari dan bahkan dihilangkan karena cara berpikir (mindset) sangat mempengaruhi bagaimana individu bertindak dan berperilaku.

 

Pendidikan antikorupsi juga melibatkan 3 (tiga) jenis wilayah kecerdasan, yakni kognisi (intelegensia atau kecerdasan berpikir), afeksi (perasaan, sikap dan perbuatan), dan konasi (keterampilan) dengan begitu konstruksi mindset akan terbentuk secara holistik. Konstruksi mindset berkorelasi dengan perilaku individu yang berasal dari dorongan dan atau perilaku komunitas serta lingkungan yang membentuk budaya. Budaya seperti; budaya permisif, hedonistik dan materialisme yang menjadi akar penyebab korupsi harus dihilangkan, selain budaya tersebut ada beberapa budaya yang sudah begitu melekat di dalam kebudayaan kita yang menjadi pendukung kuat munculnya korupsi, seperti; KKN dengan extended family yang kental di banyak BUMN, patron client dan paternalistik dalam dunia kerja, dll. Budaya bobrok itu mencemari sistem hukum, sistem politik, budaya lembaga (corporate culture), struktur dan sistem sosial serta sistem pendidikan sebagaifaktor eksternal suburnya korupsi dan persepsi individu dan atau masyarakat yang ambigu terhadap korupsi, moralitas dan integritas yang kurang sebagai faktor internal bukan hanya memperparah, tapi memberi tendensi pemakluman pada tindakan korupsi sehingga kurangnya kontrol sosial dan represi dari masyarakat. (Kamil2019).

 

Memang harus ada dekonstruksi nilai-nilai budaya dalam wahana pendidikan antikorupsi agar konstrruksi mindset tumbuh sempurna. Disini, kita memiliki  kewajiban untuk menerapkan pendidikan antikorupsi dalam keseharian dengan mengimplementasikan 5 (lima) prinsip-prinsip antikorupsi; akuntabilitas, transparansi, prinsip keadilan, kebijakan pro antikorupsi dan kontrol terhadap kebijakan, serta 9 (sembilan) nilai-nilai antikorupsi, yakni; KejujuranKepedulianKemandirianKedisplinanTanggungjawabKerja kerasKesederhanaanKeberanian dan Keadilan.

 

Nilai-nilai dan prinsip itu harus disosialisasikan, diinternalisasikan lewat lembaga pendidikan dan diinstitusionalisasikan, maka korupsi tidak akan ada atau paling tidak, tidak akan bisa tumbuh dengan suburnya dan perlahan-lahan mati (Hartanti dalam Kamil, 2019).

 

 

Referensi:

 

Alatas, Syed Hussein., (1975). Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer, LP3ES, Jakarta. 

 

Alim, Hifdzil, dkk. (2016). Jihad NU Melawan Korupsi. Penerbit Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU). Jakarta.

 

Burhanuddin, Afid dan Mukodi. (2014). Pendidikan Anti Korupsi; Rekonstruksi Interpretatif dan Aplikatif di Sekolah. LPPM Press dan Aura Pustaka. Yogyakarta.

 

Kamil, Sukron. (2019). Pendidikan Antikorupsi; Pendekatan Budaya, Politik dan Teori Integritas. Penerbit Erlangga. Jakarta.

 

Naim, Moh. Masyhuri., dkk. (2006). NU Melawan Korupsi; Kajian Tafsir dan Fiqh. Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Jakarta.

 

Nurdin, H Muhammad. (2019). Pendidikan Anti Korupsi; Strategi Internalisasi Nilai-nilai Islami dalam Menumbuhkan Kesadaran Anti Korupsi di Sekolah. Penerbit Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. Cetakan II.

 

www.wikipedia.com, Pengertian Psikologi Pendidikan, diakses pada tanggal 1 juni 2021.