ISSN 2477-1686
Vol. 7 No. 13 Juli 2021
Ketika Hubungan Kasih Membawa Petaka
Oleh
Maria Jane Tienoviani Simanjuntak & Larasati Widya Putri
Program Studi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Hubungan interpersonal akan selalu menjadi salah satu kebutuhan dan hal yang menarik dibahas dalam perjalanan kehidupan manusia. Kehidupan manusia yang saling membutuhkan satu sama lain menjadi warna tersendiri untuk memahami diri dan juga orang lain. Hal ini juga dialami oleh manusia di dalam setiap tahap perkembangan manusia. Salah satu tahap perkembangan yang dirasakan semua individu adalah saat menjadi seorang remaja (Santrock, 2016). Pembahasan tentang remaja selalu menjadi hal yang menarik dan juga memunculkan berbagai hal baru yang sangat dinamis perubahannya.
Akhir-akhir ini, para remaja sudah termotivasi untuk memperkaya dirinya dengan cara meningkatkanpendidikan dan berlatih berbagai macam keterampilan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membekali diri dalam menghadapi tantangan saat berada di dunia kerja. Kegigihan para remaja ini untuk bertahan menghadapi tantangan kemudian memberi perubahan yang cukup signifikan di dalam kehidupan mereka. Salah satunya adalah memiliki posisi/jabatan dan gaji yang baik meskipun usianya masih tergolong muda (Chisholm & Hurrelman dalam Santoso et al., 2009).
Kesuksesan yang diperoleh oleh para remaja ini memunculkan ambivalensi terhadap status para remaja akhir atau yang sering disebut sebagai emerging adulthood (Arnett dalam Santoso et al., 2009). Emerging Adulthood merupakan masa peralihan yang dihadapi oleh seorang remaja akhir menuju masa dewasa sehingga akan memunculkan perbedaan pengalaman subjetif dan eksplorasi identitas yang seringkali memunculkan kondisi yang ambivalen (Arnett, 2000). Ambivalensi yang dimaksud adalah munculnya benturan antara kebutuhan untuk meniti karir dan hubungan interpersonal romantis. Hubungan interpersonal romantis merupakan salah satu tugas perkembangan yang memang mulai dieksplorasi lebih dalam oleh emerging adulthood. Eksplorasi hubungan interpersonal romantis ini kemudian akan sangat terkait dengan cinta yang tujuan akhirnya adalah menuju ke jenjang pernikahan.
Seorang emerging adulthood dapat dikatakan sudah mulai menyiapkan diri untuk hubungan percintaan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Meskipiun demikian, ternyata masih banyak individu pada tahap tersebut terjebak dalam hubungan tidak sehat (toxic relationship) yang tidak jarang mengarah kepada kekerasan dalam pacaran (dating violence). Seorang mahasiswa asal Surabaya, dimana Ia mengalami kekerasan fisik serta kekerasan seksual yang dilakukan oleh sang pacar yang sudah menjalin hubungan dengannya selama 2 tahun. Kekerasan fisik yang dilakukan oleh sang kekasih adalah menampar beberapa bagian tubuh korban, menyeret korban, menjambak rambut korban, dan menenggelamkan kepala korban ke dalam wastafel kamar mandi. Setelah mengalami kekerasan fisik, korban pun mengalami kekerasan seksual dimana Ia diperkosa oleh kekasihnya (Kurniawan, 2018).
Hubungan tidak sehat atau yang biasa disebut dengan toxic relationship merupakan hubungan yang tidak harmonis karena adanya proses menyakiti baik fisik maupun mental antara salah satu pihak atau keduanya. Biasanya hubungan tidak sehat dibumbui dengan kekerasan, Murray (dalam Zahra & Yanuvianti, 2017)menyebutkan tiga jenis kekerasan yang sering terjadi, yaitu kekerasan emosional (emosional abuse), kekerasan fisik (physical abuse), dan kekerasan seksual (sexual abuse). Selain terjadinya berbagai macam kekerasan, hubungan tidak sehat pun dapat ditandai dengan beberapa hal. Putri (2020) menjelaskan 5 tanda bahwa seseorang sedang berada dalam toxic relationship, yaitu:
a. Salah satu dari pasangan kekasih tidak bisa berkata ‘tidak’ atas apapun yang dikatakan oleh pasangannya
b. Merasa ‘bebas’ melakukan apapun ketika sedang tidak bersama pasangan
c. Selalu dipandang salah dalam semua masalah oleh pasangan
d. Pasangan terlalu mengekang atau dapat dikatakan terlalu posesif
e. Pasangan selalu bertindak manipulatif dan sering melakukan playing victim
Beberapa hal yang sudah disebutkan di atas sangat berdampak terhadap kondisi fisik dan psikis korban dari hubungan tidak sehat (toxic relationship). Dr. Primatia Yogi Wulandari, M. Si., Psikolog yang merupakan seorang pakar psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) (dalam Hikmah, 2019) menjelaskan 3 dampak dari hubungan tidak sehat, diantaranya:
a. Rendah diri dan pesimis, tak jarang individu yang menjadi korban pun dapat membenci dirinya sendiri akibat perlakuan ataupun perkataan negatif yang diberikan oleh pasangannya.
b. Terganggunya kondisi fisik dan psikis yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit yang tidak diinginkan.
c. Kematian, hal ini dapat terjadi karena adanya konflik batin yang mengarah pada depresi atau kecemasan.
Salah satu dampak yang sangat sering ditemui pada korban kekerasan dalam pacarana (dating violence) adalah menurunnya self-esteem. Dapat dibuktikan bahwa sesuai dengan penelitian sebelumnya, 55 responden memiliki self-esteem yang tinggi setelah menjalani toxic relationship, sedangkan 23 responden memiliki self-esteem yang rendah (Zahra & Yanuvianti, 2017).
Dengan demikian, emerging adulthood hendaknya dapat lebih bijaksana dalam mempertimbangkan pilihannya saat akan menjalin suatu hubungan romantis. Berbagai fenomena yang sudah dipaparkan sebelumnya dapat digunakan sebagai bentuk refleksi sebelum mengambil keputusan. Memenuhi tugas perkembangan merupakan suatu kewajiban yang perlu dilakukan, namun emergoing adulthood perlu juga mengetahui dan memahami diri sendiri sebelum masuk ke dalam suatu hubungan romantis.
Referensi
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through the twenties. American Psychologist, 55(5), 469–480. https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.5.469
Hikmah, U. M. (2019). Begini cara agar tidak terjebak dalam toxic relationship. Http://News.Unair.Ac.Id/.
Kurniawan, D. (2018). Sudah dianiaya, Mahasiswa Surabaya diperkosa pacar 2 kali. Liputan6.Com.
Putri, A. R. (2020). 5 Tanda kamu sedang menjalani toxic relationship. Www.Idntimes.Com.
Santoso, M. K., Untario, C., Wahyuningsih, S., & Setyaningrum, I. (2009). Anima. Indonesian Psychological Journal, 24.
Santrock, J. W. (2016). Adolescence (16th ed.). In McGraw-Hill.
Zahra, G. P., & Yanuvianti, M. (2017). Hubungan antara kekerasan dalam berpacaran (dating violence) dengan self esteem pada wanita korban KDP di Kota Bandung. Prosiding Psikologi, 3(2), 303–309.