ISSN 2477-1686

 Vol. 7 No. 10 Mei 2021

Hitler Hilang dalam Sejarah? 

Perlunya Pemahaman Sejarah Perkembangan Ilmu Psikologi di Indonesia

 

Oleh

Eko A Meinarno & Airin Yustikarini Saleh

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

 

Gejala Apa?

Judul ini diungkap karena mulai ada gejala (kecil, tapi ada) bahwa pengetahuan tentang Hitler sebagai bagian dari sejarah dunia tidak diketahui mahasiswa. Tentu hal ini sedikit banyak menimbulkan pertanyaan, jika Hitler tidak diketahui sebagai bagian dari sejarah (dan berdampak besar pada banyak hal), bagaimana dengan sejarah psikologi yang ada di Indonesia? Penulis tidak berlatar sejarah, hanya menyukai sejarah. Namun penulis ingat salah satu jargon Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia adalah JAS MERAH yang singkatan dari Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Berlatar itulah maka penulis memberanikan diri menulis artikel ini. 

 

Jas Merah Psikologi Indonesia 

Mengajar bertahun-tahun di bidang psikologi, untuk berbagai tingkatan (semester awal hingga semester akhir) tanpa disadari selalu dimulai dengan pengantar “pada mulanya”. Sangat jarang dosen psikologi mengajar langsung pada temanya, dan biasanya pengajaran dimulai dengan pertanyaan “masih ingat tokoh A?”, “Ingat konsep X?” dan lain-lain. Sebagai contoh, untuk mengenal psikologi, mahasiswa semester awal akan dibawa pada sejarah laboratorium Wundt. Perlahan bergerak ke sejarah tokoh lain yang melahirkan ide, konsep, temuan, atau bahkan teori dalam psikologi. Untuk filsafat (yang menjadi dasar keberadaan psikologi), umumnya dimulai dengan sejarah munculnya perkembangan pemikiran logis yang dimulai dari Thales, hingga membahas pemikiran-pemikiran para tokoh sentral yakni Sokrates, Plato, dan Aristoteles. 

 

Sejarah dari para tokoh tadi memang penting, karena mereka memberi kontribusi besar bagi bangunan psikologi saat ini. Oleh karena pentingnya sejarah tadi maka materi ini kita bawa ke kelas kita. Para dosen menjelaskan dengan caranya masing-masing, dengan buku acuan yang dipilih secara khusus. Berbekal buku acuan dan pengetahuan, para dosen mampu menjelaskan sejarah psikologi di dunia (terutama di barat) secara runtut dan komprehensif, sampai kemudian ke bagian yang sulit untuk dijelaskan, yakni mengenai kesejarahan perkembangan psikologi di Indonesia. Fakta bahwa psikologi mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1953 tentunya merupakan hal wajib yang harus diketahui semua mahasiswa psikologi. Tetapi selama ini masih ada celah yang belum diketahui, yakni bagaimana psikologi hadir di Indonesia dalam kurun waktu lebih dari enam dasawarsa ini? Mengapa psikologi hadir di Indonesia? Apa yang dapat diceritakan tentang kesejarahan psikologi di Indonesia? 

 

Kesulitan 

Penulis berpendapat bahwa materi ajar tentang sejarah psikologi yang diajarkan di berbagai fakultas psikologi di Indonesia terlampau fokus pada hal-hal yang yang terjadi di Eropa Barat dan Amerika (bagian) Utara. Materi ajar mengenai sejarah psikologi di Indonesia selama ini belum menjadi bagian dari topik pengajaran. Seolah-olah merupakan suatu hal yang tabu untuk dibicarakan, padahal sejarah mengenai perkembangan psikologi di Indonesia perlu diketahui oleh kita sebagai pemelajar psikologi. Sebagai catatan penulis asing juga mencatat kelahiran pendidikan psikologi di Indonesia (David, 1965; Kline, 1963; Turtle, 1989). 

 

Sejarah sering dianggap hanya mencatat fakta, yakni siapa, kapan, dan di mana (tempat) dari suatu peristiwa. Seringkali bagian mengapa dan bagaimana dari suatu peristiwa terjadi sering dilewatkan, atau terlewatkan. Hergenhahn dan Henley (2014) menjabarkan beberapa hal yang menjadi kesulitan dan nantinya perlu dipertimbangkan dalam menulis sejarah psikologi. Pertama adalah menentukan tempat dalam sejarah untuk memulai pencatatan. Bagi sejarah psikologi Indonesia, tahun 1953 menandakan dimulainya pendidikan psikologi pertama (lihat Santoso, 1994). Kedua adalah menentukan apa yang akan ditulis dalam sejarah psikologi. Kesulitannya adalah memilih apakah kita hanya akan mempelajari masa lalu tanpa adanya usaha untuk mengaitkannya dengan masa kini dan masa depan (historicism) atau berusaha untuk memahami masa lalu dalam standar dan pengetahuan masa kini (presentism). Ini yang masih belum dapat dilakukan oleh peneliti sejarah psikologi di Indonesia. Ketiga adalah menentukan pendekatan bagaimana melihat sejarah ini sendiri. Kita perlu memutuskan apakah kita perlu memasukkan pengaruh dari perkembangan di bidang lain, seperti tren-tren yang berkembang pada suatu masa atau di suatu tempat, terhadap perkembangan psikologi atau tidak. Atau melihat bagaimana sejarah psikologi di Indonesia berkembang karena peran dari satu-dua sosok sentral atau merupakan kontribusi dari banyak orang dan peristiwa.      

 

Kebutuhan yang Dibutuhkan

Kebutuhan psikologi di Indonesia untuk membangun sejarahnya sendiri merupakan satu kebutuhan. Kebutuhan yang seperti apa? Untuk menjawabnya penulis tidak akan menjelaskan keadaan ini sebagaimana sejarawan (karena memang tidak berlatar pendidikan sejarah). Penulis mencoba menjawabnya sebagai seseorang yang cukup lama mempelajari psikologi dan mengajar konsep-konsep psikologi kepada orang lain. Ketika mempelajari suatu ilmu, kita perlu mengenal asal-usul ilmu itu. Disinilah ada satu hal yang pasti, yaitu psikologi perlu menerangkan tentang dirinya. Mengapa psikologi perlu menerangkan tentang dirinya?

 

Ada beberapa hal yang membuat psikologi perlu menerangkan dirinya. Hergenhahn dan Henley (2014) menjelaskan bahwa sejarah psikologi merupakan kumpulan dari berbagai ide-ide yang berkembang dalam periode waktu yang lama. Ide-ide tersebut berasal dari berbagai perspektif yang perlu dikenali oleh siapapun yang belajar psikologi. Dengan mengenali berbagai perspektif itulah, pemelajar psikologi akan memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai pola pemikiran yang berkembang dari jaman ke jaman, ide-ide mengenai manusia yang sudah muncul di masa lampau dan masih terus menjadi pembahasan yang menarik di masa kini, dan kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dalam perkembangan ilmu sehingga bisa kita hindari. Ide-ide yang berkembang merupakan sumber yang berharga bagi pengembangan psikologi sebagai ilmu di masa depan. Dengan psikologi menerangkan dirinya, orang akan semakin mengenal psikologi dan akan meningkatkan kecintaan kepada psikologi. 

Bagaimana para ilmuwan (psikologi) Indonesia memulai membangun sejarah psikologi Indonesia? Hal yang jelas adalah melakukan inventarisasi peristiwa, capaian, terobosan dan lainnya sekaligus mengelolanya (Karsidi, 2020). Proses ini jelas tidak mudah, apalagi banyak kejadian sering menjadi sekedar berita angin lalu. Catatan sederhana yang dapat kita kumpulkan, rapikan, dan arsipkan dimulai dari kapan berdirinya fakultas(-fakultas) psikologi di Indonesia, siapa dan bagaimana para pendirinya, catatan kurikulum (silabus/rancangan pengajaran semester), gelombang lulusan pertama dan hal-hal yang mungkin masih administratif sifatnya. Semakin data digali dan terkumpul, sangat mungkin ditemukan pola-pola khusus dari skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lainnya yang dihasilkan fakultas sehingga mulai diketahui “aliran” atau kekuatan akademik lainnya.  Sebagai contoh, produk buku psikologi sosial berbahasa Indonesia yang berhasil penulis temukan adalah Psikologi Sosial karya Theodore M Nwcomb, Ralph H Turner, dan Philip E Converse (diterjemahkan oleh Joesoef Noejirwan, M Soewondo, dan Fatmah Z Abdullah tahun 1978). Demikian dengan disertasi psikologi tertua, yang ditulis oleh Fuad Hassan tahun 1967 (http://www.ui.ac.id, 2021) yang berjudul Neurosis sebagai Konflik Eksistensial.

 

Setelah melakukan tahapan pencatatan, seyogianya ilmuwan psikologi yang tertarik sejarah akan (pastinya) menuliskannya, menarasikannya, dan memaparkannya kepada khalayak. Di dalam status inilah, seorang ilmuwan psikologi perlu menyadari dan menyelesaikan beberapa kesulitan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Menentukan tempat dan apa yang akan ditulis merupakan hal yang penting untuk diselesaikan. Lalu, selanjutnya baru menentukan pendekatan apa yang akan dipilih mengenai bagaimana melihat sejarah itu sendiri agar penulisan mengenai sejarah psikologi di Indonesia dapat fokus pada pembahasan yang sesuai. 

 

Penutup

Tulisan ini bermuara pada satu pemikiran. Jangan sampai ilmuwan psikologi di Indonesia menjadi ahistorik. Sejarah bukan untuk dilewatkan. Keberadaan sejarah psikologi mengajak sarjana-sarjana (scholars) psikologi Indonesia untuk membayangkan kehidupan (psikologi) di masa lalu, dan berbekal pengetahuan sejarah psikologi akan dapat menentukan arah pengembangan psikologi sebagai ilmu dan psikologi untuk menjadi bagian dari pembangunan masyarakat. 

 

Referensi:

 

David, H. P. (1965). International trends in clinical psychology. Handbook of clinical psychology, 1469-1506.

 

Hergenhahn, B. R & Henley, T. (2014). An Introduction to the History of Psychology. 7th ed. Wadsworth Cengage Learning. Belmont-California

 

http://www.ui.ac.id. Prof. Dr. Fuad Hassan - Universitas Indonesia (diunduh medio Maret 2021). 

 

Karsidi, R. (Rabu, 30 September 2020). Bila bangsa melupakan sejarah. Kompas

 

Kline, N. S. (1963). Psychiatry in Indonesia. American journal of Psychiatry119(9), 809-815.

 

Newcomb, T. M., Turner, R. H., Converse, P. E. (1978). Psikologi Sosial. (diterjemahkan oleh Joesoef Noejirwan, M Soewondo, dan Fatmah Z Abdullah). CV. Diponegoro. 

 

Santoso, S. I. (1979). Pembinaan watak: Tugas Utama Pendidikan. UI Press. 

 

Santoso, S. I. (1994). Warna-warni pengalaman hidup R. Slamet Iman Santoso. Penyunting Boen S Oemarjati. UI Press. 

 

Turtle, A. M. (1989). Psychologising Asia or Asianising Psychology: A New Prescription for Dr. Watson?. Psychology and Developing Societies1(1), 65-90.